Dana desa merupakan keistimewaan untuk pembangunan sebuah desa. Dengan adanya dana desa, slogan "Membangun dari Desa" bisa tak sebatas kata-kata, tetapi itu bisa menyata lewat pembangunan desa.
Pengelolahan dana desa tak lepas dari kualitas seorang pemimpin. Dalam hal ini, kepala desa yang umumnya dipilih oleh rakyat dalam suatu desa.
Faktor utama agar dana desa agar terolah dengan baik dan bertanggung jawab itu bergantung pada kemampuan rakyat dalam memilih seorang kepala desa. Jadi, bukan sekadar memilih, apalagi memilih karena ikatan latar belakang tertentu dan mengabaikan faktor kualitas.
Paling tidak, 3 hal berikut ini yang bisa menjadi rujukan saat kelak kita berkesempatan memilih dan menilai seorang menjadi kepala desa.
Pertama, Mesti Melek Manajemen Anggaran.
Anggaran itu menyangkut pengaturan anggaran (budget). Sejumlah uang yang dikucurkan oleh pemerintah pusat mesti diatur seturut kebutuhan desa.
Pengaturan yang baik mensyaratkan kemampuan seorang kepala desa dalam hal manajemen anggaran. Hal ini termasuk kemampuan kepala desa mengetahui akutansi dasar.
Sangat disayangkan ketika kepala desa tak tahu soal pengaturan anggaran. Dia bisa saja hanya ikut arus saat mengatur anggaran atau pun melihat dana desa sebagai kepunyaan sendiri tanpa peduli asas manfaat dari dana yang dipercayakan.
Paling tidak, seorang kepala desa harus tahu tentang akuntasi dasar. Akuntasi dasar itu soal berapa jumlah uang yang masuk, laporan penggunaannya, dan asas manfaat dari dana yang dimiliki.
Dana itu bukan sekadar dihabiskan. Akan tetapi, aspek manfaat dari anggaran itu harus dikedepankan. Kalau sebuah proyek tidak bermanfaat, lebih baik anggaran tidak boleh dipakai. Â
Tentu saja, hal ini terjadi ketika kepala desa melek manajemen anggaran. Dia tahu dengan baik pos-pos yang mendesak dan membutuhkan, dan mana yang tidak.
Lalu, pengolahan anggaran juga tidak boleh menimbulkan ketidakseimbangan di dalam pengeluaran yang menimbulkan kekecewaan dan kecurigaan dari akar rumput. Pengaturan anggaran harus selalu mengedepankan kepentingan umum, yakni masyarakat desa.
Kedua, Perlu Kreatif Memanfaatkan Dana Desa
Salah satu sebab penyalahgunaan dana desa adalah karena kepala desa dan aparatnya tidak tahu mau buat apa untuk dana desa. Dana desa disediakan, tetapi pemimpin bingung dalam menemukan proyek yang bisa memanfaatkan dana desa dengan baik. Seperti terlihat "shock" dengan dana yang diberikan.
Jalan keluarnya, dananya didiamkan begitu saja di bank. Belum lagi, ketika dananya disimpan, dan kepala desa memanfaatkan secara sepihak bunga dari dana yang tersimpan. Â
Padahal, dana desa mesti dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan desa. Makanya, seorang kepala desa harus kreatif menemukan dan menciptakan proyek yang berguna untuk desa.
Kreatif di sini bukan berarti agar dana desa bisa dipakai dan kemudian diselewengkan. Kreatif berarti kemampuan seorang kepala desa melihat secara jeli kebutuhan desa dan masyarakatnya, yang bukan saja untuk jangka pendek tetapi jangka panjang.
Saya melihat bagaimana dana desa dimanfaatkan oleh desa di mana saya sementara tinggal di Filipina. Desa keterbatasan lampu jalan. Kepala desa pun membeli lampu jalan bertenaga solar.
Jalan-jalan desa diterangi tanpa biaya listrik karena lampu solar, dan dana desa bisa dimanfaatkan untuk kepentingan desa. Pada titik ini, kepala desa tak hanya tahu kebutuhan, tetapi kreatif dalam menemukan solusi yang tepat sasar.
Saat tidak adanya kreativitas dari kepala desa dan aparat, maka ada kecenderungan meng-copy paste apa yang dilakukan oleh aparat sebelumnya atau kepala desa di tempat lain. Jadinya, proyek yang itu-itu saja. Â
Tidak salah meniru apa yang dilakukan oleh orang lain kalau memang itu merupakan kebutuhan. Persoalannya, ketika apa yang dilakukan itu tak menjawabi kebutuhan masyarakat desa. Jadinya, proyek itu bisa mangkrak karena tak dimanfaatkan atau juga berakhir sia-sia.
Maka dari itu, kepala desa harus berlaku kreatif dalam memanfaatkan dana desa. Dana desa tak sekadar disimpan, tetapi mesti dimanfaatkan demi kebutuhan desa.
Kemajuan sebuah desa sangat juga bergantung pada kreativitas seorang kepala desa dalam melihat kebutuhan desa dan kemudian menyikapinya lewat pemanfaatan dana desa.
Ketiga, Punya Jiwa TransparansiÂ
Dana desa sebenarnya gampang dikontrol karena konteksnya begitu kecil. Salah satu cara mengontrol dana desa adalah lewat langkah transparansi keuangan yang dibuat oleh seorang kepala desa.
Laporan dana desa harus jelas bukan hanya bagi aparat desa, tetapi bagi masyarakat desa secara umum. Agar menjadi jelas, laporan tidak dibuat dengan format yang rumit. Cukup dibuat dengan format yang bisa dipahami oleh masyarakat pada umumnya.
Misalnya, berapa jumlah dana desa yang dimiliki. Lalu, berapa jumlah dana desa yang dimanfaatkan. Pada akhirnya, bendahara desa mengurangi dana yang dipakai dengan total dana desa yang dimiliki.
Agar lebih gampang, laporan dibuat per bulan agar pola pengontrolannya menjadi gampang. Kalau menunggu 6 bulan sekali atau setahun sekali, kesalahan lama sangat sulit untuk dikoreksi.
Transparansi menjadi kuat ketika ada bukti dari pemanfaatan anggaran. Karenanya, laporan pembelian (receipt) tak boleh dikesempingkan begitu saja. Mesti selalu tersimpang dengan baik.
Selain itu, transparansi juga menyangkut rasionalitas pemanfaatan dana. Dalam arti, dana yang dipakai sungguh-sungguh bermanfaat untuk kebutuhan desa.
Menjadi persoalan ketika dana yang dikeluarkan tak masuk akal. Misalnya, ketimpangan jumlah uang perjalanan aparat desa keluar desa lebih besar daripada anggaran untuk perawatan fasilitas desa. Ketimpangan ini bisa menjadi bahan kritik karena pengeluaran untuk hal yang tidak perlu lebih besar dari hal yang penting di dalam desa. Â
Menyikapi hal itu, aparat desa harus siap menerima kritik dari masyarakat. Kritik bisa membantu kepala desa dan aparatnya menyadari bagaimana dana desa mesti dimanfaatkan dengan baik. Pada dasarnya, aparat desa bukan pemegang tunggal dana desa, tetapi dana itu dikontrol oleh publik.
Menerima kritik juga adalah cara kepala desa berlaku transparan. Terbuka untuk melihat kelemahan dalam mengatur keuangan dan siap memperbaiki kelemahan itu.
Menjauhi dana desa dari praktik korupsi bukanlah suatu langkah yang mustahil. Yang paling penting adalah dari mentalitas pemimpin dan aparat desa dalam melihat dan menggunakan dana desa.
Sekurang-kurangnya, pemimpin itu tahu tentang pengolahan anggaran, kreatif, dan transparan dalam memanfaatkan dana desa. Caranya itu bergantung pada kejelian rakyat dalam memilih pemimpin yang bisa dijadikan kepala desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H