Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran dari Inggris dan Gareth Southgate walau Gagal Juara Euro 2020

12 Juli 2021   05:50 Diperbarui: 12 Juli 2021   06:10 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inggris gagal raih juara Euro 2020 di rumah sendiri setelah tunduk lewat adu penalti dengan Italia. Sumber foto: AFP/FACUNDO ARRIZABALAGA via Kompas.com

Inggris harus menerima kenyataan jika Italia mengangkat trofi Euro 2020 di rumah mereka. It is not coming home, but going to Rome, the capital city of Italy.

Demikian meme yang terlahir ketika Italia berhasil keluar sebagai juara Euro 2020. Kendati unggul di menit awal lewat Luke Shaw, Inggris gagal mempertahankan keunggulan atau pun menambah pundi-pundi gol.

Bonucci berhasil menyamakan kedudukan di babak kedua. Kedudukan yang sama ini memaksa kedua tim untuk melakukan adu penalti.

Inggris belum pernah merasakan aura adu penalti selama Euro 2020. Italia sudah merasakannya di semifinal. Paling tidak, pengalaman itu telah menguatkan mental Italia.

Benar saja, Italia beruntung memiliki Donnarumma. Kiper muda yang baru direkrut PSG ini tampil percaya diri di bawah mistar gawang.  

Italia juara Euro 2020. Inggris harus puas berada sebagai runner-up. Prestasi yang tidak terlalu buruk apabila menimbang perjalanan Inggri di turnamen Internasional.

Keberhasilan Inggris mencapai final sudah bisa diprediksi. Bukan kebetulan atau pun kejutan.

Kalau dirunut, perjalanan Inggris sampai final sudah tercium semenjak Piala Dunia 2018. Pada Piala Dunia 2018, Inggris masuk semifinal namun kandas di tangan Kroasia 1-2.

Kendati gagal di Piala Dunia, ada secercah harapan dari penampilan Inggris di bawah kendali Southgate. Inggris tidak gampang tunduk dan bisa berbicara banyak di turnamen Internasional.

Hasilnya makin menyata di Euro 2020. Inggris berhasil tembus final dengan penampilan yang cukup gemilang. Penampilan Inggris selama Euro menjadi pelajaran yang berharga. 

Permainan Inggris di bawah Gareth Southgate sudah berubah. Tak lagi menekankan kecepatan, tetapi kesolidan para pemain dalam menjaga posisi.

Tercatat hanya 2 gol yang bersarang ke gawang Inggris, 2 kali meraih hasil seri termasuk laga final, dan selebihnya kemenangan.

Penampilan positif Inggris selama turnamen Piala Eropa tak lepas dari sentuhan tangan Gareth Southgate. Gareth Southgate tidak saja berhasil memilih pemain yang tepat untuk bermain di Euro 2020, namun dia mampu menentramkan para pemain bintang di skuadnya.

Raheem Sterling yang anjlok bersama Manchester City pada musim lalu menjadi andalan Southgate hingga partai final. Kepercayaaan Southgate seolah merangsang Sterling untuk move on dari situasinya di Man City, dan terlahir kembali bersama timnas Inggris.

Belum lagi kesabaran Southgate mempertahankan Harry Kane di skuad. 3 laga berurutan, Kane mandul mencetak gol. Banyak pertanyaan yang mencuat karena ketegasan Southgate mempertahankan Kane.

Namun, Southgate bertahan pada Kane. Alhasil, Kane tiba-tiba meledak sejak 16 besar hingga partai final.

Belum lagi, upaya Southgate mengimbangkan relasi antara bangku cadangan dan pemain inti. Beberapa pemain seolah tak tergantikan. Beberapa di antaranya harus rela menjadi cadangan, pun tidak mendapata menit bermain.

Kendati demikian, para pemain tidak melontarkan kekecewaan secara terbuka. Ruang ganti terlihat aman dan tentram. Rupanya, para pemain menaruh respek pada seleksi pemain ala Southgate.

Situasi ini menunjukkan bahwa Southgate bukan sekadar pelatih yang membawa taktik ke kepala pemain, tetapi seorang pelatih berkarisma dalam menenangkan para pemain bintang di ruang ganti.

Keberhasilan Inggris masuk final Euro 2020 menunjukkan sisi kehebatan Southgate. Dari tahun ke tahun dan di setiap turnamen internasional, Inggris selalu mempunyai banyak pemain bintang dari beberapa klub di Eropa. Kendati demikian, para pemain bintang itu gagal bersinar saat berseragam timnas.

Tak berbeda jauh di masa-masa sebelumnya, Southgate juga bertabur bintang. Kendati demikian, Southgate tidak tunduk pada popularitas dan kebintangan pemain.

Siapa yang bermain bagus, pemain itu yang diturunkan. Selain itu, harus rela duduk di bangku cadangan dan menanti instruksi pelatih untuk menjadi pemain pengganti.

Contohnya, Henderson, pemain Liverpool. Awal Euro 2020, Henderson tidak tampil karena faktor cedera. Kalvin Phillips dan Rice dinobatkan sebagai gelandang bertahan. Hasilnya cukup memuaskan, dan seolah membuat Inggris tak kehilangan Henderson.

Saat Henderson pulih, dia harus bermain dari bangku candangan. Phillips dan Rice tetap bertahan di posisi yang sama.

Sama halnya dengan nasib Jadon Sancho, Grealish, dan Rashford yang masih kalah pamor dengan Mason Mount, Bukayo Saka, dan Phil Foden.

Pendeknya, Southgate memilih pemain secara tepat. Ketetapan bukan karena faktor popularitas semata, tetapi kualitas individu yang dimiliki oleh pamain.

Dengan ini, Southgate merupakan orang yang tepat dalam melatih timnas Inggris yang bertabur bintang. Dengan kehdarian Southgate, Inggris berhasil menjadi pasukan yang tidak menonjolkan kualitas individu, tetapi tim yang sungguh-sungguh bermain sebagai tim.

Juga, Southgate memberikan pelajaran berharga bagi penampilan Inggris. Kegagalan di Euro 2020 bukanlah akhir.

Piala Dunia 2022 bisa menjadi ajang untuk menguji kembali kualitas yang ada. Terlebih lagi, sebagian besar para pemain yang bermain untuk timnas rata-rata anak muda.

Selama untuk Inggris

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun