Tanpa ragu bergandengan tangan di tempat publik. Tidak peduli dengan apa yang diperbincangkan oleh orang-orang.
Keluargaku ikut merasa aneh. Janggal. Tidak terima pada pilihanku. Berkali-kali mereka merayuku untuk berkenalan dengan seorang pria. Namun, rencana itu selalu gagal. Rasaku pada seorang pria sudah beku.
Malahan, saya lebih tertarik padanya. Teman perempuan. Seorang perempuan yang bisa memahami situasiku.
Saya pun bingung mengapa dia seperti itu. Ternyata, kisahnya lebih menyakitkan.
Ayahnya pergi dari rumah mereka hingga ibunya harus banting tulang. Jadi tulang punggung keluarga. Pergi dari bar demi bar.
Tidak tega dengan pekerjaan ibunya itu, dia pun berjanji untuk tidak mengambil langkah yang sama dengan ibunya. Tidak mau menikah dengan seorang pria. Hatinya juga sudah beku untuk menerima seorang pria.
Walau demikian, kosa kata ayah kerap menghantui pikiran. Sangat sulit terhapus. Ternyata, relasiku dengan dirinya sulit menghapus dirinya dari kehidupanku. Sosok itu tetap saja menghantui hari demi hariku. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H