Mohon tunggu...
Donsianus Rondo
Donsianus Rondo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Filsasfat

Pecinta Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mencintai Lingkungan Hidup dari Antroposentrisme Menuju Bioregionalisme

29 Juni 2021   21:34 Diperbarui: 29 Juni 2021   21:54 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situasi alam semesta yang semakin hari didegredasi oleh manusia. Paus Fransiskus melalui ensiklik Laudato Si mengingatkan agar manusia berbenah diri dan menyadari bahwa pentingnya menjaga, merawat lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup pada umumnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu peristiwa alam dan ulah manusia yang tidak bertanggungjawab.  Namun sebagian masalah kerusakan alam lingkungan disebabkan oleh ulah manusia yang tidak ramah lingkungan dan egoistik narsistik. Krisis lingkungan hidup adalah suatu masalah besar yang harus dan segera diatasi.

Ekologi dalam kungkungan egologi

Penyebab kerusakan lingkungan hidup secara umum bisa dikategorikan dalam dua faktor yaitu ulah alam (letusan gunung, banjir angin puting beliung, dll) dan ulah manusia. Namun bila ditelisik lebih dalam bahwa sesungguhnya kerusakan alam disebabkan oleh ulah manusia. Manusia membuang sampa tidak pada tempatnya menyebabkan banjir, penebangan hutan liar mengakibatkan longsor, dll. Kerusakan alam yang terjadi secara sistematis, continue, dan cenderung eksklusif menyebabkan alam mengalami ketidakseimbangan jaringan ekosistem. Kerusakan alam baik secara global maupun nasional sebenarnya terjadi karena ulah manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap alam.

Demi uang, manusia tega merusak, menghancurkan keharmonisan alam. Krisis lingkungan hidup sesungguhnya ada hubungan antara krisis moral dan sikap. Manusia demi memenuhi keinginan yang egoistik alam dikorbankan. Sentralitas 'aku' atau aku itu segalanya tanpa peduli dengan lingkungan hidup, kepenntingan publik, kebaikan bersama dan kebaikan generasi yang akan datang adalah akar terdalam dari pengrusakan alam lingkungan hidup natural dan lingkungan hidup sosial. 

Egologi telah merasuk dan mendominasi prilaku manusia dan menghancurkan keharmonian ekologi. Egologi dengan semboyan ke-'akuan' yaitu setiap orang boleh melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat, keuntungan dan kenikmatan kepada diri sendiri tanpa harus berjerih-lelah untuk mempertimbangkan kebaikan orang lain dan alam sekitar.  Prinsip egologi adalah kenikmatan dan kesejahteraan diri sendiri adalah hal yang harus diutamakan dengan mengabaikan nilai yang lain, dan perbuatan dipandang buruk bila tidak mendatangkan kesejahteraan atau kenikmatan pribadi.

Mengubah paradigma; dari Antropomorfisme menuju Bioregionalisme

Masalah ekologis bukan saja merupakan akibat dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, tetapi juga disebabkan oleh ketidatahuan arah peradaban manusia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Jadran Mimica, bahwa krisis ekologi disebabkan oleh rendahnya pengetahuan manusia tentang dirinya dan alam lingkungan. 

Cara pandang manusia yang bersifat mekanistik-reduksionis dan antropomorfis beserta sistem nilai yang mendasarinya telah turut menciptakan ketidakseimbangan dalam pikiran manusia, dalam nilai dan sikap budaya, dan dalam struktur sosial dan politik. Cara pandang yang menekankan manusia sebagai subjek tunggal dan yang unggul dihadapan ada yang lain telah mengantar manusia untuk bertindak sebagaimana yang 'aku' inginkan. Paradigma antropomorfisme telah melahirkan perilaku eksploitatif eksesif yang mmerusak alam sebagai komoditas ekonomi dan alat pemuas kebutuhan manusia. Penekanan pada cara pandang bahwa alam dilihat sebagai objek dan manusia sebagai subjek telah membuka peluang manusia untuk betindak amoral terhadap lingkungan. 

Sikap manusia yang disebut Jadran Mimica sebagai 'kekerasan ontologis' telah mengantar manusia pada taraf penghakiman atas alam dengan mendominasi sikap hidup yang egoistik. Manusia gagal mengenal identitasnya sebagai makhluk ekologis. Alam lingkungan hanya dilihat sebagai objek pemenuhan kebutuhan ekonomi, yang terus bergairah demi pemuasan nafsu hedonistik, narsistik. 

Manusia lupa bahwa eksistensinya mendapat afirmasi penuh justru karena alam. Alam yang telah menyediakan segala sesuatu (tanah, air, udara, makanan, dll) agar manusia bisa hidup dan tetap eksis. Berhadapan dengan krisis paradigma ini, penulis menganjurkan suatu ajaran atau paradigma baru yaitu menuju masyarakat yang berkelanjutan, masyarakat yang secara ekonomi sejahtera tetapi sekaligus secara ekologis ramah dan harmonis dengan alam sebagai sistem kehidupan.

Bioregionalisme; Masyarakat Berkelanjutan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun