"Cik Gong, aku wes tahu, habis ini mau lanjut kuliah apa dan dimana," kata gue dengan penuh semangat, menghampiri Cik Gong yang sedang asyik mendengarkan suara burung peliharaannya di halaman belakang.
"Emang kamu mau kuliah apa?" tanya Cik Gong dengan seadanya, sambil menatap ke arah kandang burung yang ada di atasnya.
"Aku mau kuliah di Jakarta dan ambil jurusan Ilmu Komunikasi," jawab gue lagi, masih dengan penuh rasa semangat.
"Opo iku Ilmu Komunikasi?" tanya Cik Gong lagi, sambil memasang raut wajah bingung.
"Itu loh, kuliah yang nanti kalau lulus, bisa kerja di Stasiun TV atau Radio, gitu,"
"Hmm, gimana yak, aku bingung mau ngomongnya,"
"Bingung kenapa Cik Gong?"
"Gini loh, sebenarnya aku gak masalah kamu mau kuliah apa aja. Toh kamu sudah gede dan bisa nentuin pilihanmu sendiri, tapi masalahnya ada di sodara mu yang di Jakarta,"
"Emang kenapa?"
"Mereka pasti gak akan setuju, Don. Karena, mereka dari awal pingin kamu itu lanjut kuliah, tapi ambil jurusan Akuntansi atau Manajemen."
Ibarat lagi pedekate sama cewek dan sudah dekat banget, tapi pas mau nembak, eh dia mendadak bilang, “Maaf ya, aku gabisa, aku mau fokus sekolah dulu.” Itu namanya, kampret! Seperti itulah, kekesalan gue saat harus disuruh memilih jurusan yang gak gue inginkan. Jujur gue merasa kecewa dan merasa ini gak adil buat gue. Mungkin terkesan egois, tapi gue juga punya hak, untuk bermimpi dan memilih jalan hidup gue sendiri. Bisa saja, gue turuti semua keinginan keluarga gue, tapi maaf, gue belum siap untuk menjadi Zombie. Ya, gue belum siap, kalau harus hidup dalam iming-iming gaji besar, namun semua harus gue jalani dengan perasaan kosong dan tanpa ada hati. Kenapa? Karena, gue sangat percaya, segala sesuatu yang dijalankan dengan setengah hati, pasti hasilnya akan setengah hati pula.