Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan sistem Zonasi pada proses Proses Penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Dasar aturan sistem zonasi ini adalah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 51 tahun 2018, di dalam mana sekolah wajib menerima calon peserta didik dengan kuota paling sedikit 90% berdomisili radius zona terdekat dari jarak rumah ke sekolah.
Kebijakan semacam ini adalah keliru. Mengepa demikian? Sebab hal ini tentu membatasi hak anak atau wali murid untuk memperoleh pendidikan atau menyekolahkan anaknya di sekolah sesuai dengan kemampuan atau keinginan mereka.
Sesungguhnya apa yang dicari dengan sistem Zonasi ini?
Menurut penjelasan Mendikbud, bahwa kebijakan zonasi ini untuk membenahi standar nasional pendidikan.
Pertanyaannya adalah, dimana korelasi antara membenahi standar nasional pendidikan dengan membatasi anak untuk memperoleh pendidikan pada sekolah yang diinginkannya?
Ini pertanyaan mendasar, sebab apakah dengan membatasi hak anak, lalu bisa meningkatkan standar mutu pendidikan nasional? Tentu saja tidak, bahkan tak ada korelasinya, bukan?
Keberadaan Sekolah Favorit
Substansi masalahnya adalah bahwa pemerintah sesungguhnya ingin mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan pada seluruh sekolah secara nasional. Bahkan fenomena Sekolah Favorit dianggap sebagai indikasi bahwa terdapat kesenjangan mutu dan persaingan antar sekolah.
Tergantung dari sudut mana cara pandangnya. Jika keberadaan sekolah favorit di sebuah kota dianggap sebagai sumber masalah terkait standarisasi mutu pendidikan, maka hal ini adalah cara pandang yang keliru.
Bagaimana tidak? Apakah dengan sistem zonasi maka tak akan ada lagi Sekolah Favorit? Tentu sata Sekolah Favotir tetap ada. Sebab Sekolah Favorit adalah representasi dari minat para wali murid untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah tertentu.
Mereka tentu ingin memperoleh sekolah terbaik bagi anak-anak mereka, Dan bagi orang tua yang anaknya berprestasi, tentu tujuan mereka mengarah pada Sekolah-sekolah yang memiliki standar (Passing Grade) tertinggi alias sekolah favorit, meski dengan sistem Zonasi sekalipun.
Jadi, dengan demikian, keberadaan sekolah favorit sama sekali tak ada kaitannya dengan upaya pemerataan standar dan kualitas sekolah.
Standarisasi Mutu Sekolah
Hal yang sangat tidak masuk akal jika ingin memperbaiki standar mutu Sekolah secara nasional dalam waktu singkat. Mengapa demikian? Jangankan secara nasional, membangun standarisasi mutu Sekolah secara regionalpun juga tak semudah membalikkan telapak tangan.
Sebagai contoh adalah sekolah-sekolah yang berada di wilayah DKI Jakarta. Meski berada di pusat pemerintahan sekalipun, namun mutu masing-masing sekolah belum ada standarisasinya. Jika di Jakarta saja belum ditetapkan standar mutu sekolah, lalu bagaimana yang di daerah?
Sistem Zonasi Ibarat Menanam Bonsai
Menurut anda, apakah adil jika semua siswa dibatasi keinginannya untuk memperoleh pendidikan terbaik? Apakah dikatakan adil jika semua siswa harus masuk pada sebuah sekolah tanpa mempedulikan nilai akanemis dan prestasinya?
Keadilan dalam pendidikan itu adalah bukan semata-mata semua anak hanya sekadar bisa masuk sekolah, namun bagi yang berprestasi, juga harus bisa menempati sekolah terbaik agar prestasinya dapat lebih ditingkatkan.
Jika semua anak berprestasi tidak diprioritaskan, dan hanya sebatas bisa masuk ke sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya saja, lalu bagaimana mereka bisa melajutkan prestasinya lebih lanjut? Bukankah hal ini justru ibarat menanam bonsai? Agar tanaman tak bisa tumbuh besar, maka ditempatkan pada pot yang kecil saja? Apakah demikian tujuannya?
Memperbaiki kualitas pendidikan
Kira-kira Apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam angka untuk memperbaiki standar mutu sekolah?
Kebijakan sistem Zonasi pada PPDB terlalu prematur untuk dilaksanakan pada saat ini. Mengapa demikian? Sebab pemerintah belum memastikan standar mutu sekolah. Apakah semua sekolah sudah memenuhi standar mutu pendidikan yang ditetapkan? Jika semua sekolah memang sudah memenuhi standar (minimal secara regional) maka kebijakan Zonasi bisa saja diterapkan.
Jika pemerintah belum menetapkan standar mutu sekolah, maka jangan harap kebijakan Zonasi dapat menjadi solusi untuk memperbaiki standar mutu pendidikan secara nasional.
Menentukan Standar Mutu Sekolah
Pemerintah harus membuat kajian untuk menentukan aturan Standar mutu bagi seluruh sekolah di Indonesia. Kriteria apa saya yang bisa digunakan sebagai alat ukur?
1.Bangunan fisik dan fasilitas ruangan
Yang pertama tentu adalah bangunan fisik, sarana dan prasarana di masing-masing sekolah. Data luas area sekolah, jumlah ruang kelas, luas halaman, hall, ruang olah raga, ruang laboratorium dlsb harus di inventarisir. Hal ini sangat penting untuk menentukan Kategori sekolah.
2. Personalia
Jumlah guru, staf dan semua siswa yang ada di sebuah sekolah juga merupakan faktor penting untuk menentukan Sekolah tersebut masuk pada kategori yang mana.
3. Kualitas Guru (tenaga pendidik)
Sangatlah penting untuk mendata kualitas tenaga pengajar di suatu Sekolah. Berapa jumlah guru yang memiliki latar belakang pendidikan setara S1, S2 atau bahkan S3.
Sejauh mana Intensitas pelatihan bagi para tenaga pengajar yang telah dilaksanakan. Adakah program pelatihan atau pendidikan lebih lanjut (bea siswa) untuk para guru untuk meningkatkan kemampuan teknis dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar?
4. Kualitas lulusan
Hal penting lainnya adalah data para siswa yang telah lulus dan berhasil masuk ke sekolah lanjutan juga perlu di pertimbangkan. Semakin banyak alumni yang berhasil masuk ke sekolah Favorit, maka semakin bagus mutu sekolah tersebut.
Tak hanya bagi sekolah Negeri saja, namun juga untuk sekolah swasta wajib menyampaikan laporan data perihal ini. Dengan demikian, maka pemerintah dapat memantau sejauh mana kemampuan sebuah sekolah dalam mencetak lulusan siswa yang berprestasi
5. Passing Grade
Nilai minimal bagi calon siswa pada proses seleksi masuk sekolah (Passing Grade) adalah faktor yang sangat penting sebagai tolok ukur mutu sekolah.
Kesemuanya itu adalah parameter yang bisa digunakan untuk membangun sebuah standar mutu sekolah. Jika hal ini sudah dilaksanakan, maka pemerintah dengan mudah mendeteksi sekolah mana saja yang masih tertinggal mutunya.
Dengan demikian, pemerintah harus lebih fokus pada sekolah-sekolah yang belum mampu memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Pemerintah wajib memberikan pembinaan kepada sekolah-sekolah yang tertinggal mutunya tersebut antara lain dengan memberikan bantuan dana untuk pembangunan fisik dan penyediaan fasilitas pendidikan lainnya, menambah jumlah guru atau menempatkan guru-guru yang memiliki kompetensi kepada sekolah tersebut sebagai agen perubahan dalam upaya meningkatkan mutu sekolah ybs.
Selain itu juga bisa dilakukan sistem rotasi Kepala Sekolah dan guru antar sekolah, sebagai cara untuk mempercepat terwujudnya standar mutu sekolah sebagaimana yang diinginkan.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan terhadap artikel ini, bahwa untuk memperbaiki standar mutu sekolah, bukan dengan cara membatasi hak anak untuk masuk ke sekolah manapun yang diinginkan dengan sistem Zonasi, namun yang bisa dilakukan adalah dengan memperbaiki mutu sekolah agar sesuai dengan standar mutu yanh ditetapkan.
Demikian semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H