Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - SEO Specialist

Sekadar berbagi cerita..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyebarkan Rekaman Pribadi, Maroef Sjamsuddin Diduga Melanggar Hukum

6 Desember 2015   20:33 Diperbarui: 28 Maret 2016   15:42 2796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari hasil sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), diperoleh fakta yang mengejutkan sehubungan dengan jawaban Maroef Sjamsuddin (MS), ketika ditanya perihal perbuatannya merekam pembicaraan pribadi antara dirinya dengan Setya Novanto (SS) dan Muhammad Rizal Cholid (MR).

Menurut MS, merekam pembicaraan adalah sama halnya dengan mencatat. Sebagai mantan Wakil Ketua BIN, MS seharusnya dapat membedakan antara merekam dan mencatat. Sebab hasil rekaman adalah salah satu bukti otentik yang langsung bisa diajukan dan dipergunakan dalam persidangan untuk pembuktian secara hukum. Sedangkan catatan pembicaraan atau notulen, hanya dapat digunakan sebagai alat bukti otentik apabila telah di tandatangani oleh para pihak yang melakukan pembicaraan di atas materai atau telah di lakukan nazegelen di Kantor Pos. Jadi disini sangatlah jelas adanya perbedaan antara rekaman audio dengan catatan atau surat pernyataan.

Dalam kasus perekaman pembicaraan antara MS, SS dan MR telah dinyatakan oleh MS di depan sidang MKD bahwa perbuatan merekam pembicaraan adalah atas inisiatifnya sendiri dan tanpa sepengetahuan dari SS maupun MR.

Ketika rekaman tersebut ditunjukkan kepada pihak lain oleh MS yaitu kepada Sudirman Said (Men ESM), maka disini MS nyata-nyata telah melanggar hukum, yaitu tidak dapat menjaga hak privasi dari orang lain atau dengan kata lain tak dapat menjaga rahasia.

Terlepas dari apa yang dibicarakan dan sebelum terjadi hiruk pikuk dan kesimpangsiuran yang terjadi saat ini atas beredarnya rekaman tersebut, sesungguhnya MS telah lebih dahulu melanggar hukum.

Aspek Hukum Merekam Pembicaraan secara diam-diam

Setiap orang termasuk para pejabat tentu memiliki hak untuk melakukan aktifitas pribadi dan orang lain tidak boleh mencampuri apalagi sampai menyebarkan kepada orang lain atau bahkan mempublikasikannya. Negara melindungi setiap orang untuk melakukan aktifitas pribadi dan bagi siapapun yang mempublikasikan aktiftas pribadi dari seseorang tanpa izin adalah salah satu bentuk pelanggaran hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK khususnya pasal 26 dan pasal 31 sbb :

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. 9

(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Nah, mari kita kupas lebih dalam sejauh mana MR telah melanggar ketentuan pada pasal tersebut.

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa kehadiran SS bersama MR yang mengundang MS untuk melakukan pembicaraan adalah bersifat informal dan bukan sesuai kapasitasnya sebagai pejabat negara atau dhi Ketua DPR. Demikian juga dengan MS yang juga mewakili dirinya sebagai pribadi dan bukanlah sebagai Pres Dir PT Freeport.

Mengapa? Sebab mereka melakukan pertemuan secara tertutup atau di luar kedinasan di tempat tertentu.  Jadi saya berani menyimpulkan pertemuan mereka itu adalah sebatas perbuatan antar pribadi saja dan bersifat rahasia. Kalaupun mereka membicarakan masalah yang menyangkut kedinasan yaitu terkait dengan jabatan SS sebagai Ketua DPR dan MS sebagai Pres Dir PTFI, maka sebagai seorang mantan prajurit TNI AU berpangkat Marsekal Muda yang menjujung tinggi sportifitas, maka MS seharusnya menyimpan isi pembicaraan tersebut tentu sebatas untuk kepentingan pribadi atau biasa disebut 'gentlement agreement' diantara mereka.

Manakala hal-hal yang dibicarakan secara pribadi tersebut di catat atau direkam, tentu juga  harus sesuai persetujuan dari semua pihak yang terlibat langsung di dalam perbincangan tersebut.

Tapi apa yang dilakukan oleh MS yaitu merekam secara diam-diam dan kemudian menyampaikan rekaman itu kepada pihak lain tanpa persetujuan para pihak yang terlibat, tentu hal ini dapat saya katakan sebagai sebuah tindakan pengecut atau bisa juga dianggap sebagai pengkhianatan terhadap komitmen pribadi.

Saya bukan ingin membela siapapun dalam kasus ini. Menurut saya, Setya Novanto sebagai anggota Legislatif juga telah melakukan kesalahan fatal, yaitu ikut campur pada persoalan diluar tugasnya yaitu seperti seorang calo (atau diperhalus menjadi negosiator) terhadap urusan yang semsetinya berada di dalam wilayah tugas kerja eksekutif dhi. Kementerian ESDM. Namun disisi lain, MS dalam kasus tersebut seolah ingin mencari keuntungan sendiri tanpa mempedulikan hak-hak orang lain dhi, SS dan MR.

Mengapa?

Ketika MS diundang oleh SS dan MR untuk bertemu, kira-kira apa yang ada dibenak MS? Tentulah MS telah menyadari sepenuhnya bahwa mereka juga akan membicarakan masalah kontrak karya PTFI yang nota bene tinggal 5-6 tahun lagi akan berakhir. Bila MS benar-benar konsisten bahwa ini adalah menyangkut kepentingan nasional, mengapa MS bersedia datang pada pertemuan tertutup dan bahkan lebih jauh membicarakan hal-hal terkait PTFI secara informal? Bukankah hal ini juga menjadi indikasi bahwa sesungguhnya MS juga sedang mencari celah untuk masuk melalui pertemuan informal dengan SS sebagai anggota Legislatif demi kepentingan bisnis PTFI?

Lalu mengapa MS punya niat untuk membawa alat perekam pembicaraan, dan dengan sengaja merekam pembicaraan, sedangkan seharusnya MS bisa menghormati hak-hak pribadi orang lain?

Ataukah MS memang punya niat akan tampil sebagai pahlawan dengan cara menggunakan cara-cara yang melanggar etika dan hukum?

Disini saya katakan bahwa MS sebagai mantan prajurit TNI ternyata tidak menunjukkan sifat satria atau kalau boleh saya katakan MS hanyalah seorang pengecut semata. Seorang mantan Perwira Tinggi TNI harus berani menghadapi semua persoalan secara fair dan tetap berjalan diatas aturan dan hukum.

Bila memang MS memiliki integritas yang tinggi dan membela kepentingan Negara, maka MS seharusnya mengikuti aturan hukum yang berlaku. Bila MS memang mengendus adanya indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh SS, mengapa tidak langsung melaporkannya kepada pihak Kepolisian atau KPK yaitu dengan meminta ijin untuk merekam pembicaraannya dengan SS dan MR?

Apa yang dilakukan MS dalam hal ini adalah bermaksud ingin mengungkap sebuah pelanggaran etika tapi dengan cara yang melanggar hukum. Bobot kesalahannya mungkin justru malah lebih berat pada apa yang dilakukan MS daripada SS.

Fenomena perekaman pembicaraan pribadi secara diam-diam ini apabila dibiarkan saja, maka nantinya akan ditiru oleh semua orang dan dianggap itu adalah hal yang sah atau legal. Padahal kegiatan merekam pembicaraan secara diam-diam atau tanpa sepengetahuan pihak yang direkam pembicaraannya adalah melanggar hukum. Aktifitas penyadapan atau intersepsi, hanya boleh dilakukan oleh pihak tertentu atas izin dari pihak Kepolisian atau Pengadilan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang.

Apa yang dapat saya simpulkan melalui artikel ini adalah bahwa Maroef Syamsuddin (MS) boleh saja punya niat yang baik demi membela kepentingan negara yaitu ingin membongkar adanya upaya konspirasi yang dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto, namun pada saat yang sama, MS sendiri telah melakukan pelanggaran hukum. Pihak SS dan MR tentunya juga dilindungi oleh Undang-Undang terkait pelanggaran hak pribadi yang telah dilakukan oleh MS tersebut. Besar kemungkinan SS dan MS akan melakukan gugatan hukum kepada MS.

Dan pada akhir cerita nanti, tentu akan ada sebuah pepatah yang akan berwujud nyata yaitu, "Menang jadi arang, kalah jadi abu.." atau orang jawa bilang, "Menang ora kondang, kalah ngisin-isini..

Salam

@donibastian

sumber gambar : kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun