Mohon tunggu...
Doni Febriando
Doni Febriando Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Newbie

Hanya seseorang yang biasa-biasa saja tapi telah menemukan kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Saat Radio Menjadi Alat Komunikasi Pembangunan

6 Maret 2018   06:05 Diperbarui: 6 Maret 2018   15:01 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Tribunnews.com

Demikianlah uraian singkat peran radio di pentas politik Indonesia, terutamanya sebelum kemerdekaan. Saya memang sengaja tidak mengambil sistem penanggalan, apalagi periodesasi perkembangan teknologi radio di Indonesia.

Ya, saya mengambil sudut pengaruh radio dari jejak-jejak politik Bung Karno saat Jepang mendarat di Indonesia. Jika kita mau melihat lebih jelas, kita akan mendapati suatu fakta. Radio sangat vital bagi Bangsa Indonesia.

Sedikit analisis dari saya, kendala utamanya, hanya karena bangsa kita sudah mabuk aneka acara media yang lebih bersifat hiburan. Sedikit memakai nalar saja terjawab sudah maksud saya tadi. Bayangkan, Indonesia dibawah penjajahan Jepang saja bisa merdeka (yang tak terlepas dari bantuan radio), apalagi sekarang kita sudah merdeka.

Apakah aneh bila memilih radio? Tidak salah memang. Masyarakat dunia secara umum kini sudah memasuki apa yang disebut Everett M. Rogers sebagai "Information Society". Dalam perspektif komunikasi, disiplin keilmuan dikategorikan sebagai pesan (message) yang menjadi tujuan kontak antar individu.

"Pesan" ini dimediasi oleh "kanal" (channel) atau media yang mengantarainya. Dalam pemetaan sederhana semacam ini, budaya keilmuan yang dimiliki dunia pesantren, sebagaimana jenis-jenis ilmu lainnya, tengah dihadapkan pada "media" baru berupa perangkat teknologi komunikasi yang tingkat perkembangannya sangat cepat.

 Namun alangkah baiknya bila Bangsa Indonesia memahami maksud Walter J. Ong. Beliau menyebutkan bahwa setelah menyingkirkan budaya lisan, budaya teks pun perlahan akan disusutkan oleh "budaya paska tipografi", dimana arus data digerakkan dalam bentuk elektronik.

Budaya teks dengan representasi simboliknya berupa tinta, kertas, dan mesin cetak tentu saja tidak akan begitu saja hilang. Sejarah menunjukkan bahwa penemuan baru sebuah teknologi media tidak sepenuhnya memusnahkan unsur-unsur bawaan teknologi lama. Artinya, dalam "budaya paska tipografi" tidak seluruh unsur yang terkandung dalam "budaya lisan" dan "budaya teks" hilang begitu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun