Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengelo Pukek di Pasar Bengkulu

21 September 2018   14:43 Diperbarui: 21 September 2018   18:53 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Bengkulu  berada di pesisir  Sumatera yang berhadapan  langsung dengan Samudra Hindia.  Bencoolen  atau Bengkulu  sudah menjadi  target  perjalanan bangsa-bangsa Eropa  sejak abad ke - 16.  Thomas Stamford Raffles adalah Gubernur  Bencoolen yang paling terkenal.

Karena besar di kota ini, saya lumayan  hapal tempat-tempat  menarik yang  belum dimuat dalam  peta wisata Bengkulu. Sambil  mengunjungi teman-teman lama,   berkeliling  melihat-lihat  apa yang baru di kota ini.

Perkembangan Kota Bengkulu, bermula dari perkampungan nelayan di muara  Sungai  Serut, dulu  orang menyebutnya Muaro Bengkulu.

Akses jalan menyusuri pantai, disudah  sangat  lancar. Sekitar 30 menit , menempuh kurang lebih 10 Km bermotor  dari  muara Kuala  Alam di ujung  paling  selatan Pantai Panjang  sampai ke muara di Pasar Bengkulu  di utara .

 Keramaian  pusat rekreasi  di tepian pantai , barisan  Cemara   Jarum ,  lapak penjual ikan ,segala rupa jajanan  dan  jaring - jaring ikan  yang bergantungan  menjadi pemandangan  di sepanjang  jalan.

Keberadaan Sungai serut dan perkampungan nelayan di Muara  Bengkulu,   sudah  tercatat dalam sejarah. Kerajaan  Sungai Serut ,disebut  menguasai pesisir  sampai ke pedalaman  di Utara Bengkulu.

pasar-bengkulu-5ba4da99677ffb4ed236c2f2.jpg
pasar-bengkulu-5ba4da99677ffb4ed236c2f2.jpg
Nama Pasar  Bengkulu, nampaknya  bermula dari kebiasaan  etnis Melayu menyebut  pusat perdagangan (kota)  dengan  awalan  pasar . Ramainya  perniagaan  di sungai dan laut , membuat muara  Sungai Serut mendapat  julukan Pasar  Bengkulu.

Sekarang  tak banyak  lagi, yang mengenal nama  Sungai Serut.  Orang-orang   sekedar  menyebutnya Muaro atau Sungai  di Pasar Bengkulu  saja.

Sungai serut  , terlihat  tenang  dan cantik jadi spot foto yang  menarik.  Dari  atas jembatan Sungai Serut   yang menghubungkan  Kampung  Kelawi  dan  Pasar  Bengkulu,  kita bisa  melihat kegiatan  dikedua  sisi sungai.  Ladang  dan  rumah produksi  kapal sekala kecil.

Beberapa tahun yang lalu, di  muara  sungai  ini  ramai penduduk yang  manambang batu bara. Mengumpulkan  baru bara,  yang  terbuang  bersama limbah  tambang yang  dibawa arus Sungai Serut. Lebih kurang sama dengan  cara menambang  pasir  tradisional,  bedanya mereka mengunakan keranjang  berlubang  untuk mengumpulkan batu bara yang  berbaur dengan air dan batu.

Kegiatan ini  lumayan menghasilkan uang , tetapi  dampaknya pada  ekosistem sungai amat luar biasa merusak. Menambang  batu bara di muara  sekarang dilarang, karena  protes dari komunitas nelayan  dan masyarakat  daerah  aliran Sungai Serut.

Dilarang  bukan berarti berhenti, saya lihat sendiri sekarang  mereka memakai  pipa, selang besar dan mesin  untuk meyedot  batu bara  dari dalam air. 

Meninggalkan para penambang batu bara di muara Kampung kelawi , yang terlihat bahagia dan no problemo. Putar balik ke seberang Sungai Serut,  bagian Pasar Bengkulu.

Para Pembuat Kapal

tugu-perjuangan-5ba4d816bde575247c1c81d5.jpg
tugu-perjuangan-5ba4d816bde575247c1c81d5.jpg
Di depan lapangan kecil Tugu Perjuangan Rakyat Bengkulu, kayu-kayu   sedang dijemur.  Beberapa pekerja sedang sibuk diantara  rangka-rangka kapal.

Pekerja galangan, awalnya agak sedikit  kaget  melihat  emak-emak  yang " sok akrab sok kenal sok dekat " (SKSD) mampir ke bengkel kerja mereka .

Beruntung hari itu  bertemu  Zainal (30),  yang komunikatif  dan informatif. Lelaki itu, sedang  menyisipkan  benang,  menutup celah diantara  papan-papan  agar kapal kedap air.

 Benang yang digunakan, mirip  sumbu kompor minyak. Untuk kapal ukuran lebar 4 meter dan panjang 20 meter, diperlukan 80 kg benang.  Perlu waktu  satu minggu, untuk  menyisipkan benang dikedua belah sisi kapal.

Mengira  mereka mungkin belum pernah mendengar, istilah  blogger. Sedang cari bahan tulisan,  adalah jawaban  dari pertanyaan untuk apa saya  bertanya-tanya.

Tentu saja kami ngobrol dengan  dalam bahasa Bengkulu, kalau  mengunakan bahasa Indonesia  bisa-bisa saya dibully.  Belasan tahun  disini, membat saya  lancar  bicara bahasa  Bengkulu.  Lengkap dengan cara menyebut  huruf  R  seperti r logat Prancis ,   dan  E  seperti  pada kata sate. 

kapal-kompilasi-5ba49bf6bde5750af41e3362.jpg
kapal-kompilasi-5ba49bf6bde5750af41e3362.jpg
Pengrajin kapal di Muara Bengkulu ini, hanya mengerjakan dua  jenis kapal yaitu Kapal Bagan dan Kapal Cadik.

Kapal bagan dengan lebar  4-6 meter dengan panjang 20 meter dikerjakan 3-5 orang dalam waktu  sekitar 4 bulan. Sementara perahu  Cadik, dengan  tambahan bilah-bilah kayu dikedua sisi luar kapal dapat diselesaikan antara 1-2 bulan saja.

Melihat ukurannya, kapal-kapal ini nampaknya bukan kapal antar pulau atau antar benua.  Digunakan untuk,  pelayaran pendek dan nelayan lokal.

Pengrajin ini, bekerja membuat kapal  berdasarkan pesanan saja. Dalam satu tahun, paling banyak mereka bisa membuat 3-4 kapal bagan saja. Kata  Zainal, upah membuat kapal lumayanlah untuk menyambung hidup. Bila tak ada pesanan, mereka  mencari nafkah dengan melaut sebagai nelayan , tukang bangunan, berkebun.

Zainal  menghentikan pekerjaanya , ini jam istirahat tengah hari.  Para pekerja pulang , untuk  makan siang ke rumah mereka  yang tak jauh dari  sana.

Mengelo Pukek Di Pasar Bengkulu

edison-2-5ba4da96c112fe0ed13d8a45.jpg
edison-2-5ba4da96c112fe0ed13d8a45.jpg
Dalam perjalan  pulang, bertemu   lelaki  paruhbaya duduk di bawah Pohon Waru.  Ia sedang memperbaiki jaringnya di pedisterian pantai Malabero .  Mampir sebentar, sambil berteduh   kenalan dengan  Edison  nelayan Pantai Malabero.

Dari kejauhan ,  barisan  prahu-perahu cadik  diayun gelombang. Pak Edison, sekarang sudah jarang melaut. Dilarang istri dan anak-anaknya,  karena  faktor umur. Meski terlihat sehat walafiat,  Oktober  2018  nanti  ia  akan berumur 70 tahun.

Sekarang  bapak 4 anak ini,  mengisi hari-harinya   dengan membuat  atau memperbaiki  pukat/jaring Dalam logat Bengkulu,  pukat disebut pukek

Tangan-tanganya  Pak Edison  terampil  sekali, menyelipkan dan  menarik  Cuban ( jarum jaring)   diantara simpul-simpul senar plastik. Cuba , plastik  runcing dengan kaitan  tempat mengulung  nylon  dapat dibeli ditoko peralatan  pancing  seharga Rp. 7.000.

Sambil  terus bekerja,  ia   bercerita  tentang  kehidupan nelayan  tradisional  yang sulit.  Kapal-kapal Cadik dengan peralatan ala kadarnya , bukan lawan  tanding  kapal besar  dengan pukat harimau.

 Hasil tangkapan  yang  tak seberapa,  biasanya langsung dijual sendiri. Cukup pasang meja, lalu ikan disusun di depan rumah mereka. Bila  tak laku dijual segar, ikan diasinkan. 

Penghasilan yang kadang bahkan tidak cukup, untuk membeli beras. Karena itu, sekarang banyak anak-anak muda yang  lebih memilih bekerja sebagai kuli bangunan   atau  jadi karyawan  wahana rekreasi.

saudargar-kapal-5ba4da9843322f639f5714d2.jpg
saudargar-kapal-5ba4da9843322f639f5714d2.jpg
Zaman sekolah dasar, kami sering  menghapal lagu-lagu daerah Bengkulu. Salah satu lagu yang populer  menceritakan kehidupan nelayan di Pasar Bengkulu  berjudul  Yo Botoi-Botoi.   Pak Darus sang pencipta lagu , secara khusus  menyebut  nelayan-nelayan  di Pasar  Bengkulu yang  bekerja keras mengelo pukek -- menarik tali jaring   sementar istri  sudah menunggu di rumah dengan harapan semoga  banyak ikan yang tertangkap***donapalembang

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun