Mohon tunggu...
Donald Siwabessy
Donald Siwabessy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rindu Dekat Rumah Tuhan

22 November 2023   09:45 Diperbarui: 25 November 2023   19:09 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rindu Dekat Rumah Tuhan (Sumber: Tangkap Layar FB @Inez Lailosa)

Rindu Dekat Rumah Tuhan

"Selamat sore!" untuk sekian kalinya aku menyapa, sambil mengetuk pintu, berusaha mendapatkan perhatian penghuni rumah, beberapa saat belum juga berbalas.

Sore ini aku bersama kedua anakku. Seorang, remaja laki berusia 14 tahun, Benny namanya. Seorang lagi perempuan berusia 6 tahun, bernama Nania. Kami bertandang ke rumah pendeta, gembala gereja tempat keluarga kami berjemaat.

Rumah berwarna coklat muda, berukuran sedang dan terkesan teduh itu, bersebelahan dengan gedung gereja, berada dalam satu halaman yang sama. Kami sering menyebutnya pastori gereja.

"Mama, mengapa kita ke sini dengan semua barang ini?" tanya Benny di sela menunggu ada yang membuka pintu, menyambut kami.

"Kita sedang mencari ayahmu yang hilang, nak!!" aku menjawab. Ia mengernyitkan dahinya, menatapku heran tak mengerti dengan jawabanku.

"Selamat sore!" akhirnya suara yang ditunggu itu terdengar.

Bersamaan pintu dibuka, muncul seorang perempuan paruh baya. Dialah istri pendeta kami. Kami biasa menyapanya, ibu gembala. Senyumnya khas, se khas senyum Ibu gembala umumnya. Ya, begitu mungkin.

"Hallo, bu Joni." ia menyapaku menggunakan nama depan suami.

Nama suamiku Joni. Lengkapnya, Joni Kalabor Pungsaribu.

Suamiku sangat dikenal di gereja kami. Bukan hanya karena ia seorang majelis jemaat atau pengurus di gereja. Namun juga karena ia seorang yang dikenal ramah, baik hati, dan suka peduli dengan jemaat yang sedang mengalami kesusahan hidup.

Sering sambutannya yang ramah tiap hari minggu di gereja, menolong jemaat seperti merasakan kentalnya suasana surgawi, yang lalu mendorong mereka penuh sukacita terus rindu dan ingin kembali ke rumah Tuhan saat jauh.

 

"Oh, rupanya bersama Ben dan Nia. Mari, silahkan masuk!" sambil matanya tertuju pada semua barang bawaan kami. Tiga koper tas pakaian berukuran besar dan beberapa perlengkapan tidur, seperti tikar dan bantal.

"Silahkan duduk!" tawarnya.

"Terimakasih bu." sahutku.

Berada dalam ruang tamu rumah ini, seperti membantu menata hatiku yang sedang kalud untuk sesaat merasa tenang dan damai.

Mungkin suasana ruangan inilah sebabnya, banyak jemaat suka ke rumah ini demi berkeluh kesah soal gumulan hidupnya, sembari minta didoakan sebelum kembali pulang.

Apalah artinya dibanding rumahku. Rumah dengan semua yang ada didalamnya lebih dari cukup menjadikan hidup terasa nyaman. Namun seperti kata para berhikmat, semua itu tak kuasa menjamin bahagia hidup.

Benar saja! Hatiku kini justru terasa sesak, seakan hendak meledak. Mengingat perlakuan seorang suami, sekaligus ayah pada istri dan kedua anaknya beberapa waktu terakhir ini di rumah itu!

"Mengapa tak bersama pak Joni, bu? Ngomong-ngomong hendak berlibur kemana sore ini dengan semua bawaan itu?" pertanyaan bagus, aku menunggunya sejak tadi.

Sesaat terdiam. Ku tatap kedua anakku, penuh rasa iba. Mereka balik menatapku. Mataku berkaca-kaca kala menyambut tatap polos mereka.

"Jika ibu dan bapak gembala tak keberatan, kami mohon, izinkanlah kami untuk tinggal bersama di sini. Di pastori ini." dengan suara tertahan, aku memohon.

"Loh, ada apa bu Joni?" sontak ia kaget dengar permintaanku, kemudian melanjutkan ....

"Apa yang telah terjadi, bu?"  

Sesaat berlalu, kemudian ....

"Sudah tiga bulan terakhir ini kami sangat tertekan di rumah. Entah apa, ayah anak-anak ini berubah menjadi sangat pemarah. Setiap hari, hampir tak ada yang benar baginya. Semuanya serba salah. Kesalahan kecil bisa menyemburkan kemarahan besarnya. Suasana di rumah begitu menyesakkan hati ....

"Ada apa dengan pak Joni?" selanya dengan wajah penuh heran.

"Entahlah bu, saya pun tak tahu sebabnya. Anak-anak ini sering dibuat ketakutan berhadapan dengan ayahnya. Kemarin sore. Hanya karena sebuah kesalahan kecil, lupa memasukan sepeda ayahnya yang kehujanan di luar rumah. Ben dihukum secara keras, dipukul layaknya orang dewasa."

"Wah, kok bisa demikian. Itu bukan seperti pak Joni yang saya kenal!"

Benar sekali, kami merasa seperti kehilangan dirinya akhir-akhir ini.

"Bu Joni, saya prihatin dengan apa yang sedang Ibu dan anak-anak alami. Tapi, mengapa beliau bisa seperti itu? Jangan-jangan karena beliau sedang menghadapi banyak masalah dikantornya?" sela Ibu gembala.

Entahlah, sejak kondisi itu terjadi, kami jarang berkomunikasi. Aku bahkan hampir tak tahu tentang kondisi pekerjaan suamiku.

"Bu, seandainya hal itu benar, tapi ... mengapa setiap hari minggu di gereja, ia masih bisa terlihat seperti dulu. Sedikit pun tak berubah. Masih terlihat ramah, baik hati, dan penuh perhatian kepada bapak, ibu, saudara, jemaat lainnya?"

Ya, ia terlihat begitu nyata, walau hilang saat bersama kami di rumah. Tak sadar, bulir-bulir bening, hangat, menyembul dari mata, membanjiri alurnya.

Isakku tertahan, lalu ....

"Bu, anak-anak ini, rindu melihat ayahnya seperti dulu. Suka mengajak mereka bermain, memeluk, dan tertawa bersama mereka. Aku pun rindu menemukan suamiku seperti yang dulu. Baik, perhatian dan menyayangi kami dengan tulus kasihnya. Tapi ...."

"Tapi apa Bu Joni?" sambarnya. Nampaknya ia kuatir, menduga hal yang tak diinginkan akan ku utarakan.

"Tapi ... kami tak akan menemukannya seperti itu di rumah. Entah sampai kapan. Namun saya tahu, kami akan selalu menemukannya seperti itu di sini, di gereja! Karena itu, izinkanlah kami untuk tinggal di sini, di Pastori ini, bersebelahan, dekat dengan rumah Tuhan!"

Tamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun