Entahlah, sejak kondisi itu terjadi, kami jarang berkomunikasi. Aku bahkan hampir tak tahu tentang kondisi pekerjaan suamiku.
"Bu, seandainya hal itu benar, tapi ... mengapa setiap hari minggu di gereja, ia masih bisa terlihat seperti dulu. Sedikit pun tak berubah. Masih terlihat ramah, baik hati, dan penuh perhatian kepada bapak, ibu, saudara, jemaat lainnya?"
Ya, ia terlihat begitu nyata, walau hilang saat bersama kami di rumah. Tak sadar, bulir-bulir bening, hangat, menyembul dari mata, membanjiri alurnya.
Isakku tertahan, lalu ....
"Bu, anak-anak ini, rindu melihat ayahnya seperti dulu. Suka mengajak mereka bermain, memeluk, dan tertawa bersama mereka. Aku pun rindu menemukan suamiku seperti yang dulu. Baik, perhatian dan menyayangi kami dengan tulus kasihnya. Tapi ...."
"Tapi apa Bu Joni?" sambarnya. Nampaknya ia kuatir, menduga hal yang tak diinginkan akan ku utarakan.
"Tapi ... kami tak akan menemukannya seperti itu di rumah. Entah sampai kapan. Namun saya tahu, kami akan selalu menemukannya seperti itu di sini, di gereja! Karena itu, izinkanlah kami untuk tinggal di sini, di Pastori ini, bersebelahan, dekat dengan rumah Tuhan!"
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H