Mohon tunggu...
Donald Sitompul
Donald Sitompul Mohon Tunggu... -

I'm cool.........

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lampion Merah buat Mey

31 Januari 2011   16:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:01 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_87951" align="alignright" width="300" caption="Ruang Sembahyang Leluhur"][/caption]

Hujan masih turun. Udara sejuk, menyenangkan merasakan aromanya, tetesan air di sela-sela dedaunan. Ada suara indah berirama mendengarkan jatuhnya tetesan demi tetesan.  Tidak begitu bagi Mey. Kepalanya panas, jengkel. Popo selalu saja berteriak memanggilnya, Mey bantu ini, Mey tolong berikan makan kepada burung, Mey cepat mandi, Huuuu.... Popo (nenek)nya, ia lebih suka memanggil Oma, nyinyir, cerewet. Orang tua ini menjengkelkan. Walau sudah begitu tua dan jalan pun tertatih-tatih, ia terlihat tangguh bila sudah menyangkut sesuatu yang ingin dikerjakannya. Entah itu membuat kue, memasak makanan kesukaan papa, ikan bandeng asap dan seterusnya.

Jengkel, mangkel dan segala sumpah serapah ingin ditumpahkan kepada Oma yang renta ini. Ia terlihat lemah, tetapi bila berteriak, atau memarahi dirinya atau mengomel ke bibi Iyah, pembantu mereka yang sudah puluhan tahun setia mengabdi, hummm.... Suara itu loh, menggelegar, sambil berkacak pinggang, matanya melotot. Sebel deh...

Mey sebenarnya menyayangi popo, omanya, demikian juga mama dan papa tampaknya toleran pada sikap Oma, papa adalah anak kesayangannya. Popo selalu menjadi temannya sejak kecil, bila papa dan mama sibuk dengan pekerjaannya, maka oma lah yang setia mendampinginya bermain, menonton film kartun kesukaannya, menyiapkan makanan, memandikannya, mendongeng ketika ia beranjak tidur dan seterusnya, tetapi sejak Mey menginjak remaja semuanya berubah. Waktunya bersama oma semakin berkurang. Sepulang kuliah dihabiskannya dengan tugas-tugas kampus, hang out dengan teman-teman atau mencoba keberuntungan casting di sebuah production house.

Oma menjadi asing baginya, mereka seperti kucing dan anjing saja layaknya, berdebat, bertengkar tentang banyak hal, bahkan hal remeh sekalipun.

"Mey, tolong belikan aku kertas minyak di kota ya, aku ingin membuat lampion!" suaranya kembali menggelegar.

"Ga mau Oma, suruh pak Jikin saja yang beli deh... Aku sebentar lagi ada kesibukan niy..."

"Eeh, kamu...," Mey langsung lari ke kamarnya, cape mendengar suara perempuan tua ini, daripada nanti bertengkar dan seperti biasa mama menjadi penengah keributan diantara mereka berdua.

***

Benar Oma sudah sebulan ini sibuk tampaknya, ia tampak begitu bergairah kembali saat menyambut Imlek. Ia selalu begitu, tahun demi tahun berlalu sambil menikmati saat-saat menjelang Imlek, bahkan 3 bulan sebelum hari perayaan itu tiba, oma sudah sibuk sendiri membersihkan sendiri ruang pemujaan sembahyang leluhur di ruang pavilion, menyapunya merapikan letak guci atau patung-patung, di samping bangunan utama rumahnya. Kadang-kadang ia bersenandung lagu-lagu yang tak diketahuinya pasti sambil menyapu ruang tersebut, hanya logatnya menunjukkan itu lagu asli dari Mainland (Cina daratan), bagi Mey lagu Agnes Monica, Alena dan Vierra lebih enak dan cool didengar telinganya atau mendengarkan Rainism atau Love Story dari Rain, penyanyi pujaan remaja asal Korea itu, humm....

Disana ada tempat menaruh semacam hio dan tercium aroma dupa yang membuat kepalanya pusing, Mey tak perduli. Biarkan oma disana, daripada mendengar ocehannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun