Namun sayangnya pertemuan budaya tersebut juga dapat menjadi keuntungan atau bahkan menjadi melemahkan identitas asli lokal seseorang. Ketika seseorang dipertemukan dengan budaya lain, bisa saja dirinya akan mendalami dan nyaman dengan budaya tersebut dan perlahan meninggalkan budaya aslinya dan membentuk identitasnya yang baru.
Hal tersebut berlaku juga dengan kasus krisis semanggi yang mulai terjadi di Kota Surabaya. Jika tidak dilestarikan atau diturunkan kepada generasi lain bukan tidak mungkin eksistensi pecel semanggi akan semakin langka dan bahkan menghilang.
Maka dari itu, sebagai masyarakat yang peduli, apa yang bisa kita perbuat di era saat ini terhadap kebudayaan pecel semanggi? Tenang ada banyak hal yang bisa dilakukan, di antaranya yakni:
Media Sosial Jalan Ninjaku
Ketika sobat Kompasiana melihat seseorang menjual pecel semanggi, hampiri dan cobalah untuk membeli. Rasakan kelezatan pecel semanggi tersebut dan jika kalian tidak keberatan unggah momen menyantap pecel semanggi ke media sosial. Kemajuan teknologi telah membuat orang-orang dengan latar belakang serupa, ideologi, dan lain-lain berinteraksi dengan mudah tanpa pengaruh lokasi (Samovar, 2015, h. 261).Â
Dengan begitu, banyak orang dan teman-teman Anda akan mengetahui wujud dan apa itu pecel semanggi. Bahkan hebatnya lagi pecel semanggi memiliki kesempatan yang sama dengan konten media sosial lain untuk viral dan survive di dunia maya, seperti yang terjadi pada media sosial Instagram, Twitter, dan TikTok.
Beri Kesempatan!
Sobat Kompasiana juga dapat ikut melestarikan kebudayaan pecel semanggi sebagai identitas masyarakat Kota Surabaya dengan mengadakan stand atau kios pecel semanggi. Jika ada kesempatan seperti bazaar atau festival di sekolah, kampus, atau lingkungan tempat tinggal Anda bisa memamerkan makanan khas Kota Surabaya di sana.Â
Tidak perlu Anda yang menjual, cukup cari penjual pecel semanggi yang kalian kenal. Kesempatan pecel semanggi dikenal oleh masyarakat akan semakin besar ketika pecel semanggi dihadirkan dalam festival atau acara kebudayaan baik skala kecil atau besar.
Try It, Love It, Share It
Jika sobat Kompasiana masih tidak sanggup atau merasa langkah pertama dan kedua terlalu berat, maka langkah ketiga sebaiknya dapat membantu.Â
Ya, benar! Hanya dengan mencicipi hidangan pecel semanggi, kalian telah membantu eksistensi pecel semanggi bertahan. Terlebih jika sobat Kompasiana tidak ragu untuk membagi-bagikan kepada teman, saudara, keluarga, atau bahkan orang asing yang sedang Anda berikan pendampingan di Kota Surabaya.Â
Dengan membagikan pengetahuan dan pengalaman, pecel semanggi akan lebih dikenal luas bahkan oleh masyarakat luar Kota Surabaya, lho. Harapannya pecel semanggi dapat menjadi word of mouth dan top of mind di kalangan turis domestik dan nasional ketika ditanya mengenai khas Kota Surabaya. Tentu saja langkah-lagkah yang telah dipaparkan tersebut tidak hanya berlaku bagi pecel semanggi saja namun bagi seluruh budaya dan kebudayaan yang ada.
Penutup
Pecel semanggi yang perlahan sulit ditemui telah mengancam identitas khas Kota Surabaya. Meskipun sering dijual secara tradisional bukan berarti pecel semanggi tidak bisa bertahan di era globalisasi dengan kemajuan teknologinya. Justru dengan era globalisasi merupakan momentum yang tepat bagi pecel semanggi untuk bersinar kembali.