Mohon tunggu...
Domenico Wisnu
Domenico Wisnu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi UAJY

Solus populi suprema lex

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Pecel Semanggi, Makanan Khas Kota Surabaya yang Mulai Langka

19 Desember 2020   12:11 Diperbarui: 20 Desember 2020   01:46 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pecel semanggi (Sumber: bobo.grid.id)

Seperti yang telah dinyatakan oleh Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. M., dan Carolyn S. R. (2015, h. 253) bahwa perbedaan identitas (budaya) diwujudkan melalui etnis, bahasa, aksen, dialek, adat istiadat, makanan, pakaian, atau warisan sejarah dan politik suatu daerah yang berbeda-beda.

Masih penasaran seperti apa pecel semanggi? Klik video di bawah ini!

Semakin Langka, Semakin Sulit Ditemui

Namun demikian, meskipun semanggi telah lama menjadi makanan khas Kota Surabaya saat ini ternyata pecel semanggi mulai jarang ditemui. Dahulu biasa dijual di pinggir jalan sekarang mulai sulit ditemui. Pecel semanggi telah tergerus zaman oleh karena mulai tergantikan dengan aneka kuliner modern. 

Tidak hanya itu, selain tergeser oleh aneka kuliner modern ternyata daun semanggi juga sudah mulai sulit dicari (Lestari, 2018, 12 Februari). Lahan tumbuh yang biasa digunakan daun semanggi sudah menyempit menjadi pemukiman atau gedung-gedung. Meskipun banyak penjual semanggi yang mendapatkan pasokan daun semanggi dari Kecamatan Benowo (Kampung Semanggi) namun tetap saja jumlahnya tidak banyak. Maka kemudian yang terjadi adalah krisis semanggi.

Jika dilihat lebih seksama, krisis semanggi bukan sekadar langkanya makanan pecel semanggi. Melainkan meliputi entitas yang lebih besar, yakni krisis makanan khas sekaligus identitas masyarakat Kota Surabaya.

Identitas yang sudah melekat sejak lama dan telah menjadi jati diri sebagian besar masyarakat Kota Surabaya akan hilang seiring berjalannya waktu. Bahkan lebih mengerikan lagi jika suatu saat Kota Surabaya sudah tidak dikenal lagi dengan makanan khasnya yaitu semanggi karena semakin langka dan hilang.

Pecel Semanggi merupakan identitas masyarakat Kota Surabaya yang menurut Hall (dalam Samovar, 2015) disebut dengan communal identities yang biasanya berhubungan dengan skala sosial yang lebih besar (banyak orang/masyarakat). Tentu saja identitas komunal yang sifatnya “bersama” ini seharusnya juga dijaga secara bersama juga.

Memang Samovar (2015, h. 261) mengutip Giddens telah menyatakan bahwa dengan globalisasi sebenarnya mendukung keragaman budaya dan memunculkan yang dia sebut dengan “kebangkitan kembali identitas budaya lokal di berbagai belahan dunia.” Namun demikian, hal tersebut akan berlaku jika memang suatu kebudayaan telah manjadi identitas suatu kelompok (atau seseorang) yang secara kuat melekat dalam dirinya. 

Apa akibatnya jika suatu budaya tidak begitu kuat terlihat atau melekat dalam kehidupan seseorang di era globalisasi ini? Tentunya kebudayaan tersebut tidak mampu sampai pada kancah internasional atau bahkan nasional karena kebudayaan tersebut mulai luntur dan tidak lagi terlihat sebagai identitas suatu masyarakat daerah.

Mengancam Identitas Kota Surabaya: What to do next?

Globalisasi beserta dampak dan perkembangan teknologi informasinya tidak dapat dihindari. Perpindahan penduduk disertai dengan budaya menyebabkan ribuan budaya saling bertemu satu sama lain. Pertemuan satu budaya dengan budaya lain tersebut akan membentuk identitas sebagai warga negara Indonesia, terutama warga Kota Surabaya (dalam konteks artikel ini) dan sekaligus warga dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun