Hai, sobat Kompasiana!
Untuk sobat Kompasiana terutama yang tinggal di Kota Surabaya, tahu enggak semanggi atau pecel semanggi? Terdengar tidak asing bukan? Kalau terdengar tidak asing, itu karena pecel semanggi dahulu banyak dijual dan menjadi makanan khas Kota Surabaya.
Seperti namanya semanggi merupakan makanan yang terbuat dari daun semanggi yang dikukus. Biasanya semanggi disajikan layaknya pecel Madiun, lengkap dengan bumbu pecel (kacang). Namun bedanya, penyajian semanggi Surabaya tidak menggunakan nasi dan pada umumnya menggunakan sayuran lain seperti kangkung dan kecambah.
Uniknya lagi jika sobat Kompasiana mengelilingi Kota Surabaya dan memesan seporsi semanggi di pinggir jalan, semanggi kalian akan disajikan dengan daun pisang yang dikerucutkan. Di Surabaya alas sajian daun pisang yang dikerucutkan tersebut disebut dengan pincuk.
Semanggi biasanya juga disajikan dengan kerupuk puli. Kerupuk puli merupakan kerupuk yang terbuat dari beras atau nasi yang digoreng kering dan renyah. Pada umumnya pecel semanggi dijual dengan kisaran harga 5.000 hingga 10.000 rupiah. Variasi harga tersebut dipengaruhi oleh porsi dan lokasi.
Meskipun di beberapa daerah di Kota Surabaya semanggi sulit ditemukan, pecel semanggi banyak ditemukan di sekitar Desa Kedung, Kecamatan Benowo. Desa tersebut terletak di pinggiran Kota Surabaya, dekat dengan perbatasan Kabupaten Gresik, dan biasa dikenal dengan nama “Kampung Semanggi” (Atap Rasa, 2019, 6 April). Nama Kampung Semanggi dikenal karena sebagian besar masyarakat sana membudidayakan tanaman semanggi dan mereka berprofesi sebagai penjual pecel semanggi.
Semanggi telah menjadi bagian dari budaya lokal Kota Surabaya. Budaya tidak selalu terbentuk berdasarkan keyakinan dan tindakan saja namun juga dari benda-benda yang kasat mata.
Koentjaraningrat (dalam Prayogi dan Endang, 2016, h. 62) mengatakan bahwa wujud ketiga dari kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yang bersifat konkret karena merupakan benda-benda dari segala bentuk karya, ciptaan, tindakan, aktivitas, atau perbuatan di masyarakat. Begitu juga dengan hubungan antara masyarakat Kota Surabaya dan pecel semanggi.
Pecel semanggi telah menjadi salah satu wujud kebudayaan masyarakat Kota Surabaya karena banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan tersebar di Kota Surabaya.
Pecel semanggi sebagai budaya masyarakat Kota Surabaya juga menjadikan semanggi sebagai makanan khas masyarakat Kota Surabaya yang biasa disebut dengan arek-arek Suroboyo. Hal tersebut berarti pecel semanggi telah menjadi identitas regional masyarakat Kota Surabaya yang membedakan Kota Surabaya dengan kota-kota lain di sekitarnya.