Persepsi tersebut bersifat subjektif bahkan seorang bersaudara yang dibesarkan di keluarga yang sama mampu memiliki persepsi yang berbeda.
Hai, sobat Kompasiana
Pernahkan kalian berdebat dengan teman mengenai pendapatnya terhadap sikap seorang dosen? Mengenai suatu makna peristiwa dalam berita? Atau bahkan mengenai tata cara menyantap sebuah makanan?
Perbedaan pendapat kalian terhadap sebuah objek atau peristiwa tersebut disebabkan oleh persepsi yang berbeda.
Apa itu persepsi?
Menurut Robert A. Baron dan Paul B. Paulus, persepsi merupakan proses internal aktif dan kreatif yang memungkinkan kita (manusia) memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2017).
Secara sederhana dapat kita pahami sebagai proses pemaknaan segala rangsangan yang kita terima melalui indera tubuh kita. Segala rangsangan yang diterima akan membentuk pemahaman seseorang terhadap dunia yang tinggali.
Oleh karena itu, satu peristiwa yang sama dapat dimaknai berbeda-beda oleh tiap orang. Persepsi tersebut bersifat subjektif bahkan seorang bersaudara yang dibesarkan di keluarga yang sama mampu memiliki persepsi yang berbeda, lho.
Mengapa bisa begitu?
Apa yang menyebabkan persepsi seseorang terhadap satu peristiwa berbeda satu sama lain? Ada banyak faktor yang memperngaruhi persepsi, salah satunya adalah budaya, kepercayaan, nilai yang dinyakini seseorang, dan faktor lingkungan lainnya (tempat kerja, lingkungan bermain, teman-teman, dsb.). Budaya seseorang menentukan kategori (makna) yang digunakan dan makna yang diberikan oleh seseorang terhadap sutu peristiwa (Samovar, 2017).
Seorang karyawan yang bekerja di dalam suatu organisasi yang menjunjung tinggi kedisiplinan akan cenderung ikut memandang kedisiplinan sebagai salah satu nilai yang perlu diperjuangkan. Hal tersebut dapat terjadi karena budaya di lingkungan kerja mempengaruhi cara pandang seorang karyawan tersebut.
Berikut salah beberapa contoh lain budaya menentukan persepsi seseorang  dan kelompok orang terhadap suatu peristiwa.
Bersuara saat sedang makan di Jepang
Di Indonesia, seseorang akan terganggu dan menganggap seseorang lain tidak sopan ketika bersuara (mencucup) saat menyantap makanan. Hal itu tidak berlaku di Jepang, lho.
Bahkan ketika seseorang bersuara "slurp" saat mencucup mi dianggap menghargai yang menyediakan makanan tersebut. Masyarakat Jepang percaya bahwa dengan mencucup makanan akan terasa lebih lezat.
Menyisakan makanan di dalam piring di Cina
![Gambar: Ilustrasi makanan Cina | www.asiasociety.org](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/09/29/160802-chinese-food-5f732841097f3664232eed02.jpg?t=o&v=770)
Berbeda dengan masyarakat Indonesia, masyarakat di negara Cina justru percaya ketika seseorang menyisakan makanan di atas piring merupakan pertanda yang baik. Mereka percaya bahwa mereka (tuan rumah) telah memberikan makanan dengan porsi yang cukup tidak kurang bagi tamu.
Baca juga contoh budaya saat makan lainnya dalam artikel aslinya di sini!
Jadi, setelah mempelajari persepsi kita harus mampu menyadari bahwa kehidupan ini dipenuhi oleh beragam budaya yang membentuk beraneka ragam persepsi.
Perbedaan persepsi itu sudah jelas sangat lumrah dan wajar. Pemahaman terhadap perbedaan persepsi yang baik akan membantu kita memahami dunia dalam kehidupan penuh keanekaragaman budaya.
Daftar Pustaka
Mulyana, D. (2017). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya.
Samovar, Larry A., Richard E. Porter, dan Edwin R. McDaniel. (2017). Communication Between Cultures. Boston, USA: Cengage Learning USA.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI