Tokoh sufi wanita yang sangat terkenal di seluruh dunia karena kesuciannya ini adalah Rabi’ah binti Ismail Al Adawiyah. Ia berasal dari keluarga miskin. Sejak kecil tinggal di kota Bashrah. Dia sangat di hormati oleh orang orang shaleh yang hidup di masa itu. Seumur hidupnya ia tidak pernah menikah. Jiwa raganya hati untuk yang di cintainya yaitu Allah.
Pada malam Rabi’ah di lahirkan ke dunia, tidak ada sesuatu berharga yang dapat di temukan di dalam rumah orang tuanya, karena ayahnya adalah seorang yang sangat miskin. Si ayah bahkan tidak mempunyai minyak setetes pun untuk memoles pusar putrinya itu.
Mereka tidak mempunyai lampu lampu dan tidak mempunyai kain untuk menyelimuti Rabi’ah. Si ayah telah memperoleh tiga orang puteri dan Rabi’ah adalah puterinya yang ke empat. Itulah sebabnya ia di namakan Rabi’ah.
“ pergilah kepada tetangga kita si fulan dan mintalah sedikit minyak sehingga aku dapat menyalakan lampu, “ istrinya berkata kepadanya.
Tetapi si suami telah bersumpah bahwa ia tidak akan meminta sesuatu apapun dari manusia lain. Maka pergilah ia, pura pura menyentuhkan tangannya ke pintu tetangganya lalu kembali lagi ke rumahnya.
Mereka tidak amu membukakan pintu, “ si suami melaporkan kepada istrinya sesampainya di rumah.
Istrinya yang malang menangis sedih. Dalam keadaan yang memprihatinkan itu si suami hanya dapat menekurkan kepala ke atas lutut dan terlena. Di dalam tidurnya ia bermimpi melihat Nabi.
Nabi membujuknya, “ janganlah engkau bersedih, karena bayi perempuan yang baru di lahirkan itu adalah ratu kaum wanita dan akan menjadi penengah bagi 70 ribu orang di antara kaumku. “
Kemudian Nabi meneruskan, “ Besok pergilah engkau menghadap Isa az-Zadan, Gubernur Bashrah. Di atas sehelai kertas, tuliskan kata kata berikut ini : Setiap malam engkau mengirimkan shalawat seratus kali kepasdaku, dan setiap malam jum’at empat ratus kali. Kemarin adalah malam jum’at dan engkau lupa melakukannya. Sebagai penebus kelalaianmu itu berikanlah kepada orang ini empat ratus dinar yang telah engkau peroleh secara halal. “
Ketika terjaga dari tidurnya, ayah Rabi’ah mengucurkan air mata. Ia bangkit dan menuliskan surat seperti yang di pesankan oleh Nabi kepadanya dan mengirimkannya kepada Gubernur melalui pengurus rumah tangga istana.
“ Berikan dua ribu dinar kepada orang orang miskin, “ Gubernur memberikan perintah setelah membaca surat tersebut, “ sebagai tanda syukur kepada Nabi yang masih mengingatku. Kemudian berikan empat ratus dinar kepada si syaikh ( ayah Rabi’ah ) dan katakana kepadanya : Aku berharap engkau datang kepadaku sehingga aku dapat melihat wajahmu. Namun tidaklah pantas bagi seorang seperti engkau untuk datang menghadapku. Lebih baik seandainya akulah yang datang dan menyeka pintu rumahmu dengan janggutku ini. Walaupun demikian, demi Allah, aku bermohon kepadamu, apapun yang engkau butuhkan katakanalah kepadaku. “