Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Dokter Hewan | Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lima Titik Kritis Evaluasi Pemilu di Tempat Pemungutan Suara

16 Februari 2024   18:23 Diperbarui: 16 Februari 2024   18:39 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu 2024 di salah satu TPS di Kota Tanjungpinang, Kepri (Dok. Pri)

Pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024 tanggal 14 Februari telah usai. Sebagai salah satu anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), kami bersyukur bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 telah berjalan dengan baik dan lancar.

Namun, sayangnya, di Tempat pemungutan suara (TPS) yang lain, masih banyak yang harus melaksanakan Pemilihan Suara Ulang (PSU). Penyebabnya beragam, namun yang paling umum adalah terdapat pemilih DPTb (Daftar pemilih tambahan/ pindah memilih lintas Provinsi) yang harusnya mendapatkan surat suara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden saja, tetapi justru mendapat lima surat suara.

Bagi penulis, melaksanakan pemilihan suara ulang tentu menguras waktu, biaya dan tenaga. Bukan hanya bagi KPPS nya, tetapi juga bagi para pemilihnya. Terlebih, bagi TPS yang melaksanakan PSU, saat ini honor KPPS nya pun belum dapat dibayarkan. 

Ibarat pepatah; sudah jatuh, tertimpa tangga. Sudah jauh-jauh hari mempersiapkan pemilu, mulai dari pelantikan dan pengambilan sumpah KPPS, mengikuti Bimtek, membangun TPS, menyebarkan form C pemberitahuan (surat undangan mencoblos, tetapi harus gagal karena ada kesalahan dalam teknis proses pencoblosan.

Oleh sebab itu, atas kejadian PSU ini, menurut penulis setidaknya ada lima titik kritis yang patut diperhatikan oleh setiap anggota KPPS sebagai bagian dari evaluasi pelaksanaan pemilu 2024.

Pertama, pastikan seluruh Form C Pemberitahuan (Undangan mencoblos) yang akan dibagikan ke calon pemilih tercatat dengan baik. Meski dibagi dalam beberapa tim, namun pastikan ada satu orang koordinator yang fokus menangani tugas ini. Dalam hal ini, sebaiknya adalah orang yang dikenal dan memahami nama-nama warga (biasanya adalah KPPS nomor 4).

Dalam rekapannya, KPPS 4 akan mencatat berapa form c yang berhasil terdistribusi, berapa yang tidak terdistribusi dan pastikan bukti serah terimanya tidak hilang.

Jika ada warga yang sulit ditemui, mengirim foto undangannya melalui japri WA (jalur pribadi What Apps) merupakan cara yang boleh dilakukan. Namun, surat fisiknya nanti tetap diberikan kepada yang bersangkutan.

Dampak yang kerap terjadi ketika surat undangan mencoblos "tidak ditangani" dengan baik adalah pemilih akan berfikir yang negatif terhadap penyelenggara pemilu. Padahal, tanpa undangan mencoblos pun ketika namanya ada di DPT TPS terkait, mereka memiliki hak untuk mencoblos.

Kedua, KPPS yang menerima pemilih (KPPS 4 dan 5),  di meja pendaftaran harus menyediakan daftar hadir yang wajib diisi oleh pemilih. Daftar hadir ini memiliki tiga kategori. Yakni, daftar hadir pemilih yang namanya terdaftar di DPT (daftar pemilih tetap), DPTb dan DPK (Daftar Pemilih Khusus).

Untuk daftar hadir ini, seluruhnya tersedia di plastik dan biasanya diberikan saat kita menerima logistik pemilu. Artinya, KPPS tidak perlu lagi membuat daftar hadir baru, diluar yang telah disediakan.

Untuk daftar hadir DPT dan DPTb, seluruhnya terdapat nama dan biodata pemilih. Oleh sebab itu, pemilih tinggal tanda tangan saja sesuai dengan nama yang tertera.

Sementara, untuk DPK, hanya berupa formulir kosong yang nanti wajib diisi bagi pemilih yang berhak. Pemilih dalan DPK ini memiliki hak yang sama sebagaimana dalam DPT, yakni akan mendapatkan lima kertas surat suara. Namun, mencoblosnya diatas jam 12. Itupun jika kertas surat suaranya masih tersedia di TPS itu. Jika tidak tersedia, pemilih DPK diminta untuk mencoblos di TPS setempat lainnya.

Lantas, bagaimana yang tidak ada nama di formulir daftar hadir? Apakah yang bersangkutan boleh mencoblos? Ini pangkal persoalannya. Ternyata, masih Banyak anggota KPPS dan masyarakat yang belum memahaminya.

Bagi yang belum terdaftar namanya di daftar DPT dan DPTb, boleh mencoblos, asal menunjukkan KTP elektronik setempat dan yang bersangkutan tidak terdaftar di DPT/TPS lain. 

Pasalnya, ada juga kami menemukan kasus: yang bersangkutan adalah warga perumahan, KTP nya pun perumahan. Tapi, tidak tercatat dalam DPT TPS perumahan. Namun, Begitu kami cek (cek DPT online KPU), rupanya yang bersangkutan terdaftar di TPS perumahan sebelah. Kalau sudah demikian, walaupun yang bersangkutan KTP setempat,tetap tidak kami perkenankan untuk mencoblos di TPS perumahan.

Sementara itu, untuk DPTb, (merupakan daftar pemilih yang telah terdaftar dalam DPT di suatu TPS, namun karena keadaan tertentu pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar dan memberikan suara di TPS lain), surat suara yang diberikan tidak lima surat suara. Biasanya hanya satu surat yakni pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (PPWP).

Dengan kata lain, Orang-orang yang tercantum dalam DPTb, tidak boleh disamakan dengan orang-orang yang terdaftar di DPT. Karena mereka belum tentu mendapat surat yang sama. Alih-alih pemilu sukses, yang ada justru kita memberikan hak suara pada orang yang tidak memiliki hak.

Ketiga, saat proses pemberian surat suara ke pemilih, harus menjadi perhatian. Jumlah surat suara hanya diberikan sesuai dengan kategori pemilih. 

Untuk pemilih yang terdapat di DPT  dan DPK, menerima lima surat suara (PPWP, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota). Sedangkan untuk pemilih dalam DPTb, tergantung dari datanya. Ada yang hanya PPWP saja, ada juga yang hanya tiga surat suara (PPWP, DPR RI dan DPD RI).

Di samping itu, tolong pastikan kembali ketika memberikan surat suara. Pastikan  tidak ada surat suara berlebih yang diberikan.

Namanya juga kertas, sering terselip dan tidak sengaja diberikan lebih dari haknya.

Bersyukur, meski hal ini terjadi, namun banyak pemilih yang jujur dan mengembalikan surat suara berlebih kepada KPPS.

Keempat, pastikan bahwa para saksi yang hadir membawa surat mandat dan menggunakan name tag saksi yang telah disediakan. Tidak diperkenankan orang lain yang tidak dikenal ikut nimbrung, apalagi ikut-ikutan memberikan komentar dan memprotes KPPS.  

Selanjutnya, pastikan yang menyuarakan kata "sah" pada saat penghitungan suara adalah para saksi dan atau pengawas TPS. Pasalnya, jika tidak diberitahu secara tegas, persoalan kecil ini dapat dikhawatirkan menjadi besar dan rumit. Apalagi jika ada pihak lain yang sengaja membuat suasana gaduh.

Kelima, Ketua KPPS harus mampu tegas dan tidak plin-plan (ragu-ragu dalam membuat keputusan). Jika perlu, sebaiknya ketua KPPS membuat komitmen bersama saksi dan pengawas TPS untuk: tidak boleh memprotes terhadap penghitungan yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Kemudian, segera menyelesaikan masalah tanpa harus berlarut-larut. Apalagi hingga memakan waktu dan tenaga.

Sebagai contoh, dalam penghitungan kotak suara pertama (PPWP). Di sebuah TPS terdapat 295 pemilih (dilihat dari daftar hadir DPT, DPTb dan DPK), namun setelah dihitung, ternyata hanya ada 294 surat suara. Artinya ada satu surat suara yang kurang.

Maka, sebaiknya dibuat keputusan bersama: bahwa satu surat suara yang hilang (tidak tahu nyoblos siapa), kita anggap rusak atau tidak sah. Baik nanti ketemu, atau tidak ketemu.

Hal ini adalah situasional di lapangan. Kalau harus mencari surat suara dengan membongkar kotak suara kedua, ketiga, hingga kelima (dengan asumsi pemilih salah masukkan kotak), itu tidak mungkin dan justru bisa menimbulkan persoalan. 

Iya kalau ada, kalo ternyata surat suara itu memang tidak ada (bisa jadi dibawa pulang pemilih), justru menambah persoalan. 

Artinya, kesepakatan dan kearifan lokal antara KPPS, para saksi dan pengawas TPS sangat diperlukan. Tanpa itu, persoalan akan semakin susah dan justru akan membuat pemilu ditingkat TPS berpotensi PSU. Kalau sudah PSU, yang rugi bukan hanya KPPS, saksi dan pengawas TPS, tetapi juga masyarakat pemilih. 

Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun