Di samping itu, dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan hewan, dokter hewan juga bertindak karena ada yang meminta. Artinya, dokter hewan bekerja tidak "sak karepe dewe". Tidak bekerja karena inisiatifnya sendiri. Lantas, kalo gak ada yang minta, yang membayar obat dan jasa dokter hewan siapa?
Selanjutnya, kalo ada kesalahan pemberian obat atau kesalahan dalam penanganan hewan, justru ada dua yang akan melawan atau meminta pertanggungjawabannya.Â
Pertama, hewan itu akan menggigit atau menanduk, karena diperlakukan tidak tepat. Kedua, sang pemilik hewan akan menuntut ganti rugi atau memproses ke jalur hukum.
Untuk urusan tuntut menuntut, sudah banyak dokter hewan yang berurusan dengan hukum karena dituntut oleh pemilik hewan.
Kasusnya pun macam-macam. Ada yang dituntut karena hewannya kemudian mati, hewannya cacat dan lain-lain. Kasus yang pernah viral, menimpa kolega saya di Tangerang Selatan tahun 2018, yang bersangkutan dituntut ganti rugi sebanyak Rp1,5 milyar oleh klien (pemilik hewan) karena hewan anjingnya (jenis Siberian Husky) mati gara-gara ditangani dokter hewan.
Sampai di sini sudah jelas, menjadi dokter hewan itu tidak boleh dianggap gampang.Â
Malah, sebenarnya lebih sulit menjadi dokter hewan. Sudah terancam digigit, ditendang dan dituntut hukum. Juga, pasiennya tidak ada yang bisa ngomong layaknya pasien manusia. Salut untuk dokter hewan!
Dokter Hewan Belum Populer di Indonesia
Menjawab permasalahan popularitas dokter hewan, saya akui bahwa hal ini tidak terlepas dari banyak faktor penyebabnya.
Dengan kata lain, ada banyak alasan mengapa dokter hewan belum populer di republik ini.Â
Pertama, perguruan tinggi yang "memproduksi" dokter hewan sejak Indonesia merdeka hingga zaman Orde Baru hanya terdapat di lima perguruan tinggi. Itupun semua perguruan tinggi negeri.Â
Bagaimana mau dikenal masyarakat, lha wong lulusannya saja terbatas. Kalau satu kampus meluluskan sekitar 150 orang dokter hewan per tahun, artinya hanya ada lulusan 750 orang dokter hewan baru. Untuk negeri seluas Indonesia, jumlah ini jelas sangat kurang ideal.