Meski minat menjadi anggota KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) di beberapa daerah diberitakan terjadi penurunan, namun bagi saya, menjadi anggota KPPS justru merupakan sebuah kebanggaan.Â
Alasannya, melalui anggota KPPS, saya dapat berkontribusi langsung dalam menjaga keberlangsungan demokrasi, mendukung proses pemilihan umum, dan merasa memiliki tanggung jawab terhadap pembentukan pemerintahan yang adil dan transparan.Â
Selain itu, saya juga mendapat beragam pengalaman tatkala menjadi anggota KPPS. Termasuk pengalaman tentang sistem pemilihan dan nilai-nilai partisipasi aktif dalam masyarakat untuk mewujudkan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Oleh sebab itu, tidak heran jika Pemilu 14 Februari 2024 kelak rencananya merupakan partisipasi saya yang kelima kalinya menjadi anggota KPPS. Pada Pemilu 2024, saya tercatat akan bertugas sebagai anggota KPPS di TPS 058 Kelurahan Batu IX Kota Tanjungpinang.
Jika dirunut sejak awal, Saya mulai aktif menjadi anggota KPPS pertama kalinya pada tahun 2015 atau ketika usia saya tepat 30 tahun. Saat itu, saya menjadi anggota KPPS untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri pada 9 Desember 2015.
Sebagai pengalaman pertama, kala itu calon Gubernur dan wakil gubernur Kepri hanya ada dua pasangan calon. Situasi Pilkada saat itu juga cukup panas.
Pasalnya, saat itu merupakan Pilkada serentak pertama kali era Presiden Jokowi. Hal ini sesuai dengan UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Menjadi Undang-Undang.
Saat itu, pasangan yang maju dalam Pilgub adalah nomor urut 1 Muhammad Sani dan Nurdin Basirun yang didukung Partai Demokrat, Nasdem, PPP, PKB dan Gerindra.
Sementara nomor urut 2 Soerya Respationo dan Ansar Ahmad, didukung oleh partai PDIP, Golkar, PKS, PAN dan Hanura. Dengan pemenangnya adalah nomor urut 1, pasangan Muhammad Sani dan Nurdin Basirun.
Setelah sukses menyelenggarakan Pilgub 2015, selanjutnya saya juga menjadi anggota KPPS pada Pilkada Walikota Tanjungpinang tahun 2018.
Waktu itu, Pilkada walikota Tanjungpinang digelar pada 27 Juni 2018 dengan calon walikota dan wakil walikota sebanyak 2 pasang.
Pasangan nomor urut 1 yakni Syahrul dan Rahma didukung oleh partai Golkar dan Gerindra melawan pasangan nomor urut 2 Lis Darmansyah dan Maya Suryanti yang didukung oleh partai PDIP, Hanura, Demokrat, PAN, PKPI dan PPP. Dengan pemenangnya adalah nomor urut 1 yakni Sahrul dan Rahma sebagai Walikota Tanjungpinang dan wakil walikota Tanjungpinang periode 2018-2023.
Pada Pemilu 2019, atau pemilu serentak pertama kali dalam sejarah demokrasi Indonesia, yakni Pilpres, Pileg dan Pemilihan DPD RI dijadikan dalam satu waktu.
Sebagai informasi, pada pemilu 2014, Pileg dan Pilpres dilakukan dengan waktu berbeda. Pileg dilaksanakan pada 9 april 2014 dan Pilpres dilaksanakan pada 9 Juli 2014.
Oleh sebab itu, sebagai anggota KPPS yang telah menjalankan tugas di pilkada, pemilu 2019 bagi saya merupakan pemilu terberat. Karena beban berat saat itu menumpuk dalam satu hari pelaksanaan pemilu.Â
Bayangkan, yang sebelumnya kita hanya menghitung pemilihan kepala daerah saja, saat itu harus menghitung hasil Pilpres, DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kota. Sehingga wajar, jika saat itu di seluruh Indonesia terdapat 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit.
Setelah pemilu 2019, saya kemudian kembali diberikan amanah untuk menjadi anggota KPPS pada Pilkada Gubernur tahun 2020. Saat itu, pilkada Gubernur Kepri dilaksanakan pada 9 Desember 2020.
Namun, pemilukada kali ini dalam situasi yang berbeda. Pilkada dilaksanakan dalam kondisi pandemi Covid-19. Beragam upaya untuk mencegah penularan Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi kami para anggota KPPS.
Pesta demokrasi yang sejatinya penuh dengan hiruk pikuk dan kumpul-kumpul, berubah menjadi senyap dan tidak diperbolehkan untuk berkerumun. Bahkan, kami sebagai anggota KPPS juga wajib menjalani pemeriksaan Covid-19. Hanya Anggota yang bebas Covid-19 yang diperkenankan untuk terlibat.Â
Pilkada Kepri 2020 memunculkan tiga pasangan calon, yakni nomor urur 1, Ansar Ahmad berpasangan dengan Marlin Agustina yang diusung oleh partai Golkar, Nasdem, PAN dan PPP.
Selanjutnya nomor urut 2 yakni Isdianto berpasangan dengan Suryani yang diusung oleh partai PKS, Demokrat dan Hanura serta pasangan nomor urut 3 yakni Soerya Respationo berpasangan dengan Iman Sutiawan yang diusung oleh PDIP, Gerindra dan PKB.
Tampil sebagai pemenang Pilgub 2020 adalah pasangan Ansar Ahmad dan Marlin Agustina dan dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri pada 25 Februari 2021 oleh Presiden Jokowi untuk periode masa bhakti 2021- 2024.
Alasan mengapa orang tidak berminat menjadi anggota KPPS
Terlepas dari pengalaman saya yang cukup panjang sebagai anggota KPPS, saya menilai ada beberapa hal yang menjadi penyebab mengapa sebagian orang enggan atau kurang berminat menjadi anggota KPPS.
Pertama, Tanggung Jawab Tinggi. Banyak orang enggan menjadi anggota KPPS karena tugasnya yang berat dan bertanggung jawab tinggi dalam menjalankan proses pemungutan suara. Belum lagi, jika ada pihak tertentu yang protes terhadap hasil pemungutan suara di TPS.
Kedua, Resiko Kesehatan. Terutama selama pandemi, beberapa orang mungkin khawatir akan risiko kesehatan yang lebih tinggi ketika menjadi anggota KPPS karena berinteraksi dengan banyak orang.
Ketiga, Kurangnya Kesadaran Publik. Beberapa orang mungkin kurang mendapatkan penghargaan atau dukungan dari masyarakat dalam peran KPPS, membuatnya kurang menarik bagi mereka.
Keempat, Proses Seleksi yang Kurang transparan. Jika proses seleksi untuk menjadi anggota KPPS dianggap tidak transparan atau adil, ini dapat mengurangi minat orang untuk bergabung. Apalagi bermunculan sejumlah berita bohong (hoaks) yang juga semakin merusak kebenaran informasi.
Kelima, Tidak Dapat Memenuhi Kriteria. Beberapa orang mungkin tidak memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan untuk menjadi anggota KPPS, seperti batasan usia, pendidikan atau kriteria kesehatan tertentu.
Keenam, Kurangnya Pelatihan dan Dukungan. Jika anggota KPPS merasa kurang mendapatkan pelatihan yang memadai atau dukungan dalam menjalankan tugas mereka, ini dapat membuat mereka tidak berminat.
Ketujuh, Ketidakpastian Politik. Faktor politik dan ketidakpastian di sekitar pemilihan bisa membuat orang ragu untuk terlibat sebagai anggota KPPS.
Kedelapan, Waktu yang Dibutuhkan. Peran anggota KPPS membutuhkan waktu yang cukup banyak, dan ini bisa menjadi hambatan bagi mereka yang memiliki jadwal yang padat atau bagi mereka yang bekerja penuh waktu (sibuk).
Kesembilan, Ketidaknyamanan dalam Proses Pemilihan. Beberapa orang mungkin tidak nyaman dengan atmosfer politik atau adanya potensi konflik selama proses pemilihan, sehingga memilih untuk tidak terlibat.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H