Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Dokter Hewan | Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Inilah Penyakit pada Hewan Kurban dan Cara Pengendaliannya

6 Juni 2023   19:09 Diperbarui: 8 Juni 2023   17:10 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Petugas Kesehatan Hewan sedang Melakukan Pengawasan Hewan Kurban (Sumber: Dok. Pri)

Pelaksanaan pemotongan hewan kurban sebagai bagian dari rangkaian ibadah pada hari Raya Idul Adha 1444 H akan segera tiba. Mengingat kegiatan ini merupakan perayaan keagamaan, maka pemotongan hewan diperbolehkan dipotong di luar Rumah Potong Hewan (RPH).

Namun, terdapat beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara pemotongan hewan kurban, diantaranya adalah:

Pertama, Tempat pemotongan hewan kurban mendapat persetujuan dari pemerintah daerah/dinas setempat. Sekurang-kurangnya, setiap tempat pemotongan hewan kurban melaporkan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) setempat yang selanjutnya akan diteruskan ke Dinas yang membidangi urusan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) pada Kesempatan pertama.

Kedua, Memiliki lahan yang cukup dengan pagar atau pembatas.

Ketiga, Tersedia tempat khusus terpisah (isolasi) jika ditemukan hewan sakit.

Keempat, Tersedia fasilitas air bersih untuk pembersihan dan desinfeksi. Terutama pasca pemotongan.

Kelima, Memenuhi persyaratan higiene sanitasi.

Keenam, Tersedia fasilitas penampungan hewan. Sekurang-kurangnya hewan terhindar dari panas dan hujan.

Ketujuh, Pemotongan diupayakan dilaksanakan segera dalam waktu satu hari.

Kedelapan, dilakukan pengawasan oleh dokter hewan atau tenaga kesehatan hewan dari instansi terkait.

Selanjutnya, ketika dalam pelaksanaan pemotongan, terutama pasca hewan disembelih ternyata menemukan kasus penyakit, berikut ini langkah-langkah yang harus panitia lakukan.

Pertama, jika menemukan kasus Fasciolosis atau Cacing Hati, jangan panik. Di Indonesia, cacing ini sering sekali ditemukan. Terutama jenis cacing Fasciola hepatica (liver fluke). 

Cacing ini biasanya hidup pada hati atau saluran empedu dari ternak inangnya, kemudian bertelur pada kelenjar empedu dan selanjutnya dibawa ke usus dari hewan ternak. 

Berdasarkan siklus hidupnya, telur cacing tersebut selanjutnya keluar bersama feses dalam bentuk miracidia. Pada kondisi yang mendukung, telur ini akan menemukan inang perantara yang biasanya berupa siput. 

Setelah itu, di dalam tubuh siput telur miracidia ini berkembang menjadi beberapa tahapan sampai keluar dari tubuh siput dalam bentuk cercaria. Di luar tubuh, cercaria akan berkembang dalam waktu 6-7 minggu bahkan ada yang berbulan-bulan hingga menjadi bentuk yang siap menginfeksi ternak kembali yang disebut metacercariae. 

Bentuk telur metacercariae inilah yang sangat infektif menyebabkan penularan penyakit pada manusia. Akan tetapi, jika mengkonsumsi hewan kurban yang ada cacing hatinya, daging kurban tidak berisiko untuk menjadi agen penularan pada manusia. 

Jika ditemukan ternak kurban yang memiliki cacing hati, maka panitia bisa membuang bagian hati yang terkena cacing saja, karena secara estetik bagian ini tidak layak untuk dikonsumsi. Akan tetapi, jangan lupa untuk mengubur seluruh isi perut dari hewan tersebut, terutama dari usus. 

Pada hewan yang dijumpai cacing dewasa di hatinya, sering kali ada telur cacing tersebut pada usus maupun fesesnya. 

Dengan mengubur seluruh isi perut terutama isi ususnya diharapkan akan dapat memutus siklus hidup cacing agar tidak menginfeksi ternak lain nantinya.

Sementara itu, Ciri hati sapi yang mengandung cacing ini biasanya berwarna pucat dan bagian yang menjadi sarang cacing akan mengeras karena terjadi pengapuran. 

Kedua, jika menemukan Cacing pita, yakni cacing berbentuk pipih dan memiliki banyak ruas di tubuhnya. Panitia penyelenggara hewan kurban wajib menyampaikan kepada konsumen agar memasak daging hingga matang. Jangan mengkonsumsinya setengah matang, seperti daging diolah menjadi sate. Karena jika tidak dimasak dengan baik, dapat menyebabkan permasalahan kesehatan, seperti dapat mengakibatkan Taeniasis.

Secara umum, penyebab cacing pita pada hewan sapi adalah Taenia saginata. Sehingga, meski sama-sama cacing, cacing pita dengan cacing hati adalah dua jenis cacing yang berbeda.

Bahkan, cacing pita memiliki dampak yang lebih serius jika dikonsumsi manusia. Biasanya, cacing ini masuk kedalam tubuh manusia karena mengkonsumsi daging yang terdapat Cysticercus bovis yang dapat mengakibatkan Cysticercosis. Kista larva ini biasanya terdapat di jantung diafragma, otot skeletal anterior, posterior dan di daerah kepala jika hewan terinfeksi.

Selain bentuk kista larvanya, bentuk dewasa cacing pita ini juga bisa menginfeksi manusia dan menyebabkan taeniasis.

Ketiga, selain kasus penyakit tersebut (kasus kecacingan), penyakit lain yang juga patut diwaspadai pada hewan kurban adalah Penyakit Anthraks, scabies, Brucellosis dan Orf pada hewan kambing. Untuk mengantisipasi persoalan ini, sebaiknya panitia penyelenggara pemotongan hewan kurban agar secara aktif meminta dinas untuk dilakukan pengawasan saat pemotongan. 

Kemudian, panitia ketika membeli hewan kurban, belilah hewan kurban yang telah dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari dokter hewan berwenang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun