Mohon tunggu...
Dayan Hakim
Dayan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - persistance endurance perseverance

do the best GOD do the rest

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemeriksaan Bukti Permulaan Bagian dari Penyidikan Pidana Perpajakan

5 Februari 2019   08:56 Diperbarui: 5 Februari 2019   09:54 10704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hubungan antara PT Barents Indonesia dengan KPMG Consulting Inc, bermula pada tahun 1998 ketika perusahaan afiliasi KPMG Internasional tersebut mengakuisisi perusahaan induk Barents Indonesia, Barents LLC. Kwmudian pada tahun 2000 KPMG Consulting melakukan merger (penggabungan perusahaan) dengan Barents dan memakai nama KPMG Consulting. Kini setelah kasus rencana pengemplangan pajak oleh KPMG dan barents tersebut terkuak dan berbuntut di pengadilan, KPMG Consulting mengubah namanya menjadi Bearing Point.

Atas perubahan nama tersebut, Gunadi mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi masalah dalam pemeriksaan yang sedang dilakukan oleh Ditjen Pajak. Pasalnya, jika terjadi perubahan nama, maka akan terjadi pula perubahan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Ketika terjadi pergantian NPWP lama dengan NPWP yang baru itulah, terjadi suatu tax clearence antara kewajiban dengan NPPWP lama dan yang baru.

"Kalau ternyata sekarang ganti nama, tidak masalah Akan ada suatu pemeriksaan baru untuk meyakinkan bahwa memang sudah terjadi pergantian nama. Kalau melakukan penghapusan NPWP lama kemudian menerbitkan NPWP baru kan ada pemeriksaan juga. Jadi ada suatu tax clearence, di-cut off siapa yang menjabat pada perusahaan lama dan yang baru siapa," jelas Gunadi.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa daluwarsa Bukti Permulaan adalah 5 (lima) tahun, tetapi daluwarsa lima tahun tidak berlaku jika Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ada dua alasan mengapa dalam hal ini daluwarsanya lebih dari lima tahun. Pertama, proses peradilan pidana sampai adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap bisa lebih dari lima tahun jika masing-masing pihak yang berperkara menempuh upaya hukum banding maupun kasasi. Jika ketentuan daluwarsanya mengikuti lima tahun akan banyak kasus pidana perpajakan atau pidana lainnya yang merugikan keuangan Negara tidak bisa diterbitkan ketetapannya karena alasan daluwarsa. 

Kedua, daluwarsa tuntutan tindak pidana di bidang perpajakan adalah sepuluh tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang KUP. Pasal 43A ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa awal proses tuntutan tindak pidana di bidang perpajakan adalah berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan maka dilakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Misalnya diperlukan waktu dua tahun sampai dengan adanya putusan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka walaupun sudah sepuluh tahun masih bisa diterbitkan SKPKB berdasarkan keterangan lain.

Surat Perintah Penyidikan bermula dari Pemeriksaan Bukti Permulaan. Bukti permulaan dirasa cukup karena tediteksi adanya tindak pidana perpajakan untuk meneruskan pada tindak lanjut pada Surant Perintah Penyidikan. Bukti Permulaan dapat daluwarsa dalam 5 (lima) tahun sesuai Pasal 13 UU Nomor 28 Tahun 2007, dalam kasus PT Jambu Dua Surat Tugas Bukti Permulaan sudah melewati daluwarsa tetapi jika terindikasi terjadinya tindak pidana maka daluwarsa bukti permulaan Pasal 13 UU Nomor 28 Tahun 2007 tidak berlaku. Daluwarsa atas indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang merugikan negara akan dihubungkan dengan Pasal 40 UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mana telah disebutkan bahwa daluwarsa 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutang pajak.

Hal ini dapat dilihat pada contoh kasus -- Kejaksaan Agung kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT. Mobile-8 Telecom periode 2007-2009. (Jakarta, CNN Indonesia)

Penyidikan kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom sebelumnya sudah digugurkan dalam praperadilan. Hakim praperadilan mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh dua tersangka dalam kasus ini, mantan Direktur PT Mobile 8 Anthony Chandra Kartawiria dan Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaja. Saat itu, hakim memutuskan bahwa Kejaksaan Agung tak berhak menyidik kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom dengan alasan yang berwenang menangani kasus tersebut adalah Direktorat Jenderal Pajak.

Menurut Prasetyo, ada fakta yang dilewati oleh hakim saat mengabulkan gugatan praperadilan tersebut. Ia menyebut Direktorat Jenderal pajak sendiri telah menyatakan bahwa jaksa memiliki kewenangan untuk menangani kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom. Prasetyo pun menegaskan, Kejaksaan Agung tidak menangani persoalan pajak dalam kasus ini, melainkan dugaan tindak pidana korupsi dalam perpajakannya. Menurutnya, sejak awal Kejaksaan Agung memahami bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menangani persoalan pajak.

"Yang ditangani adalah dugaan korupsinya, ada manipulasi di sana, ada transaksi fiktif. Kemudian hitung-hitungan pajaknya mengatakan ada kelebihan. Lebih kok minta restitusi," kata Prasetyo. Dugaan korupsi PT. Mobile-8 terkuak setelah penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung menemukan transaksi palsu antara perusahaan tersebut dan PT. DNK pada periode 2007-2009. Transaksi itu menjadi dasar pengajuan permohonan restitusi oleh perusahaan telekomunikasi tersebut mobil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun