Mohon tunggu...
Dody Dharma Hutabarat
Dody Dharma Hutabarat Mohon Tunggu... Lainnya - Keterangan Profil

Bio

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dalam Kenangan: Slamet Mulyono (1974-2020)

29 April 2020   13:44 Diperbarui: 29 April 2020   13:41 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tidak tahu bagaimana harus mulai bercerita tentang Slamet Mulyono. Bukan karena tidak ada yang dapat diceritakan tentang hidupnya, tetapi karena banyak sekali yang dapat dikisahkan. Aku tuturkan kisah Slamet Mulyono dari sudut pandangku sebagai seorang teman kerja, sahabat, dan adik.

Aku mengenal mas Slamet, begitu aku memanggilnya, untuk pertama kalinya pada akhir tahun 2008. Saat itu kami baru menyelesaikan tugas belajar S-2 kami masing-masing. Mas Slamet baru selesai S-2 dari Australia dan aku dari United Kingdom. 

Sesuai dengan kebijakan SDM saat itu, pegawai yang telah menyelesaikan tugas belajar ditempatkan di Bagian Pengembangan Pegawai. Selain kami berdua, ada empat teman lainnya, yaitu Dekky, Frangky, Jordan, dan Tonny.

Humoris, ya itu adalah kesan pertamaku tentang mas Slamet. Dan memang sifat humoris ini memberi warna khusus tidak hanya dalam pergaulannya, tetapi juga dalam mengelola stres dalam pekerjaan kami kemudian. Dalam guyonan, aku dan beberapa teman dekat kadang memanggilnya mas Sla, penggalan dari nama depannya.

Selama di Bagian Pengembangan Pegawai, kami membantu Pak Saiful Islam, saat itu Kepala Subbagian Pengembangan Kompetensi, dalam penyelenggaraan sejumlah kegiatan dan pelatihan internal DJPb. Aku sering jadi MC. Mas Slamet jadi pembaca doa.

Setelah enam bulan berlalu, sekitar bulan Juni 2009, aku dan mas Slamet dipromosikan menjadi Kepala Seksi di Direktorat Transformasi Perbendaharaan (Dit. TP). Saat itu, Dit. TP bertugas mengembangkan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). 

Aku menjadi Kepala Seksi di Subdirektorat Transformasi Proses Bisnis Eksternal (TPBE) yang menangani modul Manajemen Kas dan interkoneksi SPAN dengan bank, dan mas Slamet menjadi Kepala Seksi di Subdirektorat Transformasi Proses Bisnis Internal (TPBI) yang menangani modul Manajemen Pelaporan SPAN.

Di sini aku mendapati mas Slamet sebagai seorang yang sangat cerdas dan visioner. Selama bertugas di Dit. TP, mas Slamet menghasilkan sejumlah karya tulis yang menjadi salah satu dasar pengembangan Modul General Ledger pada SPAN, seperti Pelaporan (Reporting), Reformulasi Proses Rekonsiliasi Laporan Keuangan, Integrasi Pelaporan Keuangan dengan Pelaporan Kinerja, dan Pelaporan Tingkat Kuasa BUN Pusat. 

Modul dan karya-karya tulis tersebut juga menjadi bahan diskusi dan sosialisasi dengan direktorat teknis dan pihak-pihak terkait. Salah satu poin transformasi pada modul General Ledger SPAN yang digagas mas Slamet adalah mekanisme penjurnalan dalam SPAN yang disebut Sub-Ledger Accounting Method. 

Untuk menyosialisasikan dan memopulerkan mekanisme baru tersebut, mas Slamet menyingkatnya menjadi SLAMet yang kebetulan sama dengan namanya.

Jujur, aku kagum dengan kecerdasan mas Slamet. Kurang dari dua bulan setelah kami bertugas di Dit. TP, mas Slamet sudah ditunjuk menjadi nara sumber pada Workshop Future State Vision Proses Bisnis Ditjen Perbendaharaan di Blitar dengan peserta sejumlah pejabat eselon III DJPb. Tentu ini luar biasa karena workshop itu menjadi penanda peluncuran future state vision, salah satu milestone pada pengembangan SPAN. 

Mas Slamet menjelaskan konsep rekonsiliasi berjenjang pada Pengguna Anggaran dan Bendahara Umum Negara, korelasi antara SPAN dan laporan kinerja, kuantitas laporan yang dihasilkan KPPN, relasi antarlaporan yang dibutuhkan direktorat, dan pembangunan database tunggal SPAN. 

Semua yang dijelaskannya adalah sesuatu yang belum ada saat itu. Selain mas Slamet, yang menjadi nara sumber dari Dit. TP adalah Adi Setiawan, Saiful Islam, dan Ingelia Puspita.

Apakah hubungan kami selalu berjalan manis-manis saja? Tentu tidak. Suatu hari, kami pernah berdebat seru. Aku lupa persisnya tentang apa, tapi kami mengambil sikap yang berseberangan. Aku mendebatnya dengan argumentasiku. Mas Slamet pun tidak mau kalah. 

Perdebatan kami lumayan panas hingga akhirnya aku sadar. Jangan sampai perbedaan pendapat mengakibatkan hubungan kami menjadi terganggu. 

Di luar ruangan rapat, kami berpelukan sambil mengucapkan permohonan maaf. Karena apa pun perbedaannya, kami sama-sama ingin melakukan yang terbaik untuk kesuksesan SPAN. Ya, kami memang berdebat tentang SPAN.

Kondisi pengembangan SPAN memang sedang sangat kritis saat itu. Begitu kritisnya, kami bahkan hampir tidak percaya bahwa SPAN dapat diselesaikan. Seluruh skenario dan strategi diletakkan di atas meja. Sebagai sebuah proyek, dapat dikatakan SPAN hampir gagal saat itu. 

Waktu yang molor, nilai kontrak yang melebihi perkiraan awal, dan aplikasi yang belum siap digunakan karena banyaknya defect dan isu yang belum tuntas, sudah cukup bagi sebagian orang untuk memprediksi kegagalan SPAN. Tapi kami terus bekerja keras karena percaya bahwa di balik kesulitan ini pasti akan ada kemudahan. 

Kini terbukti sejumlah negara menjadikan Indonesia sebagai rujukan dalam pengembangan sistem informasi manajemen keuangan yang terintegrasi, seperti Malaysia, Laos, Sri Lanka, dan Bhutan.

SPAN memang sangat kompleks. Tidak kurang dari 270 skenario proses bisnis harus dipastikan dapat berjalan dengan benar. Itu belum termasuk detil, interface, laporannya. Integritas data antarmodul juga harus dijaga sehingga laporan yang dihasilkan dapat dipercaya. Belum lagi menjaga transaksi pembayaran dan pemindahan dana yang harus diamankan. Termasuk penyiapan data rekening dan konversinya ke dalam SPAN.

Tidak ada toleransi untuk kesalahan. Dan memang, tim proses bisnis yang sehari-hari bergelut menangani pengembangan SPAN dituntut untuk memiliki kemampuan holistik pengembangan sebuah sistem berskala besar. Risikonya tidak main-main! Apa lagi SPAN akan berinteraksi dengan sejumlah aplikasi dan sistem lain, seperti aplikasi SPM, Bank Indonesia Government Electronic Banking, Modul Penerimaan Negara, Cash Planning Information Network, Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS), dan Bank Operasional. 

Kesiapan regulasi, SDM, dan infrastruktur juga harus dipastikan. Luar biasa pelik! Dengan tingkat stres yang demikian tinggi, sifat humoris mas Slamet membantu mencairkan ketegangan yang kami hadapi.

Saat dulu masih sering rapat kerja hingga larut malam, aku dan mas Slamet sering tidur berbagi kamar. Aku dapati mas Slamet sebagai orang yang religius. Selain sebagai pembaca doa, mas Slamet sering diminta menjadi penceramah dalam kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di kantor. 

Mas Slamet juga sering memimpin doa bersama setelah salat Zuhur di musala Dit. TP (sekarang Dit. SITP) agar Allah SWT memberikan kekuatan dan kelancaran dalam membangun SPAN.

Aku sampai heran. Kok bisa pada diri mas Slamet dapat ditemukan sosok akuntan profesional, humoris, sekaligus sosok ustaz yang memiliki pemahaman agama yang tinggi? Karenanya, aku dan beberapa teman dekat sering bercanda kalau mas Slamet ini juga memiliki titel Lc. yang bisa diartikan "Licence" (gelar S-1 dari perguruan tinggi agama tertentu) dan bisa juga diartikan "lucu" sesuai ciri khasnya. Oh ya, gelar S-2 mas Slamet adalah M. Prof. Acc. yang artinya Master of Professional Accounting, yang kadang kami plesetkan dengan memanggilnya dengan sebutan profesor akuntansi. Ah, mas Slamet, kamu memang unik dan komplit.

Dalam sebuah tim, mas Slamet mengambil peran sebagai pemain, playmaker, sekaligus suporter. Tidak jarang kami di tim proses bisnis "bergerilya" bersama ke direktorat-direktorat untuk menjelaskan sekaligus membangun dukungan untuk pengembangan SPAN. Ini sesuai dengan arahan Pak Paruli Lubis, Direktur TP saat itu. 

Begitu solidnya kami sebagai tim bahkan sampai Pak Sudarto (Kasubdit TPBE, sekarang Staf Ahli bidang OBTI) mengatakan, "Pasti akan terjadi sesuatu kalau Adi, Dody, dan Slamet sudah berkumpul". Aku tidak tahu apakah itu hanya sebuah gurauan, atau memang pak Sudarto sedang cemas melihat kami berkumpul. Peace, pak Darto. Hehehe.

Interaksi kami sempat renggang selama lima tahun tidak bertemu karena aku melanjutkan studi S-3 di Amerika Serikat di tahun 2013 dan mas Slamet dipromosikan sebagai Kepala KPPN Singaraja di tahun 2016. Kami pun bertemu lagi di Jakarta di tahun 2018. 

Saat itu mas Slamet mendapat panggilan ke Jakarta untuk menerima penghargaan sebagai Unit Pelayanan Berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi dari Kemenpan RB tahun 2018. Aku ucapkan selamat dan kami berpelukan dengan erat.

Selain berpengalaman sebagai akuntan pengembang sistem berskala besar, mas Slamet juga seorang administrator yang sukses. Terbukti dari sejumlah prestasi yang diraih saat menjadi Kepala KPPN Singaraja. Selain penghargaan dari Kemenpan RB, mas Slamet membawa timnya meraih sejumlah pencapaian lainnya yaitu Juara I Kantor Pelayanan Terbaik lingkup Kementerian Keuangan tahun 2017, unit kerja yang memenuhi kriteria pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM tahun 2017, Pemenang Pertama Penilaian Kinerja Pelayanan Publik pada KPPN tahun 2017 lingkup DJPb, Peringkat ke-4 Pengelola Kinerja Terbaik tingkat DJPb tahun 2017, dan Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Terbaik lingkup Kabupaten Buleleng dan Jembrana Semester I tahun 2018.

Bagiku mas Slamet lebih dari sebagai teman kerja dan sahabat. Ia juga sosok seorang kakak. Masih jelas di ingatanku betapa bahagianya ketika kami bertemu di rumahnya tahun lalu. 

Aku membawa keluargaku. Kami bercerita tentang keluarga kami masing-masing. Kami juga bercerita tentang doa. Kami pun berbagi cerita tentang harapan.

Aku menangkap sebuah kebanggaan ketika mas Slamet bercerita bahwa putra pertamanya berhasil masuk Universitas Indonesia jurusan Ilmu Ekonomi Islam. 

Aku turut bahagia. Aku tahu bahwa mas Slamet sangat mencintai keluarganya. Saat melanjutkan studi di Australia, mas Slamet membawa serta seluruh keluarganya meski harus bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah sekolah dasar di Canberra untuk menutupi kekurangan biaya hidup. Pertemuan dua keluarga yang singkat tapi sangat berkesan.

"Mas, aku kira mas mutasi ke Jakarta, atau Jawa?" Itu pertanyaanku ketika tahu bahwa mas Slamet tidak dimutasikan ke Jakarta atau Jawa. Di tahun 2019, mas Slamet dimutasikan menjadi Kepala Bidang Supervisi KPPN dan Kepatuhan Internal pada Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung. 

Aku sempat berargumen bahwa sulit mencari pegawai dengan kombinasi kompetensi, pengalaman, dan prestasi seperti mas Slamet. Tapi memang mas Slamet tidak suka mengeluh. Semuanya diterimanya dengan sabar dan ikhlas. Begitu juga dengan sakitnya.

Tahun lalu aku memang mendengar kabar bahwa mas Slamet sedang sakit keras. Aku langsung meneleponnya menanyakan keadaannya. Tapi, mas Slamet tidak ingin orang lain mengetahui kesakitannya. Dia mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan mohon doa agar sehat selalu. 

Sayangnya, aku tidak sedang berhadapan langsung dengannya. Aku merasakan bahwa dia sedang sakit, tapi aku tidak tahu sakit apa dan aku tidak kuasa untuk bertanya lebih lanjut. Aku pun berdoa untuknya.

Saat mendapat kabar bahwa mas Slamet meninggal dunia, aku tidak percaya. Memang seminggu sebelum kepergiannya, aku menghubunginya melalui telepon untuk menanyakan kabar dan mengajaknya berkolaborasi untuk mengerjakan sebuah proyek ilmu pengetahuan. Aku akan selalu bersemangat ketika bersamanya dalam sebuah tim. Tapi entah kenapa panggilan teleponku tidak diangkatnya.

Karena tidak percaya dengan berita duka itu, aku langsung menelepon nomor HP-nya. Mbak Dewi, istrinya yang mengangkat panggilan teleponku. 

Dengan terisak, Mbak Dewi mengatakan, "Mohon maafkan bapak (mas Slamet) ya, mas Dody". Lidahku kelu. Dengan sesak, aku bertanya, "Saya mendapat kabar duka tentang mas Slamet. Apakah benar demikian?" Mbak Dewi menangis membenarkan dan sekali lagi mengajukan permohonan maaf untuk mas Slamet. Mbak Dewi pun mengatakan bahwa dia tahu kalau aku menelepon mas Slamet minggu lalu. Tapi mas Slamet sedang tidur. Telepon pun tertutup. Aku tahu mbak Dewi sangat terpukul.

Aku pun menangis. Air mataku tak terbendung. Aku telah kehilangan seorang teman, sahabat, dan kakak. Saat kisah ini aku tulis, terdengar curah hujan di luar rumahku yang seperti mengerti kesedihanku. Aku masih seperti tidak percaya dengan kepergiannya. Aku sangat kehilangan. Tapi aku sadar bahwa ini semua adalah takdir Ilahi yang harus diterima dengan penuh keikhlasan dan kesabaran seperti yang diajarkan mas Slamet kepadaku.

Namanya Slamet Mulyono. Amal perbuatannya, insyaAllah, sesuai dengan namanya. Semoga seluruh kebaikan yang telah dilakukannya menjadi amal jariah yang pahalanya terus mengalir. Aku berdoa semoga mas Slamet dalam keadaan selamat dan dimuliakan di sisi Allah SWT. Selamat jalan, mas Slamet. Doaku untukmu, mas Slamet-ku...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun