Mohon tunggu...
Dody Dharma Hutabarat
Dody Dharma Hutabarat Mohon Tunggu... Lainnya - Keterangan Profil

Bio

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dalam Kenangan: Slamet Mulyono (1974-2020)

29 April 2020   13:44 Diperbarui: 29 April 2020   13:41 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku turut bahagia. Aku tahu bahwa mas Slamet sangat mencintai keluarganya. Saat melanjutkan studi di Australia, mas Slamet membawa serta seluruh keluarganya meski harus bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah sekolah dasar di Canberra untuk menutupi kekurangan biaya hidup. Pertemuan dua keluarga yang singkat tapi sangat berkesan.

"Mas, aku kira mas mutasi ke Jakarta, atau Jawa?" Itu pertanyaanku ketika tahu bahwa mas Slamet tidak dimutasikan ke Jakarta atau Jawa. Di tahun 2019, mas Slamet dimutasikan menjadi Kepala Bidang Supervisi KPPN dan Kepatuhan Internal pada Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung. 

Aku sempat berargumen bahwa sulit mencari pegawai dengan kombinasi kompetensi, pengalaman, dan prestasi seperti mas Slamet. Tapi memang mas Slamet tidak suka mengeluh. Semuanya diterimanya dengan sabar dan ikhlas. Begitu juga dengan sakitnya.

Tahun lalu aku memang mendengar kabar bahwa mas Slamet sedang sakit keras. Aku langsung meneleponnya menanyakan keadaannya. Tapi, mas Slamet tidak ingin orang lain mengetahui kesakitannya. Dia mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan mohon doa agar sehat selalu. 

Sayangnya, aku tidak sedang berhadapan langsung dengannya. Aku merasakan bahwa dia sedang sakit, tapi aku tidak tahu sakit apa dan aku tidak kuasa untuk bertanya lebih lanjut. Aku pun berdoa untuknya.

Saat mendapat kabar bahwa mas Slamet meninggal dunia, aku tidak percaya. Memang seminggu sebelum kepergiannya, aku menghubunginya melalui telepon untuk menanyakan kabar dan mengajaknya berkolaborasi untuk mengerjakan sebuah proyek ilmu pengetahuan. Aku akan selalu bersemangat ketika bersamanya dalam sebuah tim. Tapi entah kenapa panggilan teleponku tidak diangkatnya.

Karena tidak percaya dengan berita duka itu, aku langsung menelepon nomor HP-nya. Mbak Dewi, istrinya yang mengangkat panggilan teleponku. 

Dengan terisak, Mbak Dewi mengatakan, "Mohon maafkan bapak (mas Slamet) ya, mas Dody". Lidahku kelu. Dengan sesak, aku bertanya, "Saya mendapat kabar duka tentang mas Slamet. Apakah benar demikian?" Mbak Dewi menangis membenarkan dan sekali lagi mengajukan permohonan maaf untuk mas Slamet. Mbak Dewi pun mengatakan bahwa dia tahu kalau aku menelepon mas Slamet minggu lalu. Tapi mas Slamet sedang tidur. Telepon pun tertutup. Aku tahu mbak Dewi sangat terpukul.

Aku pun menangis. Air mataku tak terbendung. Aku telah kehilangan seorang teman, sahabat, dan kakak. Saat kisah ini aku tulis, terdengar curah hujan di luar rumahku yang seperti mengerti kesedihanku. Aku masih seperti tidak percaya dengan kepergiannya. Aku sangat kehilangan. Tapi aku sadar bahwa ini semua adalah takdir Ilahi yang harus diterima dengan penuh keikhlasan dan kesabaran seperti yang diajarkan mas Slamet kepadaku.

Namanya Slamet Mulyono. Amal perbuatannya, insyaAllah, sesuai dengan namanya. Semoga seluruh kebaikan yang telah dilakukannya menjadi amal jariah yang pahalanya terus mengalir. Aku berdoa semoga mas Slamet dalam keadaan selamat dan dimuliakan di sisi Allah SWT. Selamat jalan, mas Slamet. Doaku untukmu, mas Slamet-ku...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun