Mohon tunggu...
dodo hawe
dodo hawe Mohon Tunggu... -

Dodohawe, menjalani hidup biasa-biasa saja, orangnya biasa-biasa saja. Menjalani hidup normal apa adanya, yang penting dalam segala tindakan banyak manfaat untuk kehidupan bersama, untuk kemajuan agama dan bangsa...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peneliti Malaysia Mencuri Naskah Kuno

27 Agustus 2009   18:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:47 1638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Al-Azhar, sang pemilik naskah, merekam pantun-pantun itu pada 1990. Pantun-pantun tadi diminta Malaysia untuk situs budaya “Sejuta Pantun”. Meski perbuatan itu tak bisa dikategorikan mencuri, belakangan Al-Azhar sadar bahwa tindakannya berisiko. Pasalnya, pantun-pantun itu sama sekali belum dipatenkan.

“Suatu saat, bisa saja 200 pantun Rantau Kopan tersebut diklaim Malaysia sebagai miliknya,” tuturnya dengan nada khawatir. Mengapa Malaysia begitu getol berburu naskah-naskah kuno itu? Menurut Muhammad Yusuf, Malaysia memang berambisi menjadi pusat Melayu dan pusat Islam.

Ia menduga, gerakan itu juga sejalan dengan gerakan Dunia Melayu Islam, yang berpusat di sana. “Dengan demikian, orang yang mau belajar tentang Melayu harus belajar di Malaysia,” kata Yusuf. Ketika berkunjung ke Kuala Lumpur, Malaysia, dua pekan lalu, Gatra menangkap kesan itu.

Beberapa tokoh setempat yang ditemui Gatra menyebut nenek moyang mereka adalah orang Melayu. Termasuk orang Melayu yang ada di Indonesia, menurut mereka, berasal dari Malaysia. Uniknya, ketika ditanya tentang prototipe orang Melayu dan asal bahasa Melayu, mereka kesulitan menjelaskannya.

Bahkan, pada saat sinetron Malaysia berjudul Cilok dipertontotan, tak banyak orang muda Malaysia tahu maknanya. Maklum, kata itu berasal dari Minangkabau yang berarti pencuri atau maling.

Mengingat ambisi menggebu Malaysia yang tanpa malu itu, Al-Azhar meminta pemerintah melakukan penyelamatan warisan budaya bangsa, terutama naskah lisan di Riau dan wilayah Indonesia lainnya. “Naskah lisan akan mudah diklaim karena tidak ada catatan yang menyatakan itu hak warisan Riau,” katanya.

Ancaman itu, menurut dia, sangat nyata. Pada saat ini, di Riau ada 12 melodi naskah lisan, sedangkan Malaysia memiliki tiga melodi sejenis. “Jadi, ada sembilan melodi yang tidak ada di Malaysia,” tuturnya. Tapi, jika hal ini dibiarkan, bukan tak mungkin suatu saat 12 melodi itu diklaim sebagai milik Malaysia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun