Dari kedua orangtua, sebuah lagu dengan genre papatet sampai dan saya akrabi. Salah satu yag melekatkan kenangan akan papatet adalah terdapatnya kata "muncang" dalam salah satu rumpaka (lirik)-nya. Kata berikutnya, tentu saja Galunggung. Gunung yang berjarak hanya 17 km dari tempat saya dilahirkan.
Rumpaka-nya sebagai berikut:
Gunung Galunggung kapungkur
Gunung Sumedang katunjang
Talaga Sakawayana
Rangkecik di tengah leuweung
Ulah pundung ku disungkun
Ulah melang teu diteang
Tarima raga wayahna
Ngancik di nagara deungeun.
Gunung Gede siga nu nande
Nandean ka badan kuring
Gunung Pangrango ngajogo
Ngadagoan kuring wangsul
Wangsul ti pangumbaraan
Kebo mulih pakandangan
Nya muncang labuh ka puhu
Pulangkeun ka Pajajaran
Rumpaka papatet ini, menurut sejarawan UNPAD Dr. Mumuh Muhsin Zakaria, tidak jelas siapa penulisnya, namun lagu ini pernah dimuat dalam Volksalmanak Soenda pada 1927.
Sementara itu, lagu papatet sendiri, menurut Moh. Yusuf Wiradiredja dalam Tembang Sunda Cianjuran di Priangan (1834-2009) dari Seni Kalangenan Sampai Seni Pertunjukan (2014), berisikan tema-tema yang menyiratkan kerinduan, melankonlis, religius, sampai pemujaan kepada para leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa.
Kata patet dalam istilah musik adalah sistem dalam permainan gamelan yang menentukan tingkat nada dan tanggapan pendengar. Sementara secara bahasa, pathet (boleh jadi asal dari kata patet) dalam bahasa Jawa berarti meredam atau menahan diri.
Papatet, menurut Dika Dzikriawan dkk dalam Tinjauan Komparatif Lagu “Papatet” Gaya Bojongherangan dengan Gaya Pasarbaruan dalam Tembang Sunda Cianjuran (2021) merupakan salah satu lagu yang diwajibkan dikuasai oleh calon para penembang.
Beberapa tokoh tembang Sunda Cianjuran, mengibaratkan lagu Papatet sebagai al-Fatihah-nya dalam Al-Qur'an.
"Kemudian, secara teknis para tokoh tembang Sunda Cianjuran berpendapat bahwa ketika penembang sudah menguasai lagu Papatet maka hal ini akan menjadi jaminan bagi mereka lebih mudah mempelajari lagu-lagu yang lainnya. Menurut Wiradiredja, ornamentasi dalam lagu Papatet secara global mewakili lagu-lagu yang ada dalam tembang Sunda Cianjuran. (Wiradiredja, 2014:111). Itu sebabnya lagu Papatet senantiasa ditempatkan sebagai salah satu media untuk mempelajari lagu-lagu tembang Sunda Cianjuran (Sukanda et al., 1977: 103)," kutip Dika.
Pantas saja, bila papatet ini begitu berkesan di hati. Ungkapan kebo mulih pakandangan (kerbau pulang ke kandang) dan muncang labuh ka puhu (buah kemiri jatuh ke pangkalnya) sebagaimana diungkapkan Wiradiredja (2014) menyiratkan kerinduan dan spiritualitas siapapun yang menyusun rumpaka-nya.