Ia mencerminkan kecanggihan kognisi manusia - tetapi tidak memunculkannya, begitu simpul Fedorenko. Terlintas dalam pikiran sebuah hipotesis bahwa ada bahasa yang laten dalam otak kita selama proses berpikir yang tidak bisa terdeteksi saat dilakukan pemindaian dalam penelitian Fedorenko dan koleganya.Â
Saya tertarik untuk menyebutnya sebagai bahasa ruh yang dengan ini kita mengidentifikasinya sebagai inner speech. Bahasa ruh inilah yang kemudian secara kognitif berproses menjadi outer speech, bahasa yang kita tuturkan sebagai alat komunikasi. Â Â
Bahasa ruh yang laten dalam setiap pikiran manusia inilah yang dalam tulisan sebelum ini, Bahasa Arab: Induk Segala Bahasa, yang disinyalir sebagai diwahyukan oleh Tuhan dan sama sekali bukan ciptaan kognitif manusia.Â
Jauh di bawah kesadaran kognitif kita, ada satu bahasa yang secara universal kita pahami sekalipun kita pernah mempelajarinya. Adalah keterbatasan kognitif otak kita yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan psikis--bahkan sebelum kita dilahirkan--yang menjadikan kita begitu terbatas dalam berbahasa.Â
Dalam perspektif ini, sebagai seorang yang percaya akan adanya kehidupan setelah mati, saat mendapatkan pelajaran bahwa kita akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan amanat kehidupan yang diberikan Tuhan, lalu Tuhan mengajari kita melalui Nabi-Nya yang universal, yakni Nabi Muhammad saw bahwa semua prosesi tersebut akan berlangsung dalam bahasa Arab, maka kita dapat menalar peristiwa eskatologis tersebut melalui bahasa ruh tadi.
Tuhan yang mengajarkan bahasa Arab kepada manusia generasi pertama di Bumi ini dengan jalan menyimpan potensi kebahasaan ruhiyah tersebut dalam bentuk inner speech yang secara awam seolah dirasakan sebagai bahasa ibu bagi masing-masing manusia. Saya menghipotesiskan inner speech terbagi dua, terdalam dan terluar.
 Potensi kebahasaaan ruhiyah berada di bagian terdalamnya, sementara yang dapat terdeteksi dalam penelitian Fedorenko et al. berada di bagian terluarnya. Sensasi bahwa kita seakan merasakan inner speech kita dalam bahasa ibu (atau dalam bahasa-bahasa outer speech yang kita kuasai) nampaknya berada pada bagian terluar tadi.    Â
Bagaimana Bahasa Berubah?
Saat membincang tentang bahasa, satu hal yang selalu menggoda, yakni kata "bahasa" itu sendiri. Secara etimologis, bahasa berasal dari kata Sanskerta, bhasha yang secara umum berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan.Â
Bhasha juga, menurut Wisdom Library, seperti yang dijelaskan dalam berbagai teks, mencakup berbagai makna di berbagai bidang budaya India. Dalam Jainisme, kata ini menandakan bahasa dan pentingnya untuk identitas budaya.Â
Purana merujuk Bhasha sebagai seorang dramawan kuno yang berkontribusi pada pengetahuan awal Gita, sementara Natyashastra menyoroti diskusi seputar penyimpangan dramawan lain dari aturan-aturannya.Â