Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menyoal (Kembali) tentang Bahasa

16 Oktober 2024   14:11 Diperbarui: 16 Oktober 2024   14:32 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat amanat pembina upacara bendera Senin pagi awal Oktober ini, saya mengomentari frasa hening cipta dalam lagu wajib Mengheningkan Cipta karya Truno Prawit. Bagian upacara tersulit, begitu saya katakan. 

Betapa tidak, menurut Jessica Tillman dalam A Neuroscientist Explains How to Quiet Your Mind and Find Some Peace, kepala kita adalah tempat yang berisik, dan seringkali itu adalah hal yang baik.  Pikiran tidak pernah hening karena pikiran itu sendiri identik dengan kebisingan, ungkap Pujya Gurudevshri dalam The Myth of Silencing the Mind. 

"Beberapa orang mengatakan bahwa pikiran terkadang menjadi 'gila', tetapi itu tidak mungkin karena pikiran itu sendiri adalah kegilaan. Pikiran akan tetap kacau karena itulah sifatnya. 

Oleh karena itu, jangan pernah mencoba untuk membungkam pikiran," tandasnya dalam nada Yogis. Ini yang saya maksud sebagai mengheningkan cipta merupakan bagian tersulit dalam upacara.  

Tetang betapa brisiknya pikiran, dalam pengalaman saya secara pribadi, sangat terkait dengan gagasan bahwa berpikir adalah suatu bentuk pembicaraan dalam hati. Saya termasuk yang merasakan betapa brisiknya "suara dalam kepala" ini.

 Ingatan masa kecil masih lekat betapa saya suka bicara sendiri terutama saat sendiri. Malah, saya masih mengingat "teman bicara" atau setidaknya "persona yang suka dibicarakan" dalam obrolan sendiri itu bernama Subadra -- sebuah nama yang sangat bernuansa pewayangan.

 Senang sekali rasanya saat membaca bahwa sosok-sosok sekaliber Sokrates, Plato dan Aristoteles ternyata membincang fenomena ini tidak kurang dari 2.371 tahun sebelum saya lahir. Secara ilmiah, Lev Vygotsky, seorang psikolog asal Rusia menyebutnya inner speech. 

Dalam konsepsi Vygotsky, menurut Richard Nordquist dalam Inner Speech sembari mengutip pernyataan Katherine Nelson, ucapan dimulai sebagai sebuah media sosial dan menjadi terinternalisasi sebagai inner speech (ucapan batin), yaitu pemikiran yang diverbalkan. 

Menurut Daniel Gregory dan Peter Langland-Hassan dalam Inner Speech (Stanford Encyclopedia of Philosophy), inner speech dikenal sebagai "suara kecil di kepala" atau "berpikir dalam kata-kata." 

Hal ini menarik perhatian filosofis karena merupakan fenomena di mana beberapa topik yang menarik perhatian sepanjang masa saling bersinggungan: bahasa, kesadaran, pikiran, citra, komunikasi, imajinasi, dan pengetahuan diri semuanya tampak terhubung dengan satu atau lain cara dengan suara kecil di kepala. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun