Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gempa dalam Kilasan Dongeng, Tafsir dan Sains

28 April 2024   09:24 Diperbarui: 28 April 2024   09:27 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://hystoryana.blogspot.com/

"Telah Terjadi gempa bumi dengan kekuatan: 6.5 SR, 116 km Barat Daya GARUT-JABAR, waktu gempa: 27-Apr-24 23:29:47 WIB, Gempa ini tidak berpotensi TSUNAMI." Rilis BMKG Indonesia beberapa saat pasca gempa tengah malam tadi. 

Seisi rumah berhamburan ke luar. Insting penyelamatan diri secara sistemik dalam otak mengusir kantuk. Saya sendiri yang sejak sore hari didera sakit perut, agak sedikit lebih beruntung. Derita sakit perut membuat tidur tidak terlalu lelap sehingga memudahkan untuk terjaga. Gempa dengan kekuatan 6.5 SR tadi malam yang berlangsung kurang lebih 15 detik diikuti pemadaman listrik. Suasana pun semakin dramatis. 

Gempa identik dengan nama Richtrer yang dijadikan skala magnitudo atau besar kecilnya gempa. Adalah Charles Francis Richter (1900-1985) seorang ahli seismologi dari Amerika Serikat yang darinya skala ini diambil. Menurut Wiki, Richter mengembangkan skala untuk mengukur kekuatan gempa bumi pada tahun 1935. Sebenarnya ia bukanlah yang pertama melakukan itu. De Rossi sudah melakukannya pada tahun 1880-an dan Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Hanya saja kedua pendahulunya tersebut masih menggunakan skala kualitatif berdasarkan tingkat kerusakan bangunan setelah terjadi gempa bumi. Sementara Richter menekankan pada besar atau kecilnya kekuatan gempa. Pada tahun 1954 Richter dan Gutenberg mengarang satu buku acuan dalam bidang seismologi berjudul, Seismicity of the Earth (Kegempaan di Bumi).

Sebagai orang Sunda, saya mengenal gempa dengan sebutan lini atau lindu. Nampaknya lini merupakan bentuk perubahan dari kata lindu. Kata lindu dapat kita temukan pada ungkapan Sunda moal unggut kalinduan moal gedag kaanginan (tidak akan goyah karena gempa, tidak akan bergerak karena angin). Sebuah ungkapan yang menggambarkan keteguhan tekad. Dan tentang gempa ini, samar-samar saya mengingat sebuah dongeng tentang asal mula terjadinya gempa. Saat SD dulu, kalau tidak keliru ingat, saya membaca dongeng ini dalam salah satu jilid buku Taman Pamekar - sebuah buku bacaan berbahasa Sunda yang berisi etika dan budaya. 

Konon, bola Bumi berada di atas tanduk seekor sapi raksasa yang berdiri di atas punggung seekor ikan paus. Kalau ikan paus atau sapi itu bergerak, Bumi pun berguncang. Kadang sapi itu sengaja bergoyang untuk mengetahui apakah bumi masih ada penghuninya ataukah tidak. Untuk itu, menurut dongeng tersebut, bila terjadi gempa maka kita harus berteriak: "Aya, aya, aya - ada, ada, ada!" Maksudnya agar sapi tahu bahwa di atas Bumi yang berada di ujung tanduknya masih ada (banyak) manusia.

Gambaran filmis dari adegan sapi 'ngobrol' dengan ikan paus saat mereka merasa bosan menanggung Bumi di atas tanduk dan punggungnya begitu menggoda imajinasi. Pada fase usia tersebut, kosmologi belumlah saya akrabi. Hanya saja waktu itu sebuah simpulan sederhana berbau naif terbetik bahwa manusia dan hewan berbicara dalam satu bahasa. Buktinya sapi dan ikan paus dapat saling berkomunikasi. Bukan itu saja, sapi pun memahami saat manusia berteriak 'ada, ada, ada'. Hehehe

Kisah-Kisah Israiliyyat        

Saya yang masih kecil saat itu tidaklah sendirian dalam kenaifan. Nenek-nenek yang dikisahkan oleh Stephen Hawking dalam A Brief History of Time juga meyakini bila bumi berada di punggung seekor kura-kura raksasa. Kutipan lengkapnya sebagai berikut:

"A well-known scientist (some say it was Bertrand Russell) once gave a public lecture on astronomy. He described how the earth orbits around the sun and how the sun, in turn, orbits around the center of a vast collection of stars called our galaxy. At the end of the lecture, a little old lady at the back of the room got up and said: 'What you have told us is rubbish. The world is really a flat plate supported on the back of a giant tortoise.' The scientist gave a superior smile before replying, 'What is the tortoise standing on.' 'You're very clever, young man, very clever,' said the old lady. 'But it's turtles all the way down!'"

 Bila saya (agak mendingan) saat membaca bahwa sapi berada di punggung ikan paus -- yang nampaknya berenang di atas samudera, maka nenek yang dengan gagahnya berdebat dengan Bertrand Russell lebih ekstrem lagi: Bumi berada tepat di atas puncak menara kura-kura. 

Seorang penanya di forum tanya jawab  yang dikelola Syekh Muhammad Shalih al-Munajjid menyatakan bahwa ia pernah membaca sebuah riwayat yang menyatakan bahwa bumi terletak di atas punggung sapi jantan, dan ketika sapi tersebut menggerakkan kepalanya maka terjadilah gempa. Ia menyebutkan bahwa ia pernah membacanya dalam tafsir Ibnu Katsir: 2/29, dan 1/50. "Bisakah Anda menjelaskan tentang hal ini?" tanyanya.

"Apa yang disebutkan penanya tersebut tidak ada dalil yang menyatakan hal tersebut baik dari al Qur'an al Karim maupun sunnah Nabi yang shahih, namun riwayat tersebut hanya sampai pada atsar sebagian para sahabat dan tabi'in," jawab sang Syekh. Kemudian jawaban berlanjut:

"Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa beliau berkata: 'Sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena, maka ia menulis semua kejadian, kemudian uap air diangkat ke atas, maka darinyalah langit-langit diciptakan, kemudian Dia (Allah) menciptakan Nuun, yaitu; ikan paus, maka dihamparkannya bumi di atas punggung ikan paus tersebut, maka bumi pun bergerak dan berguncang, lalu ditopang oleh gunung-gunung, maka gununglah yang lebih utama dari pada bumi, lalu beliau berkata dan membaca: 'Nuun, demi pena dan apa yang mereka tulis'.

(Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam Tafsirnya: 2/307, dan Ibnu Abi Syaibah: 14/101, dan Ibnu Abi Hatim-sebagaimana di dalam Tafsir Ibnu Katsir: 8/210, dan Thabari dalam Jami' Al Bayan: 23/140, dan Hakim dalam Al Mustadrak: 2/540, dan masih banyak yang lainnya, semua riwayat dari jalur Al A'masy, dari Abi Dzabyan Hushain bin Jundub, dari Ibnu Abbas, yang ini sanadnya shahih. Al Hakim berkata: ini adalah hadits yang shahih sesuai dengan syarat kedua Syeikhan (Bukhari dan Muslim) namun keduanya tidak meriwayatkannya. Adz Dzahabi berkata dalam at Talkhish: Sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Mujahid, Muqatil, Sudi dan al Kalbi. Silahkan anda baca: (Ad Durrul Mantsur: 8/240, dan Tafsir Ibnu Katsir: 8/185 dalam permulaan tafsir surat al Qalam).

Atsar ini --sebagaimana anda ketahui- adalah mauquf (terhenti) sampai pada Ibnu Abbas, bukan dari sabda Nabi saw, secara umum Ibnu Abbas ra mengambil dari Ka'b al Ahbar atau dari buku-buku Bani Isra'il yang mencakup banyak keajaiban, keanehan dan kedustaan. Yang menunjukkan akan hal itu adalah beberapa rincian yang disebutkan oleh sebagian kitab Tafsir dalam masalah ini."

Syekh juga melanjutkan, oleh karenanya, al Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah: 1/15, setelah beliau menyebutkan beberapa keanehan, yang di antaranya adalah hadits ini, bahwa semua riwayat tersebut termasuk israiliyyat, dan berkata: "Sanad ini as-Sudi menyebutkan banyak sekali hal-hal yang aneh, yang seakan memang diambil dari cerita israiliyyat." 

Menapaki Jejak Lampau Gempa

Menarik sekali saat menapaki perjalanan literasi yang berawal dari dongeng dalam Taman Pamekar, diskursus di kalangan ahli tafsir hingga seloroh Stephen Hawking dalam A Brief History of Time.

Saat gempa tadi malam berlalu, sambil mengantisipasi aftershock (gempa susulan) kami mengisinya dengan obrolan kecil. Sebagai penghuni klasemen Generasi Z, anak-anak langsung mencari tahu di mana episentrum gempa yang baru saja terjadi. Sementara para Gen X-er dan Millenialist mencari berita seputar dampak atau korban yang ditimbulkan.  Dan, saya salah satu dari sekian X-er lebih parah lagi malah tertarik untuk mengetahui kapan gempa pertama kali terjadi di planet kita.

Gunung berapi, menurut Elizabeth Rayne dalam Volcanoes and Earthquakes Could Have Started As Far Back As 3.8 Billion Years Ago, mulai meletus jauh sebelum ada yang namanya dinosaurus; kristal zirkon berusia 3,8 miliar tahun yang sekarang menjadi bukti awal subduksi, yang memicu gunung berapi, tsunami, gempa bumi, dan fenomena lainnya. Zirkon yang lebih tua memang ada, tetapi apa yang diungkapkan oleh zirkon-zirkon ini adalah bahwa era pembentukannya kemungkinan besar terjadi saat aktivitas tektonik mulai menyebabkan gempa bumi berguncang dan gunung berapi meletus.

"Protokrust Bumi jauh lebih stabil sebelum lempeng tektonik mengguncang planet ini. Fenomena ini diperkirakan dimulai antara 800 juta hingga 4 miliar tahun yang lalu, tetapi hampir tidak ada yang tersisa dari 500 juta tahun pertama keberadaan Bumi karena lempeng tektonik terus bergeser. Ahli geologi Nadja Drabon dari Universitas Harvard, yang memimpin sebuah penelitian yang baru-baru ini diterbitkan di AGU Advances, telah menemukan beberapa zirkon purba yang ia temukan sebagai salah satu dari beberapa peninggalan yang sulit dipahami dari era tersebut. Menurutnya, alasan mengapa terjadi ketidakstabilan pada kerak planet ini masih menjadi pertanyaan terbuka," ungkap Rayne.

Hal senada diungkapkan David Bressan dalam Megathrust Earthquakes Rattled Earth Over 3 Billion Years Ago bahwa gempa bumi terdahsyat di dunia terjadi di sepanjang zona subduksi, di mana satu lempeng tektonik bergeser di bawah lempeng lainnya. Ketika lempeng-lempeng ini saling menempel, tekanan akan terbentuk di kerak Bumi - seperti karet gelang yang diregangkan. Ketika tekanan yang terbentuk cukup untuk mengatasi gesekan yang menahan lempeng-lempeng tersebut - seperti karet gelang yang diregangkan - maka terjadilah gempa bumi. Peristiwa seperti ini juga dikenal sebagai gempa bumi megathrust.

Endapan batuan aneh yang ditemukan di Barberton Greenstone Belt menyimpan bukti gempa megathrust tertua yang diketahui sejauh ini. "Sabuk Batu Hijau Barberton di Afrika bagian selatan terbentuk pada waktu yang berbeda dalam rentang waktu 800 juta tahun yang kritis dari 4,15 hingga 3,3 miliar tahun yang lalu, ketika tektonik Bumi beralih dari permukaan batuan yang kaku menjadi lempeng yang bergerak," tulis Bressan. 

Saya kadang seakan terjebak di masa lalu. Lirik lagu Pyramids dari MB 14 kembali terngiang:

Have you ever felt like you weren't born at the right time
That you already been through all of this in the past life?
Why do I feel so connected to the ancients?
Why do I always wanna go back to the essence?
 

Seperti pada tulisan Pascamodernisme, Pasca-Kebenaran dan Deepfake, saya tidak bisa beranjak ke era pascamodernisme. Saya selalu terkait dengan masa lalu. Semoga saja tidak ada yang mengutip ucapan John Connor kepada Terminator dalam Genisys (2015): "You are nothing but a relic from a deleted timeline."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun