Mereka menjawab: "Kami diperintahkan untuk mengotori tempat tidurmu dengan kotoran kami."
Berkata Abu Nawas dengan tenang: "Apakah Amirul Mu'minin memerintahkan kalian untuk membuang air kecil atau hanya air besar?"
"Tidak, hanya buang air besar," jawab mereka.
"Baik, silakan kerjakan apa yang diperintahkan Amirul Mu'minin kepada kalian," jawab Abu Nawas, "Hanya saja dengan satu syarat."
Mereka menjawab: "Lalu, apa syaratnya?"
Maka Abu Nawas berkata: "Aku akan jelaskan syarat tersebut."
Sambil memegang tongkat besar lagi panjang, Abu Nawas memandangi mereka lalu berkata: "Silakan buang air besar saja! Barang siapa buang air kecil di atas kasurku dan itu menyalahi perintah Amirul Mu'minin, maka aku akan memukul (maaf) kemaluannya dengan tongkat ini."
Bingunglah mereka. Mereka tersadar bahwa mustahil bagi mereka buang air besar tanpa buang air kecil.
Maka kembalilah mereka kepada Amirul Mu'minin, Harun al-Rasyid dan melaporkan apa yang dikatakan Abu Nawas. Meledaklah tawanya atas perkara ini lalu berkata: "Si banyak akal itu berhasil kembali!"
Sekali lagi, Abu Nawas bukan hanya lolos dari jebakan tetapi juga mendapatkan hadiah dari sang Khalifah. (Salim Syamsuddin, Abu Nuwas fi Nawadirihi wa Ba'dha Qashaidihi, hal. 44-45)
Sangat tidak mudah membayangkan diri kita bila berada dalam posisi seperti Abu Nawas. Hanya Nasruddin Hoja yang bisa menandingi kecemerlangan sekaligus kenakalan Abu Nawas. Betapa tidak, untuk Nasruddin ini bahkan kelucuannya bisa terlihat dari nama belakangnya, Hoja yang seringkali disebut Joha.Â