Konon nama perompak ini adalah Diomedes---Santo Agustinus sendiri tidak menyebutnya---ia telah membungkam sang kaisar.
Satu lagi, masih tentang Aleksander Agung. Suatu hari sang kaisar bertemu dengan seorang filsuf. Sang kaisar berkata, "Akulah Aleksander, sang kaisar agung."
Sang filsuf menjawab, "Hamba adalah Diogenes si anjing."
Ketika Aleksander bertanya apa yang telah dia lakukan sehingga disebut anjing, dia berkata: "Saya menjilat mereka yang memberi, menyalak kepada yang menolak, dan menggigit mereka yang degil."
Aleksander menanyakan kepada Diogenes apakah ada yang bisa dia lakukan untuknya. Diogenes, yang sedang menikmati hangatnya matahari musim gugur, menjawab, “Sudilah kiranya Paduka untuk bergeser sedikit agar sinar matahari tidak terhalang.”
Kembali Aleksander terbungkam. Konon sebelum pergi, Aleksander berujar, "Jika saya bukan Aleksander, saya ingin menjadi Diogenes."
Diomedes secara bahasa---dios (Zeus) dan medein (pembela)---berarti 'pembela Zeus'. Sementara Diogenes---dios (Zeus) dan genes (lahir)---berarti 'keturunan Zeus'. Dalam tradisi Islam, nama seperti Abdullah, Zhafrullah dan sebagainya memiliki kesamaan dalam tujuan pemberian namanya. Lalu bagaimana bisa sebuah nama diberikan secara sembarang dan tanpa makna?
Kata-kata 'apa arti sebuah nama' secara retoris menalar hubungan antara simbol dan realitas sebagaimana telah menjadi topik diperdebatkan selama berabad-abad. Selama perdebatan penting mana cangkang dan isi. Tentu yang disentil Shakespear adalah kecenderungan asik mengulit dari pada bermain di tataran esensi.
Sebuah Koda
Kita sekarang hidup dalam era di mana verifikasi dan konfirmasi akan mengukuhkan kita sebagai manusia. Bukan mesin. Termasuk, memastikannya dengan bertemu muka, berjabat tangan dan bertukar sapa.
Selamat Hari Lebaran!