Kutipan ini muncul saat saya mencoba menemukan judul untuk tulisan yang sempat terjeda tadi malam. Lalu mengapa harus Shakespear yang terlintas, rupanya pada siang harinya saya membaca sebuah kutipan yang diatribusikan kepada pujangga asal Inggris ini: "Love me or hate me, both are in my favor. If you love me, I’ll always be in your heart. If you hate me, I’ll always be in your mind."
Adalah Alia Farhat, siswi saya yang sekarang tengah berkutat dengan persiapan UTBK-nya, memosting kutipan yang dianggap perkataan William Shakespear tersebut. Alia adalah seorang penggandrung buku, penikmat kata dan pecinta makna. Ia adalah sekian kecil dari anak-anak didik saya yang jatuh cinta dengan aroma buku. Ada jejak buku dalam kata-katanya. Â Hal itu dengan mudah bisa ditemui saat bertukar kata dengannya. Ada jejak bacaan dalam pancaran matanya.
Saat saya goda bahwa saya memilih love daripada hate, Alia tergelak diwakili tulisan 'hahaha'. Saya harap derai tawa ceria itu tetap bertahan. Sebab, dengan berat hati harus saya sampaikan bahwa kata-kata tersebut tidak terkonfirmasi diucapkan oleh Shakespear. Esther French, dalam Fakespeare: 5 quotes commonly misattributed to Shakespeare menyebutnya sebagai perkataan dari Sir Walter Scott. Sementara di tempat lain disebutkan bahwa kutipan tersebut disandarkan kepada Oscar Wilde.
Bagaimanapun juga, Alia membantu saya menemukan judul untuk tulisan kali ini. Pembaca sudah membacanya di puncak tulisan. Â Â
Kembali kepada nama belakang Sabuncuoglu. Emre Sabuncuoglu akan tetap seperti itu, menjadi maestro gitar klasik dan berbakat di matematika, terlepas nama belakangnya berarti "keturunan dari keluarga pembuat sabun" ataupun "keturunan dari keluarga terhormat tuan Sya'ban". Â Begitu juga halnya dengan dokter sekaligus aktivis keseteraan gender kita, Serefeddin Sabuncuoglu.
Begitu bila kita melihatnya secara Shakespearian. Hanya saja, saya memilih untuk melihat dari perspektif berbeda. Bukan masalah sabun atau sya'ban---mana yang lebih baik, melainkan apakah memang sabun atau sya'ban fakta yang sebenarnya? Pada saat kita mendapatkan faktanya, baru kita memaknainya dengan cara yang terbaik.Â
Dalam perspektif faktual ini, agak sedikit miris saat Republika menurunkan tulisan Mengenal Serefeddin, Ahli Bedah Perempuan Asal Turki pada Jumat, 27 April enam tahun lalu. Rupanya penulis artikel tersebut gagal untuk melakukan verifikasi dan konfirmasi sumber bacaan. Apakah kalimat "[Serefeddin] Sabuncuoglu memperkenalkan banyak inovasi miliknya, di antaranya pengenalan gambaran di mana kita melihat ahli bedah wanita diilustrasikan untuk pertama kalinya" terlalu sulit untuk dicerna? Apakah sulit untuk mengenali Serefeddin adalah nama yang tidak lazim untuk perempuan? Editor tulisan tersebut tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Belajar dari Nama
Masih tentang nama. Santo Agustinus dalam De Civitate Dei (Kota Tuhan) menghikayatkan seorang perompak (bajak laut) yang ditangkap oleh Aleksander Agung.Â
Sang Kaisar: "Bagaimana kamu berani-beraninya menodai lautan?"Â
Sang perompak: "Bagaimana juga Paduka berani-beraninya menodai dunia? Apakah hanya karena hamba melakukannya dengan sebuah kapal kecil, lalu hamba dianggap perompak? Sementara Paduka, dengan armada laut yang hebat menodai dunia kemudian dianggap kaisar?"