Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cocokologi (1)

8 April 2023   07:02 Diperbarui: 8 April 2023   07:22 2713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bias Konfirmasi (Sumber: http://psychopedia.in/)

Entah siapa yang pertama kali mengkoinasi istilah cocokologi. Beberapa menulisnya sebagai cocoklogi. Hanya saja secara kaidah penggabungan sebuah kata benda dengan logi, maka biasanya ditambahi sisipan huruf o di antara keduanya. Misal, humor+logi menjadi humorologi (bukan humorlogi), sunda+logi menjadi sundanologi dan seterusnya. Mengacu kepada kaidah portmanteau, maka cocokologi lebih tepat.

Kata cocokologi begitu fenomenal sehingga seorang peneliti dari KITLV, Tom Hoogervorst  menyebutnya sebagai termasuk ke dalam Some Indonesian academic terms the world should know (Beberapa istilah akademik yang dunia harus ketahui). Meskipun, Hoogervorst masih menulisnya cocoklogi alih-alih cocokologi. Ia memberikan pengantar begini:

"Ada tradisi panjang bahwa kata-kata akademik  merupakan [gabungan dua kata] Yunani dan Latin. Faktanya, beberapa kata umum -- seperti neurosains, metadata, dan heteronormatif -- terdiri dari satu unsur Yunani dan satu unsur Latin. Memberi tanda baca pada publikasi dan presentasi seseorang dengan meminjam bahasa Prancis dan Jerman juga merupakan praktik yang cukup diterima. [Tentu] tidak banyak orang yang mempertimbangkan untuk menggunakan bahasa Indonesia untuk tujuan ini. Tapi ini berarti kehilangan beberapa koinasi (istilah buatan) paling mendalam yang dibutuhkan oleh akademisi saat ini. Untuk alasan ini, saya dengan rendah hati mempersembahkan lima teratas pribadi saya."

Cocokologi dalam pandangan psikologi

Lalu Hoogervorst pun menuliskan cocokologi sebagai nomor pertamanya. Malah, ia pun menawarkan satu terma alternatifnya dalam bahasa Inggris, matchology.

Dalam psikologi fenomena cocokologi dikenal dengan sebutan confirmation bias (bias konfirmasi). "Kita sebagai manusia cenderung percaya pada apa yang ingin kita percayai dan seringkali mencari bukti yang mendukung pandangan tersebut. Bias konfirmasi sering kali dipicu oleh pemikiran yang bersifat ingin memiliki, hal ini membuat seseorang berhenti mengumpulkan data ketika bukti yang telah terkumpul sejauh ini memperkuat pandangan yang ingin dipercayai. Contoh yang menyangkal (diskonfirmasi) seringkali lebih kuat dalam membuktikan kebenaran karena untuk menyangkal memerlukan pencarian bukti yang membuktikan sebaliknya," tulis Tanaya Poopal dalam What is Confirmation Bias and How Does It Work?

"Seseorang mungkin merasa sulit untuk menghadapi biasnya sendiri, karena tidak semua orang memiliki pengalaman dan latar belakang yang sama, sehingga menjadi hampir tidak mungkin untuk benar-benar memiliki pikiran yang terbuka. Namun dengan mengakui adanya bias, dapat membantu seseorang dalam mengidentifikasi dan memahami dunia dengan lebih akurat," lanjutnya.

Cocokologi di tengah pandemi 

Puncak pandemi Covid-19 pada kisaran bulan medio 2021, menawarkan satu cocokologi terviralnya. Meme dan misinformasi terkait adanya ayat Al-Qur'an yang secara tegas menyebutkan adanya Corona. Bahkan, perintah untuk tinggal di rumah pun disertakan bersamanya. Adapun potongan ayat yang dimaksud adalah   (QS Al-Ahzab: 33). Padahal potongan ayat tersebut terjemahnya adalah 'Dan hendaklah kalian (perempuan) tetap di rumah kalian (perempuan)'.

Kata waqarna terdiri dari tiga bagian: wa (dan), qar (tinggallah) dan na (kalian perempuan). Kata qar pada ayat tadi adalah kata kerja perintah dari kata kerja qarra--yaqarru, dalam kamus daring Al-Ma'any mengandung arti menetap atau tinggal. Dan huruf nun berfathah (na) di akhir kata adalah nun penanda pelaku perempuan dalam bentuk jamak (antunna). Jadi kata waqarna sama sekali tidak menunjuk kepada nubuwatan tentang akan adanya wabah Corona di akhir zaman. Barangkali diikutinya dengan kata buyut (jamak dari bayt, rumah) menjadikan kata qarna terasa relevan dengan perintah stay at home pada saat pandemi. Laman Islami.co sempat menurunkan tulisan berkenaan dengan kelucuan ini dengan judul Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 33: Cocokologi Redaksi Qorna dengan Corona. Muhammad Najib Murobbi, penulis artikel ini sudah benar menuliskannya sebagai cocokologi, bukan cocoklogi. 

Namun, tulisan saya kali ini tidak untuk berhenti sampai di sini. Ada sesuatu yang sangat serius dan dilakukan dengan saksama, akan tetapi beberapa pihak mengategorikan sebagai cocokologi atau bias konfirmasi. Penasaran? Mari kita lanjutkan.

Teori Dawai dalam Al-Qur'an

Bila kasus Corona terbukti merupakan cocokologi. Lagu bagaimana dengan pernyataan bahwa String Theory (Teori Dawai) terdapat dalam Al-Qur'an?

Teori dawai adalah gagasan dalam teori fisika bahwa realitas terdiri dari dawai bergetar yang sangat kecil, lebih kecil dari atom, elektron, atau quark. Menurut teori ini, saat dawai bergetar, berputar, dan melipat, mereka menghasilkan efek dalam banyak dimensi kecil yang ditafsirkan manusia sebagai segalanya mulai dari fisika partikel hingga fenomena berskala besar seperti gravitasi.

"Teori dawai telah dianggap sebagai kandidat Theory of Everything, sebuah kerangka kerja tunggal yang dapat menyatukan relativitas umum dan mekanika kuantum, dua teori yang mendasari hampir semua fisika modern. Sementara mekanika kuantum sangat baik dalam menggambarkan perilaku benda-benda yang sangat kecil dan relativitas umum bekerja dengan baik untuk menjelaskan bagaimana hal-hal yang sangat besar terjadi di alam semesta, mereka tidak bermain bersama dengan baik. Beberapa ilmuwan berpikir (atau berpikir) bahwa teori dawai dapat menyelesaikan teka-teki di antara keduanya, menaklukkan salah satu masalah fisika utama yang belum terpecahkan," tulis Charlie Wood dan Vicky Stein dalam What is string theory?

Dari beberapa referensi lainnya kita mengetahui bahwa String Theory adalah teori fisika yang mencoba menggabungkan dua teori besar dalam fisika, yaitu teori relativitas umum dan mekanika kuantum. Inti argumen dari String Theory adalah bahwa partikel subatomik, seperti elektron dan quark, sebenarnya bukanlah partikel yang paling dasar dalam alam semesta. Sebaliknya, partikel-partikel ini terdiri dari benang atau dawai energi yang sangat kecil yang disebut string.

String-string ini terikat bersama dan bergetar pada frekuensi tertentu, menciptakan partikel subatomik yang berbeda. Dalam teori ini, alam semesta dianggap terdiri dari 10 dimensi spasial dan 1 dimensi waktu, dan string-string ini bergerak di sepanjang semua dimensi ini. Konsep ini memberikan penjelasan bagi fenomena-fenomena yang tidak dapat dijelaskan oleh teori fisika yang ada saat ini, seperti gravitasi dan fenomena di alam semesta awal. Namun, karena kompleksitasnya, String Theory masih menjadi topik penelitian dan kontroversi di kalangan komunitas fisika.

String Theory digadang-gadang sebagai calon Theory of Everything atau Teori Segalanya karena teori ini mampu menggabungkan empat fundamental forces dalam alam semesta yaitu gravitasi, elektromagnetisme, interaksi nuklir lemah, dan interaksi nuklir kuat dalam satu kerangka kerja teoretis yang konsisten. Selain itu, string theory juga mampu menjelaskan fenomena-fenomena fisika yang tidak dapat dijelaskan oleh teori fisika lainnya, seperti bagaimana partikel subatomik terbentuk, bagaimana gravitasi bekerja pada tingkat subatomik, dan bagaimana alam semesta terbentuk.

Namun, untuk menjadi benar-benar Teori Segalanya, Teori Dawai masih memerlukan banyak pengembangan dan bukti empiris yang kuat. Karena itu, para ilmuwan terus melakukan penelitian dan eksperimen untuk menguji validitas teori ini dan mencari bukti eksperimental yang dapat mendukung atau menggoyahkan teori ini.

Teori Dawai ini sendiri pertama kali diusulkan pada tahun 1960-an oleh sekelompok fisikawan teoretis, termasuk Gabriele Veneziano, Claud Lovelace, dan Yoichiro Nambu. Namun, teori ini benar-benar terwujud pada tahun 1980-an melalui karya-karya fisikawan teoretis terkemuka seperti Michael Green, John Schwarz, Edward Witten, dan Nathan Seiberg.  

Confirm bias vs Confirmed truth   

Laman Miracles of Quran menurunkan sebuah tulisan berjudul String Theory: Physics Extrem.

"Dalam semua versi teori dawai terdapat sepuluh dimensi, waktu T dan tiga dimensi spasial x, y, z ditambah enam dimensi spasial tambahan. Empat dimensi pertama (T, x, y, z) adalah alam semesta kita yang dapat diamati (langit ke-1). Enam dimensi tambahan yang tersisa dari teori dawai memiliki massa. Massa di masing-masing dimensi tambahan ini membentuk langit yang terpisah. Enam dimensi ekstra membentuk Enam langit tambahan dengan total tujuh langit yang ditumpangkan (multiverse)," demikian tulisnya.

Awalnya, Teori Dawai dikembangkan dalam sepuluh dimensi, yaitu sembilan dimensi spasial dan satu dimensi waktu. Namun, pada tahun 1995, fisikawan teoretis Edward Witten mengusulkan teori baru yang disebut M-Theory, yang menggabungkan beberapa varian dari teori dawai dalam 11 dimensi. Dalam M-Theory, terdapat sepuluh dimensi spasial dan satu dimensi waktu, serta dimensi tambahan yang dinamakan dimensi ke-11.

Namun, hingga saat ini, masih belum ada bukti eksperimental yang cukup kuat untuk mendukung keberadaan dimensi ke-11 dalam M-Theory. Sehingga, sebagian besar penelitian di dalam Teori Dawai tetap dilakukan dengan mempertimbangkan sepuluh dimensi.

"Jadi massa ditentukan oleh getaran tali. Namun hal ini digambarkan dalam Quran 1400 tahun sebelum ditemukan. Quran menggambarkan partikel terkecil sebagai sumbu," tulis tim Miracles of Quran. Lalu sebuah ayat ke-49 dari QS An-Nisa dikutip sebagai rujukannya, yang artinya: "Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya suci? Sebaliknya, Allah mensucikan siapa yang Dia kehendaki, dan mereka tidak akan dianiaya dengan sumbu."

"Fatiil berarti sumbu. Hal terkecil adalah sumbu. Sumbu dalam Al-Qur'an terlihat persis seperti benang dalam Teori Dawai," ungkapnya.    

Cocokologi atau memang demikian cocoknya? 

Nampaknya tulisan ini akan menjadi tulisan terpanjang saya selama Ramadan ini. Jadi saya akan buatkan dalam dua bagian.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun