"Kata-kata mi'rajul mu'min terdapat dalam komentar Al-Zurqani atas kitab Muwaththa-nya Imam Malik, dalam bahasan tentang 'sebaik-baik amalmu adalah shalat'.
(Dan sebaik-baik amalmu adalah shalat): yaitu, itu adalah amalmu yang paling berpahala, untuk (shalat) itu adalah amal yang paling utama; (shalat) menghimpun amal ibadah (lainnya) seperti membaca (Al-Qur'an), tasbih, takbir dan tahlil, dan menahan diri dari perkataan (biasa) manusia, dan hal-hal yang membatalkan puasa. Ini (shalat) adalah mi'rajul mu'min (pendakian orang beriman)...."
Pun demikian halnya dengan kisah asal-usul bacaan tahiyat yang dikatakan merupakan rekaman dialog Nabi SAW dan Allah SWT di Sidratul Muntaha dalam kesempatan Mi'raj.
Khalid Abdul Mun'im ar-Rifa'i berkenaan dengan ini menegaskan:
"Apa yang disebut dialog tentang tasyahud (tahiyat) atau kisah tasyahud seperti ini tidak memiliki dasar dalam syariah bahwa riwayat ini shahih dan tidak maudhu' (palsu). Hadits Isra' dan Mi'raj banyak dan diketahui para ulama, diriwayatkan oleh pemilik Dua Sahih (Bukhari-Muslim), Sunan dan Musnad, dan tidak ada yang seperti ini di dalamnya."
Dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim kita mendapatkan riwayat Nabi SAW yang mengajari Ibnu Mas'ud lafadz tahiyat yang dibaca saat duduk tasyahud, namun tidak ada hubungannya dengan Isra-Mi'raj.
***
Bila kekebasan berimajinasi dalam sains tidak memiliki konsekuensi yang serius selain 'terlalu Hollywood'---plus masih bisa bersembunyi di balik mantra absolutely state of the art---maka lain halnya bila sudah berurusan dengan agama. Setidaknya, bila sudah dikaitkan dengan Nabi SAW, maka akan berhadapan dengan para ahli riwayat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H