Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

The Pallete of Life

13 Juni 2022   15:26 Diperbarui: 13 Juni 2022   15:30 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah palet https://www.istockphoto.com

Pertama kali berkenalan dengan palet barangkali saat masuk SMP pada tahun 1985an. Adalah Bapak Afandi, guru seni rupa, yang mengenalkannya saat praktik melukis dengan menggunakan cat air dan cat minyak. Saat itu pula saya mulai mengenal tokoh-tokoh hebat seperti Affandi Koesoema (1907-1990), Basuki Abdullah (1915-1993) dan salah satu pelukis dunia asal Belanda, Vincent Willem van Gogh (1853-1890). Satu hal yang benar-benar saya pelajari saat belajar seni rupa, khususnya menggambar dan melukis: saya kurang berbakat.

Nyaris 30 tahunan lebih kata palet mengendap dalam ingatan. Tidak ada alasan yang cukup kuat memang untuk mengingat atau bersentuhan dengan kata tersebut. 'Trauma' akibat dari kurangnya bakat dalam melukis bertanggung jawab atas pengendapan kronis kata palet dalam dasar ingatan ini. Saya ternyata sangat payah dan teramat biasa saja.

Baru tahun 2022 ini, kata palet merayap ke atas permukaan memori. Tom Chi---entah sudah berapa kali saya mengutip nama ini---mengingatkan saya kepada kata yang nyaris memfosil tersebut saat mengenalkan konsep The Pallete of Being dalam pembicaraanya di TEDxTaipe tahun 2016. Lalu apa yang dimaksud dengan The Pallete of Being (palet keberadaan) ini? Saya akan coba jawab dari penjelasan Tom Chi sendiri.

Belajar dari Cyanobacteria

Dalam pembicaraan selama 17:48 menit di TED Talk tersebut Tom Chi membagi paparannya ke dalam tiga bagian: The Story of Heart (Kisah Tentang Jantung), The Story of Breath (Kisah Tentang Nafas) dan The Story of Mind (Kisah Tentang Pikiran). Sebenarnya palet keberadaan ini merupakan sisipan pembicaraan pada bagian ketiga, The Story of Mind.

Pada bagian kedua, Chi berkisah tentang bagaimana kita terhubung satu sama lainnya---bahkan dengan semesta di mana kita berada---melalui sejarah panjang pernafasan kita. Menurutnya, 3 milyar tahun lalu adalah mustahil bagi kita untuk bernafas di planet kita tercinta ini. Kita memiliki jumlah nitrogen yang sama dengan sekarang akan tetapi kita hampir tidak memiliki oksigen sama sekali. "Jadi Anda akan mengambil napas dengan sia-sia tiga miliar tahun yang lalu. Dan kita sebenarnya memiliki jumlah karbon dioksida yang sangat besar. Dan kesimpulannya adalah planet  kita ini hampir tidak bisa dihuni," ujarnya.

Saat itu, satu-satunya organisme yang bisa hidup saat itu adalah organisme bersel tunggal di dalam stromatolit dan ruang tertutup lainnya. Nah, untungnya bagi kita, menurut Chi, salah satu organisme yang hidup pada saat itu adalah sesuatu yang disebut cyanobacteria. Itu adalah gambarnya di latar belakang. Dan organisme ini memiliki trik khusus yang kita sebut fotosintesis, kemampuan untuk mengambil energi dari matahari dan mengubah karbon dioksida menjadi oksigen.

Lebih jauh lagi Tom Chi menjelaskan:

"Dan selama miliaran tahun, jadi mulai dari dua setengah miliar tahun yang lalu, sedikit demi sedikit bakteri ini menyebar ke seluruh planet ini dan mengubah semua karbondioksida di udara menjadi oksigen yang kita miliki sekarang. Dan itu adalah proses yang sangat lambat. Pertama, mereka harus menjenuhkan lautan, kemudian mereka harus menjenuhkan oksigen yang akan diserap bumi, dan baru setelah itu, akhirnya, oksigen bisa mulai menumpuk di atmosfer.

Jadi Anda lihat, tepat setelah sekitar 900 juta tahun yang lalu, oksigen mulai menumpuk di atmosfer. Dan sekitar 600 juta tahun yang lalu, sesuatu yang sangat menakjubkan terjadi. Lapisan ozon terbentuk dari oksigen yang telah dilepaskan di atmosfer. Dan kedengarannya seperti masalah kecil, seperti yang kita bicarakan tentang ozon beberapa dekade yang lalu, tetapi ternyata sebelum lapisan ozon ada, bumi tidak benar-benar mampu menopang kehidupan multiseluler yang kompleks."

Lalu Chi melanjutkan bagaimana proses yang begitu pelan dan panjang tersebut sampai kepada keberadaan kita, manusia, makhluk yang berkesadaran tinggi ini:

"Keturunan langsung dari cyanobacteria akhirnya ditangkap oleh tanaman. Dan mereka sekarang disebut kloroplas. Jadi ini adalah zoom-in dari daun tanaman---dan kita mungkin makan beberapa dari mereka hari ini---di mana banyak sekali kloroplas kecil masih terperangkap, menyumbangkan fotosintesis dan membuat energi untuk tanaman yang terus menjadi separuh paru-paru kita di bumi. Dan dengan cara ini, nafas kita sangat menyatu. Setiap nafas-keluar dicerminkan oleh nafas-masuk pada tanaman, dan nafas-keluar mereka dicerminkan oleh nafas-masuk kita."

Begitulah Chi menjelaskan bagaimana kita saling terhubung antara satu dan lainnya di bawah biosfer---bahkan semesta ini. Dan Cynobacteria mengajari kita perlunya ketekunan. Atau, kebermanfaatan, untuk lebih umumnya lagi.

The Pallete of Being

Chi mengajak kita bertafakur. Membayangkan bila kita menjadi Cynobacteria yang hidup 2 miliar tahun lalu. Kita terlahir dan kemudian mati hanya dalam hitungan beberapa minggu.

"Dan Anda merasa seperti: 'Yah, tidak ada yang benar-benar berubah.' Maksud saya, saya tidak punya tujuan dalam hidup ini. Sepertinya, dunia yang saya datangi sama persis dengan dunia yang saya tinggalkan. Tetapi apa yang tidak akan Anda pahami adalah bahwa setiap napas yang Anda ambil berkontribusi pada kemungkinan kehidupan yang tak terhitung jumlahnya setelah Anda - kehidupan yang tidak akan pernah Anda lihat, kehidupan yang kita semua menjadi bagian dari hari ini. Dan patut dipikirkan bahwa mungkin makna kehidupan kita sebenarnya bahkan tidak berada dalam lingkup pemahaman kita. Karena itu benar bagi setiap organisme ini, dan mungkin juga benar bagi kita."

Inilah poin refleksi mendalam kita tentang bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan ini. Untuk menguatkan, Chi kemudian mengajak kita belajar dari sejarah terciptanya piano. Sebuah instrumen yang begitu Baratnya, sehingga memberikan prestise tersendiri bagi yang menguasainya. "...Saya memiliki hubungan yang baik dengan piano. Terima kasih kepada ibu saya yang telah memberikan pelajaran piano sangat awal. Saya pikir Anda harus bila Anda orang Asia," selorohnya.

"Tetapi hal yang indah tentang alat musik ini adalah, alat musik ini begitu bernuansa dan begitu bertekstur dan begitu kompleks, dan begitu banyak keindahan yang dapat diciptakan darinya, sehingga orang dapat berkarier secara keseluruhan, mereka dapat bermain alat musik ini seumur hidup. Musisi profesional, pianis konser mengenal alat musik ini secara mendalam, secara intim. Dan melalui alat musik ini, mereka mampu menciptakan suara dengan cara yang memukau kita, dan menantang kita, dan memperdalam kita.

Tetapi jika Anda melihat ke dalam pikiran seorang pianis konser, dan Anda menggunakan semua cara modern untuk mencitrakannya, hal yang menarik yang akan Anda lihat adalah berapa banyak otak mereka yang sebenarnya didedikasikan untuk instrumen ini. Kemampuan untuk mengkoordinasikan sepuluh jari. Kemampuan untuk bekerja dengan pedal. Perasaan dari suara. Pemahaman teori musik. Semua hal ini direpresentasikan sebagai pola dan struktur yang berbeda di otak.

Dan sekarang setelah Anda memiliki pemikiran itu dalam benak Anda, ketahuilah bahwa pola dan struktur pikiran yang indah di otak ini tidak mungkin terjadi bahkan hanya beberapa ratus tahun yang lalu. Karena piano belum ditemukan sampai tahun 1700. Pola pikiran yang indah di otak ini tidak ada 5.000 tahun yang lalu.

Dan dengan cara ini, keterampilan piano, hubungan dengan piano, keindahan yang berasal dari piano bukanlah pemikiran yang dapat dipikirkan sampai sangat, sangat baru dalam sejarah manusia. Dan penemuan piano itu sendiri bukanlah sebuah pemikiran yang berdiri sendiri. Hal ini membutuhkan kedalaman teknik mesin. Diperlukan sejarah alat musik gesek. Diperlukan begitu banyak pola dan struktur pikiran yang mengarah pada kemungkinan penemuannya dan kemudian kemungkinan penguasaan permainannya.

Dan itu membawa saya pada sebuah konsep yang ingin saya bagikan kepada Anda, yang saya sebut The Pallette of Being. Karena kita semua dilahirkan ke dalam kehidupan ini dengan memiliki pengalaman kemanusiaan yang telah datang sejauh ini. Kita biasanya hanya mampu melukis dengan pola-pola pikiran dan cara-cara menjadi yang ada sebelumnya. Jadi, jika piano dan cara memainkannya adalah cara menjadi, ini adalah cara menjadi yang tidak ada bagi orang-orang 5.000 tahun yang lalu. Itu adalah warna dalam palet keberadaan yang tidak bisa Anda lukis."

Melalui gambaran sejarah piano inilah Tom Chi menyadarkan kita bahwa kita secara pemikiran pun kita saling terhubung, seperti halnya degup jantung dan helaan nafas kita melalui The Story of Heart dan The Story of Breath. Kita adalah kompilasi dari warna-warna dalam palet yang melukiskan keberadaan kita.

"Saat ini, jika Anda lahir, Anda sebenarnya bisa mempelajari keterampilan; Anda bisa belajar menjadi ilmuwan komputer, warna lain yang tidak tersedia beberapa ratus tahun yang lalu. Dan hidup kita benar-benar indah karena alasan berikut ini. Kita terlahir ke dalam kehidupan ini. Kita memiliki kemampuan untuk membuat lukisan yang unik ini dengan warna-warna yang ada di sekitar kita pada saat kelahiran kita. Tetapi dalam proses kehidupan, kita juga memiliki kesempatan unik untuk menciptakan warna baru. Dan itu mungkin datang dari penemuan hal baru: Mobil yang bisa berjalan sendiri; piano; komputer. Mungkin berasal dari cara Anda mengekspresikan diri Anda sebagai manusia.

Mungkin berasal dari karya seni yang Anda ciptakan. Setiap cara keberadaan ini, hal-hal yang kita keluarkan ke dunia melalui proses kreatif pencampuran bersama. semua hal lain yang ada pada saat kita dilahirkan, memungkinkan kita untuk memperluas Palet Keberadaan untuk semua masyarakat setelah kita. Dan ini membawa saya ke cara yang sangat sederhana untuk membingkai semua yang telah kita bicarakan hari ini."

Nah, kata palet inilah yang membunyikan kembali lonceng ingatan akan pengalaman menggunakan palet saat SMP itu. Hanya saja kali ini nuansanya berbeda. Sangat filosofis. Jauh dari kesan traumatis. Untuk pertama kalinya saya merasa nyaman dengan palet.

Sebuah Renungan Mendalam

Menutup paparannya, Tom Chi membuat refleksi yang begitu mendalam. "Saya pikir banyak dari kita memahami bahwa kita ada di alam semesta yang luar biasa ini, tetapi kita berpikir tentang alam semesta ini sebagai kita adalah hal yang kecil dan tidak penting, ada alam semesta ragawi yang sangat besar ini, dan di dalamnya ada biosfer, dan di dalamnya ada masyarakat, dan di dalam diri kita, kita hanya satu orang dari tujuh miliar orang, dan bagaimana kita bisa berarti? Dan kita berpikir tentang hal ini seperti hubungan wadah, di mana semua kebaikan datang dari luar ke dalam, dan tidak ada yang benar-benar istimewa tentang kita," ungkapnya.

"Tetapi Palet Keberadaan mengatakan sebaliknya. Dikatakan bahwa cara kita berada dalam kehidupan kita, cara kita memengaruhi teman dan keluarga kita, mulai mengubah cara mereka dapat melukis di masa depan, mulai mengubah cara masyarakat kemudian memengaruhi masyarakat, cara masyarakat kemudian dapat memengaruhi hubungannya dengan biosfer, dan cara biosfer kemudian dapat memengaruhi planet fisik dan alam semesta itu sendiri.

Dan jika itu adalah hal yang mungkin bagi cyanobacteria untuk sepenuhnya mengubah lingkungan fisik planet kita, itu benar-benar hal yang mungkin bagi kita untuk melakukan hal yang sama. Dan ini mengarah pada pertanyaan yang sangat penting untuk cara kita akan melakukan itu, cara di mana kita akan melakukan itu. Karena kita telah diberi karunia kesadaran yang menakjubkan ini. Dan karena karunia ini, kita memiliki kemampuan untuk memahami keterhubungan kita secara mendalam, dengan cara yang belum pernah kita lihat hewan lain memiliki kesempatan untuk melakukannya."

Kejutan dan letupan reflektif bertebaran di sana-sini. Tak hanya sampai di situ, sebuah punch line Tom Chi sampaikan menutup paparannya, "Jadi, saya ingin kita semua berkumpul bersama dengan pengetahuan ini dan memahami kebenaran tentang bagaimana alam semesta ini bahwa karena jantung, napas, dan pikiran kita terhubung dengan cara ini, maka kita perlu menantang diri kita sendiri untuk memahami apa tujuan hidup kita dalam kenyataan ini," pungkasnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun