Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebuah Memoar

4 Mei 2022   10:21 Diperbarui: 12 April 2023   06:16 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali, Sebuah Tanya

Apakah saya puas telah menulis selama Ramadan tahun ini?

Nampaknya akan lebih relevan untuk mengganti kata puas dengan bahagia. Saya merasa bahagia atas 31 tulisan tersebut. Kebahagiaan memang tidak untuk dicari. Ia harus diciptakan. Untuk alasan itu saya harus merasa bahagia. Ini bukan tentang pilihan tetapi lebih kepada memaknai setiap momen dalam hidup. Bila membaca seibarat mengumpulkan pernak-pernik maka menuliskanya kembali adalah memberi nama dan mengindetifikasi untuk disusun ulang dalam bingkai lainnya.           

Setiap pernak-pernik itu indah. Akan tetapi tidak lantas akan menjadi komposisi yang indah saat menggabungkannya dalam satu bingkai. Menulis adalah seni meramu pernak-pernik---yang meski tentu akan bersifat subjektif---untuk menampilkan keindahan terbaiknya. Seorang penulis bahkan memikul tugas mulia menghidupkan keindahan yang tersembunyi dalam setiap kata-kata dan ungkapan. Ia tidak untuk menjadi populer atau bersikap populis. Anais Nin merangkumnya dalam kata-kata: The role of a writer is not to say what we can all say, but what we are unable to say---tugas seorang penulis bukanlah untuk mengatakan apa yang kita semua bisa katakan, tetapi [lebih kepada] apa yang tidak bisa kita katakan.

Saya tidak merasa berhasil memikul tugas mulia itu. Saya malah boleh jadi gagal. Akan tetapi saya merasa bahagia karena telah mencoba. Inilah relevansi kebahagiaan dalam konteks hadirnya 31 tulisan---sebelum, selama dan sesudah---Ramadan tersebut.

Rahasia di Balik Huruf Nun

Ramadan adalah bulan literasi. Betapa tidak. Suara dari Langit yang pertama diwahyukan dalam bulan Ramadan adalah Iqra' bismi Rabbikalladzi khalaqa---Bacalah dengan nama Tuhan engkau yang telah menciptakan (QS Al-Alaq: 1). Perintah membaca mengandung makna ada sesuatu yang bisa dibaca. Alam sekitar dengan setiap gejalanya adalah karya tulis Tuhan sebagai hukum dan ketetapan-Nya. Untuk itu, atas hikmah-Nya surah kedua yang diwahyukan dibuka dengan kata-kata Nun, wal-qalami wa ma yasthuruna---Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis. (QS Al-Qalam: 1).

Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, dalam seri tulisannya di Republika tentang pernak-pernik dan rahasia Al-Qur'an sekaitan dengan huruf nun menyebutkan bahwa:

"Secara semiotik Rene Guonon menjelaskan multimakna dari huruf "nun" ini. Huruf nun digambarkan sebagai setengah bulatan (half-circim ference) yang cembung ke bawah, atau digambarkan sebagai bagian bawah bulat telur bola dunia (terrestrial half of the World Egg) melambangkan bibit keabadian dan kestabilan (the seed of immortability).

Separuh bulatan atasnya cembung ke atas (celestrial half of the World Egg) melambangkan bola matahari kesempurnaan yang memberi cahaya dan energi. Huruf nun sebagai nama ikan besar menjadi simbol dalam zodiak Capricorn dalam mitologi Yunani, sebagai 'jalan menanjak' (ascending path).

Rene Guenon menghubungkan simbol huruf nun dengan beberapa agama. Dalam Islam, jelas sekali huruf nun berdiri sendiri sebagai pembuka surat Al Qalam, yang ditafsirkan dengan ikan paus atau disimbolkan dengan tempat tinta." (Nasaruddin Umar, Misteri Bulatan Titik Huruf Nun yang Ada dalam Alquran)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun