Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebuah Memoar

4 Mei 2022   10:21 Diperbarui: 12 April 2023   06:16 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Masih) Tentang Ramadan Ini

Sebulan lalu, Rabu ini adalah hari keempat Ramadan 1443 H. Demi mengenang tamu agung yang hari ini telah meninggalkan kita tiga hari lalu, sebagian dari kita berpuasa  selama 6 hari di bulan Syawwal. Menurut sebuah sabda Nabi saw, hal itu setara dengan berpuasa selama satu tahun lamanya. Ramadan tahun ini hanya 29 hari. Kebanyakan Ramadan konon sebanyak itu hari-harinya.

Saat Ramadan akan menjelang, saya berniat untuk membuat catatan---dan umumnya bersifat naratif-diarial---tentang apa yang terbetik dalam benak saat menjalani hari-hari Ramadan. Satu hari satu catatan. Sangat boleh jadi tulisan-tulisan itu nanti ternyata tidak berkontribusi banyak dalam dunia literasi. Tetapi mengapa pula saya harus merasa sepenting itu?

Saya menulis. Itu saja. Dari satu hari sebelum dan sesudah Ramadan lalu ditambah sebanyak hari yang dijalani di dalamnya maka terkumpullah 31 buah catatan.

Sebuah Resonansi

Saya berusaha mengapresiasi diri sebagai langkah awal untuk bisa mengapresiasi diri-diri yang lainnya. Bagaimana saya bisa berkoeksistensi dengan yang lainnya bila bahkan eksistensi diri saja tidak disadari. Kita hanya bisa memberikan apa yang kita punyai. Adalah kemustahilan untuk berbagi kebahagiaan, misalnya, sementara kita tidak memilikinya. Apa yang bisa dibagikan?

Ini sama sekali bukan tentang egosentris atau narsisme diri. Ini tentang memaknai 'ada' untuk 'berada' dalam 'keberadaan'. Semua catatan yang saya buat merupakan resonansi gagasan dan pemikiran sebagai buah dari keberadaan yang lainnya. Saya mengambilnya dari Palette fo Being (Palet Keberadaan) di semesta ini. Tidak ada yang betul-betul baru dalam semesta kehidupan kita. Kita terhubung satu sama lainnya. Demikian saya beresonansi dalam gagasan pemikiran seorang Tom Chi.

Apakah saya puas dengan apa yang saya tuliskan? Beberapa ya, beberapa tidak. Kutipkan kata-kata Tommy Emmanuel berikut terasa sangat pas mewakili jawaban atas pertanyaan ini.

"One day you pick up the guitar and you feel like a great master, and the next day you feel like a fool. It's because we're different every day, but the guitar is always the same...beautiful."

Saat itu Tommy berfilsafat tentang keindahan guitar sebagai salah satu instrumen yang membuatnya menjadi salah satu syaikh dalam dunia perguitaran. Saya coba ambil sarinya selaras dengan apa yang menjadi materi tulisan ini, "[Adakalanya] satu hari kita punya ide untuk dituliskan dan kita merasa seperti halnya seorang pujangga, sementara hari berikutnya kita merasa layaknya seorang pandir. Itu semua karena kita berbeda setiap harinya, sementara ide (baca: bahan tulisan) itu selalu sama....indah."

Kembali, Sebuah Tanya

Apakah saya puas telah menulis selama Ramadan tahun ini?

Nampaknya akan lebih relevan untuk mengganti kata puas dengan bahagia. Saya merasa bahagia atas 31 tulisan tersebut. Kebahagiaan memang tidak untuk dicari. Ia harus diciptakan. Untuk alasan itu saya harus merasa bahagia. Ini bukan tentang pilihan tetapi lebih kepada memaknai setiap momen dalam hidup. Bila membaca seibarat mengumpulkan pernak-pernik maka menuliskanya kembali adalah memberi nama dan mengindetifikasi untuk disusun ulang dalam bingkai lainnya.           

Setiap pernak-pernik itu indah. Akan tetapi tidak lantas akan menjadi komposisi yang indah saat menggabungkannya dalam satu bingkai. Menulis adalah seni meramu pernak-pernik---yang meski tentu akan bersifat subjektif---untuk menampilkan keindahan terbaiknya. Seorang penulis bahkan memikul tugas mulia menghidupkan keindahan yang tersembunyi dalam setiap kata-kata dan ungkapan. Ia tidak untuk menjadi populer atau bersikap populis. Anais Nin merangkumnya dalam kata-kata: The role of a writer is not to say what we can all say, but what we are unable to say---tugas seorang penulis bukanlah untuk mengatakan apa yang kita semua bisa katakan, tetapi [lebih kepada] apa yang tidak bisa kita katakan.

Saya tidak merasa berhasil memikul tugas mulia itu. Saya malah boleh jadi gagal. Akan tetapi saya merasa bahagia karena telah mencoba. Inilah relevansi kebahagiaan dalam konteks hadirnya 31 tulisan---sebelum, selama dan sesudah---Ramadan tersebut.

Rahasia di Balik Huruf Nun

Ramadan adalah bulan literasi. Betapa tidak. Suara dari Langit yang pertama diwahyukan dalam bulan Ramadan adalah Iqra' bismi Rabbikalladzi khalaqa---Bacalah dengan nama Tuhan engkau yang telah menciptakan (QS Al-Alaq: 1). Perintah membaca mengandung makna ada sesuatu yang bisa dibaca. Alam sekitar dengan setiap gejalanya adalah karya tulis Tuhan sebagai hukum dan ketetapan-Nya. Untuk itu, atas hikmah-Nya surah kedua yang diwahyukan dibuka dengan kata-kata Nun, wal-qalami wa ma yasthuruna---Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis. (QS Al-Qalam: 1).

Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, dalam seri tulisannya di Republika tentang pernak-pernik dan rahasia Al-Qur'an sekaitan dengan huruf nun menyebutkan bahwa:

"Secara semiotik Rene Guonon menjelaskan multimakna dari huruf "nun" ini. Huruf nun digambarkan sebagai setengah bulatan (half-circim ference) yang cembung ke bawah, atau digambarkan sebagai bagian bawah bulat telur bola dunia (terrestrial half of the World Egg) melambangkan bibit keabadian dan kestabilan (the seed of immortability).

Separuh bulatan atasnya cembung ke atas (celestrial half of the World Egg) melambangkan bola matahari kesempurnaan yang memberi cahaya dan energi. Huruf nun sebagai nama ikan besar menjadi simbol dalam zodiak Capricorn dalam mitologi Yunani, sebagai 'jalan menanjak' (ascending path).

Rene Guenon menghubungkan simbol huruf nun dengan beberapa agama. Dalam Islam, jelas sekali huruf nun berdiri sendiri sebagai pembuka surat Al Qalam, yang ditafsirkan dengan ikan paus atau disimbolkan dengan tempat tinta." (Nasaruddin Umar, Misteri Bulatan Titik Huruf Nun yang Ada dalam Alquran)

Huruf nun juga merupakan simbol wanita. Sebagaiman wanita memiliki sifat khas melahirkan, maka pena dan tinta melahirkan tulisan-tulisan. Huruf nun  adalah kebalikan dari huruf ba. Selain secara bentuk fisik huruf yang memang berbalikan dengan satu titik di atas dan di bawah, menurut beberapa ulama sebagaimana dikutip oleh Nasaruddin Umar, huruf ba menyimbolkan fenomena Big Bag (Ledakan Besar) sementara huruf nun melambangkan fenomena Big Crunch (Keruntuhan Besar). Bila Big Bang mengembangkan, maka Big Crunch menciutkan.

Ba-Nun: Alpha dan Omeganya Huruf Arab

Secara visual huruf ba dengan titik di bawah menggambarkan awal kejadian dari satu titik. Huruf nun menggambarkan menciutnya---atau runtuhnya semesta---ke dalam satu titik. Perintah membaca (kata iqra diikuti bismi Rabbikalladzi khalaq yang diawali oleh huruf ba, pada kata bismi) melahirkan pencarian, pengembangan dan eksplorasi yang tak terbatas. Kebalikannya, perinta menulis yang disimbolkan dengan huruf nun mengerucutkan dan menciutkan segala bacaan dan eksplorasi kita ke dalam kata-kata yang terbingkai harmonis.

Keindahan falsafah huruf Arab inilah yang ingin saya tuangkan dalam skripsi saat kuliah dulu. Tetapi dosen pembimbing mengarahkan kepada topik lain. Saya tetap berterima kasih atas arahan tersebut meski dengan setengah hati harus mencari 'masalah' agar kuliah bisa selesai tanpa masalah.

Dari perspektif falsafah huruf ba dan nun ini terbuktilah keagungan Al-Fatihah sebagai Ummul Kitab, Induk dari Al-Qur'an. Sebab ketujuh ayat yang terdapat di dalamnya diawali dengan ba pada basmalah dan berakhir dengan nun pada kata al-dhallin. Alpha dan omega. Samar-samar saya mengingat sebuah pernyataan bernada profetik Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifah Muslim Ahmadiyah yang Kedua bahwa, "Aku bisa menjawab setiap persoalan dan pertanyaan hanya dengan surah Al-Fatihah."   

Ini adalah sebuah memoar atas upaya menyipta kebahagiaan dan memiliki kesempatan menuliskannya saja saya sudah merasa bahagia.

Mari menuliskan kebahagiaan!      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun