Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Laylatul Qur'an

19 April 2022   21:55 Diperbarui: 20 April 2022   05:11 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya terlahir di keluarga Ahmadiyah. Tumbuh dan berparadigma Islam dalam perspektif Ahmadiyah. Ketika kecil dulu sempat bertanya kepada ayah saya tentang mengapa kami tidak memperingati Nuzulul Qur'an. Padahal saya perhatikan ayah dan ibu saya selalu mengkhatamkan Al-Quran setiap Ramadannya. 

Hal yang kemudian diikuti oleh anggota keluarga kami. Dan mohon maaf, kami tidak memiliki Tadzkirah yang oleh beberapa pihak dituduhkan sebagai kitab sucinya pengikut Ahmadiyah. Mohon maaf itu tidak benar. Kedua orang tua saya sampai meninggalnya tidak pernah memiliki kitab itu. Sedangkan Al-Qur'an kami memilikinya dari berbagai cetakan dan terbitan.

Lalu mengapa Nuzulul Qur'an  tidak secara istimewa diperingati di lingkungan keluarga kami?

Saya diarahkan untuk membaca tafsir atau catatan kaki dalam Al-Qur'an terbitan Jamaah Ahmadiyah. Betapa kagetnya saat menemukan satu catatan bahwa Al-Qur'an pertama kali turun pada tanggal 24 Ramadan. Lho bukanya tanggal 17 Ramadan?

Lalu sebuah tanya kembali muncul. Nampaknya 17 Ramadan juga bertentangan dengan keyakinan bahwa Laylatul Qadar sebagai malam turunnya Al-Qur'an sebagaimana diisyarahkan dalam Surah Al-Qadr menurut sabda Nabi Muhammad saw jatuh di malam-malam ganjil pada puluhan terakhir Ramadan. 

Tanggal 17 jelas bukan merupakan salah satu malam di puluhan terakhir. Tanggal ideal untuk Laylatul Qadar adalah 21, 23, 25, 27 atau 29. Saat itu semuanya terasa membingungkan. Hanya saja saya jadi memahami alasan ayah saya, sebagai Ahmadi, tidak memperingati secara khusus peristiwa Nuzulul Qur'an pada tanggal 17 Ramadan. Boleh jadi diam-diam memperingatinya pada tanggal 24 Ramadan. Saya tidak pernah tahu itu.

Berakhir untuk Bersambung

Malam ini saya sebut sebagai Laylatul Qur'an atau malamnya Al-Qur'an. Sebuah malam yang didedikasikan untuk menikmati Al-Qur'an dengan segala pernak-perniknya. Termasuk membaca kitab klasik-nya Theodore Noldeke (1836-1930), The History of the Qur'an.

Selain paling lambat selesainya, tulisan kali ini akan menjadi tulisan pertama yang bersambung.

Sampai jumpa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun