Mohon tunggu...
Dodi Bayu Wijoseno
Dodi Bayu Wijoseno Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, membuat hidup lebih indah

Penyuka Sejarah, hiking dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bisma Dewabrata dan Perjalanan Sunyi Hidupnya di Antara Kesetiaan, Takhta, dan Cinta

17 Januari 2021   14:55 Diperbarui: 17 Januari 2021   15:07 22429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wayang Dewabrata-Resi Bisma sewaktu muda. Sumber gambar: www.tokohwayangpurwa.blogspot.com

Salah satu kisah yang menarik untuk diikuti dari kisah klasik pewayangan Jawa adalah kisah tentang seorang Kesatria yang akhirnya menjadi seorang Resi (brahmana) bernama Bisma Dewabrata.  

Bisma merupakan salah satu tokoh sentral dalam kisah Mahabharata versi asli India maupun versi pewayangan Jawa namun kiprahnya tersamar melalui  kehadiran tokoh-tokoh di sekitarnya. 

Bisma adalah sosok manusia yang mencintai secara total negerinya dan selalu berpikir apa yang terbaik yang bisa diberikan untuk Kerajaan dan rakyatnya. Tidak banyak kisah yang bercerita mengenai sosok yang secara ikhlas rela melepas takhta, kuasa dan cinta yang dianggap menjadi lambang kesuksesan hidup manusia, kisah Bisma Dewabrata adalah salah satunya. Bisma menemukan kesejatian dalam perjalanan hidupnya yang hening dan sunyi. 

Berbanggalah kalian yang diberi nama Bisma oleh orang tua kalian, karena dalam nama tersebut ada harapan agar penyandangnya meneladani sifat-sifat Kesatria utama dalam menjalani kehidupan ini dan menjauhi watak angkara.

Sejarah Bisma Dewabrata

Sejarah  Bisma Dewabrata dimulai di Kerajaan besar Hastinapura, sebuah Kerajaan besar dalam dunia wayang. Bisma adalah anak dari Raja Hastinapura Prabu Santanu dengan Dewi Gangga, karena suratan takdir ibunya harus meninggalkan Bisma dan ayahnya sewaktu Bisma masih bayi. 

Bisma diasuh oleh orang terbaik dalam lingkungan Kerajaan dan diberikan pendidikan terbaik budi pekerti serta olah keprajuritan karena dialah yang kelak akan meneruskan takhta Hastinapura. 

Setelah tumbuh menjadi seorang remaja yang kuat, Bisma lebih sering keluar Keraton pergi ke sudut-sudut terjauh negeri untuk menelisik arti kehidupan dan mencari guru-guru hebat yang bisa mengajarinya arti kehidupan dan juga ilmu keprajuritan. Dalam diri Bisma, tampaknya suksesi takhta Hastinapura akan berjalan dengan mulus ketika tiba saatnya nanti.

Sumpah Bisma Dewabrata

Pada suatu hari Bisma melihat ayahnya Prabu Santanu tampak termenung dan tidak bersemangat, akhirnya ia mengetahui bahwa ayahnya ingin menikah dengan Dewi Satyawati namun sang Dewi meminta syarat yang berat bahwa kelak keturunannya yang akan menjadi raja. 

Karena cintanya kepada ayahnya, ia menemui Dewi Satyawati dan berjanji untuk melepaskan haknya atas takhta Hastinapura, namun seperti kebanyakan manusia yang haus akan kekuasaan, Satyawati  masih menuntut lebih agar keturunan Bisma tidak mengungkit takhta Hastinapura di masa depan. 

Bisma lalu menghunus keris pusakanya dan mengacungkan keris tersebut ke atas sambil mengucapkan sumpahnya untuk tidak menikah sehingga tidak ada keturunannya yang akan menuntut takhta Hastinapura. Seiring sumpahnya tersebut angin menderu kencang dan tercium semerbak wangi harum bunga pertanda para Dewata menjadi saksi atas sumpahnya

Bisma telah  membuat keputusan besar dalam hidupnya, tidak hanya melepas takhta dia juga telah melepas cintanya walaupun cinta itu belum hadir di dalam kehidupannya tanpa menyadari bahwa terkadang cinta bisa tiba-tiba datang ke dalam hidup manusia dalam bentuk yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Pangeran Citragada Menaiki Takhta Hastinapura

Waktu terus berjalan, dari pernikahan Prabu Santanu dengan Dewi Satyawati lahir dua anak laki-laki bernama Citragada dan Wicitrawirya, dua orang yang berbeda kepribadiannya. 

Bisma juga mendidik kedua adik tirinya ini terutama Citragada yang akan menjadi penerus takhta. Citragada lebih menonjol di bidang olah keprajuritan sedangkan Wicitrawirya lebih menonjol di bidang ilmu pengetahuan dan tata negara. Hingga tiba saat Prabu Santanu mangkat dan Citragada naik Takhta Hastinapura. Bisma telah menepati janjinya ketika berjanji untuk melepaskan takhtanya.

Ternyata Prabu Citragada sangat menyukai peperangan dan terobsesi untuk meluaskan wilayah Kerajaannya. Kerajaan Hastinapura yang sebelumnya lebih bersifat pengayom berubah menjadi agresor. 

Sifat agresor Prabu Citragada dianggap para Dewata telah mengganggu keseimbangan dunia sehingga para Dewa mengirim utusannya untuk menghukum Citragada. 

Citragada akhirnya gugur oleh utusan Dewa ini dalam sebuah perang tanding yang hebat. Ketika meninggalkan dunia ini Prabu Citragada belum menikah dan belum memiliki keturunan.

Secara tradisi maka yang berhak menduduki takhta adalah adiknya Wicitrawirya,  namun karena masih belum cukup umur maka untuk sementara Bisma bertindak sebagai wali negara sampai Wicitrawirya siap dinobatkan sebagai Raja.

Bisma dan sayembara tiga putri raja

Akhirnya setelah cukup umur Wicitrawirya dinobatkan menjadi Raja Hastinapura. Dalam masa kepemimpinannya Raja baru ini memperbaiki hubungan Hastinapura dengan beberapa negara tetangga yang sempat rusak ketika Prabu Citragada berkuasa dan melakukan ekspansi kekuasaannya.

Suatu hari Ibu Suri Satyawati meminta tolong Bisma untuk mencarikan permaisuri untuk Wicitrawirya dan Bisma menyanggupi. Kebetulan Raja Kasi Prabu Kasindra sedang menyelenggarakan sayembara, siapapun yang bisa mengalahkan jago Kerajaan Kasi berhak memboyong tiga putri Kerajaan Kasi yang terkenal cantik jelita: Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika. 

Bisma mengikuti sayembara tersebut dan menjelaskan kepada semua Kesatria yang ada di sana bahwa dia mewakili Raja Hastinapura karena Bisma banyak mendengar cemooh para hadirin di sana yang mengetahui sumpah tidak menikah Bisma.  

Tidak ada satupun Raja dan Kesatria yang mampu memenangkan adu tanding dengan jago Kerajaan Kasindra sampai Bisma maju dan akhirnya  berhasil mengalahkan jago Kerajaan Kasi tersebut dan memenangkan sayembara. 

Bisma juga meminta para Raja dan Kesatria di sana yang tidak puas untuk adu tanding dengannya, namun tidak ada satupun yang berani  menghadapi Bisma karena kesaktian Bisma sudah sangat termasyhur. Ketiga putri Kasi tersebut segera diboyong ke Kerajaan Hastinapura.

Bisma dan Dewi Amba

Tanpa sepengetahuan Bisma ternyata Dewi Amba sudah mempunyai tambatan hati yaitu Prabu Salwa sehingga ketika Wicitrawirya mengetahui hal ini dia tidak mau menerima Amba sebagai permaisurinya dan meminta Bisma untuk menghantar Amba ke Prabu Salwa namun Prabu Salwa menolak Amba lantaran Bismalah yang memenangkan sayembara tersebut. 

Betapa hancur hati Dewi Amba mendapat penolakan tersebut dan seharusnya satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab dan  menerimanya adalah Bisma.

Dewi Amba dalam kisah pewayangan Jawa. Sumber gambar: https://cermin-dunia.github.io/
Dewi Amba dalam kisah pewayangan Jawa. Sumber gambar: https://cermin-dunia.github.io/

Dewi Amba terus mengikuti Bisma dan meminta Bisma untuk menerima cintanya . Hari demi hari berlalu dan mungkin inilah salah satu kisah cinta paling rumit dalam dunia wayang. 

Mungkin Bisma tidak pernah menyadari bahwa cinta bisa tiba-tiba datang dalam proses kehidupan manusia dalam berbagai bentuk dan kisah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Mungkin memang pada akhirnya Bisma benar-benar jatuh cinta kepada Dewi Amba, namun rasa cinta itu tersekat oleh janji dan sumpahnya. 

Pada akhirnya Bisma adalah Kesatria utama yang tetap setia memegang sumpahnya, tiba-tiba di tangannya telah tergenggam panah pusaka, maksud Bisma mengeluarkan senjata pusaka itu hanya untuk menakut-nakuti Amba agar menjauh dan  pergi darinya namun tanpa sengaja panah sakti tersebut terlepas dari tangannya dan meluncur hingga menancap di dada Dewi Amba.

Bisma sangat terkejut dan langsung meraih tubuh Dewi Amba yang sedang berada dalam sakratul maut, tidak ada tatapan dendam dari Dewi Amba kepadanya, sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya Dewi Amba mengatakan kepada Bisma, kelak ketika suatu hari nanti perang besar terjadi sukmanya akan menitis di tubuh prajurit wanita bernama Srikandi dan akan  menjemput Bisma untuk bersama menuju alam keabadian. 

Bisma berjanji akan menunggu waktu dan hari itu. Apa yang terjadi hari itu menjadi beban seumur hidup Bisma.

Tanpa cinta seorang wanita mungkin hidup Bisma terlihat sunyi namun karena rasa cinta pula ia menjalani dengan sabar  masa kehidupannya yang panjang dan menantikan saat  yang telah dikatakan Dewi Amba kepadanya.

Takhta Hastinapura lowong dan keputusan besar Bisma

Tidak lama setelah melangsungkan pernikahan, ternyata Prabu Wicitrawirya mengidap penyakit dan meninggal dalam usia yang masih muda.  Prabu Wicitrawirya belum memiliki keturunan ketika mangkat sehingga takhta Hastinapura menjadi lowong. Kembali Kerajaan Hastinapura harus kehilangan Rajanya dan tanpa suksesi yang jelas.

Menghadapi situasi pelik ini Bisma kembali membuat keputusan besar demi menyelamatkan negaranya. Bisma tetap tidak menaiki takhta Hastinapura karena kesetiaan akan janji dan sumpahnya. Ia mengetahui bahwa dari pernikahan sebelumnya Ibu Suri Satyawati memiliki keturunan bernama Abiyasa. 

Ayah Abiyasa adalah seorang Begawan (guru besar) sehingga Bisma merasa Abiyasa pantas untuk menurunkan  generasi penerus bagi kelanjutan takhta Hastinapura. Abiyasa akhirnya datang Ke Hastinapura dan menikah dengan janda Prabu Wicitrawirya. Untuk sementara Abiysa menjadi Raja di Hastinapura bergelar Prabu Kresnadipayana.

Prabu Kresnadipayana memiliki tiga orang putra: putra sulungnya dari Dewi Ambika bernama Pangeran Destarata, pangeran ini buta sejak lahirnya. Putra kedua dari Dewi Ambalika bernama Pangeran Pandu Dewanata, Pandu memiliki wajah dan warna kulit yang pucat. 

Putra ketiga dari seorang selir yang diberi nama Pangeran Widura memiliki cacat fisik di kakinya. Bisma mengasuh dan mendidik mereka bertiga. Dari ketiganya Pandu lebih menonjol karena kepandaiannya dan kemampuan olah keprajuritan. 

Meski berwatak lembut namun Pandu mempunyai sikap yang tegas yang kelak dibutuhkan sebagai seorang Raja sehingga setelah tiba waktunya Prabu Kresnadipayana berniat menjadi resi dan kembali ke padepokan,  Pangeran Pandu  Dewanata ditunjuk untuk menggantikan ayahnya sebagai Raja Hastinapura. Meskipun anak sulung Prabu Kresnadipayana adalah Pangeran Destarata, namun dia tidak bisa ditunjuk sebagai Raja karena buta.

Sejarah Kurawa 100 dan Pandawa Lima akan dimulai di sini. Pangeran Destarata dan Dewi Gandari akan menurunkan Kurawa 100. Pandu akan menurunkan Pandawa Lima: Yudhistira, Bima, Arjuna dari pernikahannya dengan Dewi Kunti dan si kembar Nakula dan Sadewa dari pernikahannya dengan Dewi Madrim.

Pangeran Pandu menaiki takhta Hastinapura

Ketika tiba saatnya,  Pangeran Pandu dinobatkan menjadi Raja Hastinapura. Prabu Pandu Dewanata dikenal sebagai Raja besar yang bijaksana dan sakti. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Hastinapura mencapai masa keemasannya. 

Prabu Pandu juga memiliki Patih yang juga sakti bernama Arya  Gandamana. Duet  Raja dan Patih ini menjadikan Hastinapura sangat disegani oleh negara-negara tetangganya dan tidak ada tindak kejahatan di Kerajaan Hastinapura.

Bisma tersenyum lega melihat Takhta Hastinapura diisi oleh orang yang tepat dan sepertinya tidak ada masalah suksesi pada generasi selanjutnya sehingga ia memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi penasihat utama kerajaan yang sewaktu-waktu dapat dimintai pendapatnya untuk kepentingan pemerintahan. Sebagai seorang Resi,Bisma lebih banyak menghabiskan waktu di padepokannya di Bukit Talkanda.

Resi Bisma dalam pewayangan Jawa. Sumber gambar: https://ceritawayangkulit.wordpress.com/
Resi Bisma dalam pewayangan Jawa. Sumber gambar: https://ceritawayangkulit.wordpress.com/

Namun takdir terkadang tidak berjalan sesuai rencana manusia, tidak lama setelah intrik Sengkuni yang merupakan adik dari Dewi Gandari mendepak Patih Gandamana keluar dari istana Hastinapura sebuah peristiwa besar terjadi, Prabu Pandu dan Dewi Madrim harus meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Geger Kerajaan Hastinapura dengan peristiwa tersebut, masa pemerintahan Pandu yang telah dikenal sebagai Raja Besar Hastinapura berlangsung teramat singkat.

Bisma turun tangan menghadap situasi yang tidak diinginkan ini dan menujuk Destarata menjadi wali negeri sambil menunggu putra sulung Pandu, Yudisthira cukup umur untuk dinobatkan menjadi raja.

Intrik di Kerajaan Hastinapura

Sengkuni menghasut Duryudana bahwa sebagai putra sulung Destarata dialah yang seharusnya paling berhak menduduki takhta. Disinilah bibit-bibit perselisihan antara Kurawa dan Pandawa mulai muncul.  

Segala upaya melenyapkan Pandawa dilakukan hingga puncaknya terjadi peristiwa bale sigala-gala ketika tempat peristirahatan para Pandawa dalam sebuah acara dibakar. 

Pada peristiwa tersebut Pandawa sempat diyakini tewas karena tidak ada kabar dan ditemukan sejumlah jasad di lokasi kebakaran yang ternyata jasad orang lain. Bisma tidak dapat berbuat apa-apa ketika Duryudana dinobatkan menjadi  Raja meski hatinya masih meyakini para Pandawa masih hidup. 

Bisma melihat ada watak angkara murka di  Duryudana dan saudara-saudara Kurawanya. Mereka lebih banyak hidup berhura-hura daripada mencari arti kesejatian hidup. Kehidupan para Kurawa jauh dari nilai-nilai Kesatria

Ketika diketahui Pandawa masih hidup Duryudana sudah terlanjur dinobatkan menjadi Raja dan Pandawa memilih untuk membuka hutan dan membangun negara baru yang diberi nama Kerajaan Amarta. 

Istananya megah dengan arsitektur yang indah, Duryudana yang melihat istana Amarta sebenarnya iri dengan istana tersebut. Banyak penduduk Hastina berbondong-bondong pergi ke Kerajaan baru tersebut untuk mengabdi kepada rajanya Prabu Yudisthira.

Sampai akhirnya dengan kelicikannya, dengan dalih silaturahmi Prabu Duryudana  mengundang Prabu Yudisthira untuk main dadu dan bertaruh. Di sinilah terlihat kelemahan manusia dalam diri Yudhistira yang tidak bisa mengendalikan diri dan mempertaruhkan Kerajaan dan semua yang dia punya. 

Permainan dadu tersebut telah diatur sedemikian rupa oleh Patih Sengkuni sehingga Yudhistira kalah. Pandawa harus menjalani masa 12 tahun pembuangan di hutan dan 1 tahun penyamaran tanpa dikenali dan baru hak-haknya akan dikembalikan.

Resi Bisma sebenarnya telah turun tangan dan memberikan kembali semua hak Pandawa tanpa ada yang bisa membantah namun Pandawa berkeputusan tetap akan menjalankan semua konsekuensi yang telah terjadi sebagai sikap Kesatria. Resi Bisma sangat sedih melihat peristiwa ini dan hanya bisa memberi restu kepada  para Pandawa, cucu-cucunya yang sangat ia cintai.  

Resi Bisma termenung ketika kembali ke padepokannya, pikirannya kembali berkelana ke tahun-tahun yang lalu tentang bagaimana ia mengusahakan agar tidak ada konflik berkaitan dengan takhta, namun jalan peperangan sepertinya sebentar lagi akan terjadi. Ia sangat sedih melihat apa yang terjadi hari ini, tidak banyak yang bisa ia lakukan selain memohon kepada para Dewata untuk keselamatan para Pandawa.

Perang Besar Baratayuda

Pandawa telah menjalani masa 12 tahun pembuangan di hutan dan 1 tahun penyamaran tanpa bisa dikenali namun Duryudana dan para Kurawa ingkar janji dan tidak memberikan kembali apa yang menjadi hak para Pandawa sehingga pecahlah perang saudara  yang dikenal dengan nama Perang Baratayuda di medan Kurusetra. Pandawa dan sekutunya berperang melawan Prabu Duryudana dari Kerajaan Hastinapura yang dibantu negara sekutunya.

Perang besar ini bukanlah sekedar tentang perang perebutan takhta yang memang sudah menjadi hak dari Yudhistira namun secara luas perang ini adalah perang antara kebaikan melawan kejahatan. Perang dimana janji dan sumpah akan ditunaikan serta perang yang menjadi sarana para Kesatria menemui jalan kematiannya dalam memperjuangkan  nilai-nilai yang diyakininya.

Bisma Gugur

Tiba saatnya Bisma diangkat menjadi Senopati Agung (Panglima Perang) Hastina, tetapi yang perlu digarisbawahi Bisma berperang bukan untuk pihak Kurawa, ia berperang untuk membela negara yang sangat dicintainya Hastinapura. 

Ketika ia berhadapan dengan prajurit wanita Dewi Srikandi di medan laga, Bisma teringat akan Dewi Amba dan ia sudah menyadari inilah akhir dari semua kehidupannya di dunia yang fana ini. 

Bisma melepaskan seluruh kesaktiannya dan meminta Srikandi untuk segera melesatkan panah pusakanya. Panah meluncur deras mengenai dada Bisma dan Bisma terjatuh.

Lakon Bisma Gugur dalam pagelaran wayang kulit Jawa. Sumber gambar: www. youtube.com/sanggar cemara
Lakon Bisma Gugur dalam pagelaran wayang kulit Jawa. Sumber gambar: www. youtube.com/sanggar cemara

Dalam sakratul mautnya Bisma meminta semua cucu Kurawa dan Pandawa berkumpul karena ia ingin melihat semua wajah mereka. Pandawa dan Duryudana serta Kurawa yang tersisa berkumpul di hadapan tokoh yang sangat mereka hormati. 

Bisma  memberikan wejangan tentang arti kehidupan dan apa yang harus dilakukan di kehidupan fana yang sebentar ini. Hanya Pandawa yang dapat menangkap maksud dan apa yang diminta Bisma di saat-saat terakhir hidupnya.

Saatnya sudah tiba ketika Bisma melihat sosok Dewi Amba yang akan menjemputnya. Sekat yang pernah menghalangi cinta mereka di dunia telah dipatahkan saat ini, sukma Amba menjemput Bisma ke alam keabadian. Bisma gugur dalam membela negaranya  dengan kesetiaan terhadap sumpahnya yang dia pegang teguh hingga akhir hayatnya. 

Sosok Bisma memberikan inspirasi kepada kita semua bahwa kebaikan perlu diusahakan terus menerus, mungkin dalam prosesnya akan banyak halangan sehingga diperlukan  laku prihatin  dan terus mendekatkan diri kepada Sang Pencipta Kehidupan,tetapi percayalah bahwa kebaikan akan selalu menjadi pemenangnya.

Baratayuda berakhir dengan kemenangan Pandawa tetapi kemenangan dengan rasa sedih karena banyak orang yang dicintai telah tiada. Prabu Yudhistira menaiki singgasana Hastinapura dengan gelar Prabu Kalimataya yang memiliki arti Raja dari jaman yang sedang berubah. 

Prabu Kalimataya membangun dan memperbaiki kembali Hastinapura hingga tiba saatnya ia lengser keprabon dan memberikan takhtanya kepada  cucu Arjuna,  putra Abimanyu, Parikesit.

   

Referensi:

Berbagai buku mengenai kisah wayang dan pagelaran wayang kulit

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun