Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Editor - nalar sehat N mawas diri jadi kata kunci

RidaMu Kutuju

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jurus Serba Dua Melawan Virus Corona

8 Mei 2020   04:15 Diperbarui: 8 Mei 2020   04:23 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manajemen kalbu sebagai "seni" pada dasarnya bertolak dari sinergitas fungsi 2 (dua) unsur utama manusia, yakni:

1.    Perasaan, dan

2.    Pikiran

Perasaan sebagai ekspresi dan menifestasi dari jiwa (kalbu atau hati) ketika menghadapi hal-hal terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang gaib (metafisik atau supranatural), khususnya tentang kematian, maka sebenarnya hanya agamalah yang paling kompeten untuk memberikan jawaban dan kepastian, meskipun bagi sebagian orang mungkin dinilai kurang memuaskan. Dalam pandangan Islam kematian adalah sebuah keniscayaan yang merupakan ketetapan dan otoritas Tuhan. Tidak ada satu pun kekuatan atau kekuasaan selain Tuhan yang dapat mempercepat ataupun memperlambat sebuah kematian. Bahkan secara lugas dan tegas Tuhan menyatakan bahwa bila ajal itu sudah tiba, maka manusia tidak akan dapat lari dari kematian itu sekalipun bersembunyi dalam sebuah "bangker (bunker) baja" yang kokoh. Seseorang yang memahami dan meyakini kebenaran prinsip tersebut sudah barang tentu jiwanya jauh dari sikap panik dan pada gilirannya dapat lebih bersikap arif dan tenang ketika harus berhadapan dengan masalah kematian. Sedangkan akal pikiran yang mewakili raga atau jasmani, seperti ketika menghadapi masalah duniawi pada umumnya dan ekonomi dan keuangan pada khususnya, apalagi dalam situasi dan kondisi krisis, ada baiknya belajar dari sejarah sebagai bahan perbandingan.

Sepanjang perjalanan sejarah negara Indonesia, dua kali bangsa Indonesia pernah mengalami dan menghadapi krisis, yakni pada tahun 1965 dan 1998 yang berpotensi menimbulkan ancaman pada keselamatan jiwa dan harta milik warga bangsa. Tulisan ini memilih krisis multi dimensi 1998 sebagai model perbandingan, selain karena waktu kejadiannya relatif lebih baru, intensitas kegentingannya pun mirip dengan kondisi pandemi covid-19 saat ini. Guna mengambil langkah antisipatif, antara kedua peristiwa tersebut sesungguhnya dapat diperbandingkan guna mengantisipasi secara algoritmik dengan ciri-ciri sebagai berikut:

A-  Aspek keselamatan jiwa

I.  Krisis multi dimensi 1998

1). Krisis 1998 hanya terjadi dan terbatas di negara Indonesia, dan

2). Peristiwa tersebut meletus akibat dari krisis politik dalam negeri sehingga pemerintah sempat kehilangan kendali yang dapat membahayakan negara. Dalam situasi demikian keselamatan jiwa sewaktu-waktu dapat terancam, seperti pada orang-orang sebagai berikut:

(a) mereka yang langsung atau tidak langsung terkait dengan krisis politik,

(b) mereka yang berada di lokasi dan atau dalam kerumunan saat terjadi kerusuhan massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun