Cangkir merah dengan kepulan kopi panas
Cangkir dalam genggaman dua tangan bersarung
Dingin ya sedingin beku hatiku
Pikiran kosong tak lagi mampu berpikir
Panas hati menahan amarah
Kenapa harus aku
Lagi, tetes air mata mengalir membasahi pipi
Kurapatkan dua tangan ke pipi,
Tuk menahan air mata yang tak terbendung
Kupejamkan mata,
Air mata membasahi kedua sarung tanganku
Sesak terisak kutarik napas panjang
Lagi kupu-kupu dengan sayap hitam terbang
Hinggap di pagar tanam dekat jendela kaca kafe
Terbang melompat riang, mengajak degup jantungku menari
Membuat hatiku tersenyum sejenak
Tak lama bayangmu masuk ke dalam kafe
Menoleh ke arahku dan berlalu pergi
Dirimu kah itu, yang datang untuk menghibur hati?
Mampukah rasa duka itu hilang? sampai kapan?
Kopi di cangkir merah sudah menjadi dingin
Waktuku menata batin
Kata cintaku untukmu tak pernah cukup
Tak cukup untuk uraikan ini dalam tulisan
Satu kalimat, satu halaman, satu buku
Semuanya begitu indah
Sempurna
Namun tak ada yang melebihi kesempurnaan Ilahi
Sang Khalik meraihmu dariku lebih cepat
Karena Ia tahu kau sungguh baik menjagaku
dan kau terlalu baik untukku....
Agustus, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H