Sejak lama mengoleksi benda seni dan benda antik menjadi hobi yang ditekuni kalangan berduit. Berapa pun harganya, kalau mereka sudah tergiur, pasti akan rela membayar. Buat mereka, berkoleksi merupakan lambang status sosial dan sumber investasi.
Sekadar gambaran, di Balai Lelang Christie's New York pernah terjual lukisan karya Leonardo da Vinci seharga Rp 6,1 Triliun. Padahal, waktu pertama kali dibuat, lukisan tersebut berharga tidak sampai Rp 1 juta. Selama ini ada anggapan benda seni dan benda antik merupakan jenis investasi rendah risiko.
Di mata investor, nilai benda-benda seni tidak berkaitan dengan kondisi umum. Harganya terbilang stabil, bahkan cenderung meningkat. Harga akan semakin meninggi kalau ada booming, seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Ketika itu orang-orang kaya seakan berlomba membeli lukisan lewat balai lelang. Booming batu akik merupakan contoh lain.
Menurut riset Mei Moses Fine Art Index, sebagaimana https://dbs.com, Â harga benda-benda seni pada paruh kedua abad ke-20, rata-rata naik 10,5 persen per tahun. Meskipun pernah mengalami tahun-tahun lesu, tetap saja nilai benda seni tidak turun drastis.
Begitu pula benda antik. Buat sejumlah orang, mengumpulkan benda antik merupakan kepuasan tersendiri. Nilai benda antik cenderung naik dari waktu ke waktu karena keberadaannya semakin lama semakin sedikit. Bahkan diprediksi akan sirna karena termakan usia. Sesuai prinsip ekonomi, semakin langka benda akan semakin berharga mahal.
Proteksi
Mengingat harga lukisan sangat mahal, tentu kita perlu memproteksinya dengan asuransi. Namun apakah ada produk asuransi yang menjamin lukisan? Di dalam Asuransi Kebakaran Standar, lukisan (karya seni) secara jelas dikecualikan dalam polis, termasuk benda antik (barang antik). Pengecualian serupa juga terdapat dalam Polis Property All Risk. Karena itu lukisan harus dijamin oleh polis khusus 'fine art insurance'.
Memang agak rumit melakukan penilaian atas lukisan karena lukisan memiliki nilai estetika. Penilaian orang awam tentu jauh berbeda dengan penilaian orang yang mengerti seni. Belum lagi kalau lukisan tersebut mengandung nilai kesejarahan. Jelas akan memiliki nilai tambah.
Polis 'fine art insurance' merupakan produk nonstandar yang dibuat oleh perusahaan asuransi. Jadi kondisi pertanggungan atau jaminan bisa berbeda antara perusahaan asuransi. Risiko utama lukisan adalah kebakaran, kerusakan akibat air, dan bencana (banjir, gempa, angin ribut). Untuk risiko pencurian tidak terlalu tinggi karena lukisan dipandang benda yang sulit dijual, kecuali karya pelukis terkenal.
Nilai pertanggungan lukisan ditentukan berdasarkan nilai pasar yang disetujui pihak pembeli asuransi dan perusahaan asuransi. Faktor yang mempengaruhi harga lukisan adalah siapa nama pelukis, periode lukisan itu dibuat, ukuran, teknik pembuatan, dan pemilik sebelumnya. Untuk memastikan, biasanya dilakukan pengamatan pada pameran seni, katalogus lelang, dan narasumber khusus.
Pemilik lukisan juga harus memberikan informasi lengkap, misalnya foto lukisan dan kuitansi pembelian. Â Klaim terasa lebih mudah jika lukisan mengalami kerusakan total. Yang justru sulit bila lukisan mengalami kerusakan sedikit atau sebagian.
Museum
Yang lebih sulit adalah menentukan pertanggungan benda antik. Sampai kini baru ada beberapa benda antik yang termasuk populer, misalnya keramik, mata uang, dan furnitur. Beberapa katalog lelang pernah memuat harga perkiraan. Jadi kita tinggal memperbandingkan atau berpatokan pada katalog tersebut. Nah, bagaimana dengan koleksi museum?
Akhir 2017 hingga awal 2018 Indonesia pernah mengikuti pameran kebudayaan di beberapa negara Eropa. Ketika itu dipamerkan sekitar 400 artefak dari sejumlah museum di seluruh Indonesia. Seluruh artefak yang dipamerkan benar-benar asli, bukan koleksi replika.Â
Benda-benda budaya itu tentu saja diasuransikan. Â Hal itu diatur dalam PP No. 66/2015 tentang Museum. Menurut Pasal 22 ayat 1 peminjam koleksi wajib menjamin keterawatan koleksi dan keamanan koleksi. Selanjutnya menurut Pasal 22 ayat 2 peminjam koleksi luar negeri selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 juga harus mengasuransikan koleksi.
Sampai saat ini kita masih sulit mengukur besarnya harga sebuah koleksi museum, apalagi koleksi itu berupa benda cagar budaya. Meskipun sudah ada katalogus lelang benda-benda kuno, namun koleksi museum atau cagar budaya tentu memerlukan perlakuan khusus.Â
Untuk benda-benda koleksi yang kecil atau disebut benda bergerak, kita agak mudah menentukan harga. Terlebih kalau termuat dalam katalogus lelang. Yang agak sulit adalah menentukan harga sebuah arca, terutama yang berasal dari candi. Bagaimana patokannya, apakah berdasarkan usia, gaya seni, ataukah asal kerajaan? Hal ini tentu memerlukan pertimbangan matang dan keahlian khusus.
Di Indonesia belum ada individu atau lembaga yang mampu menilai benda-benda demikian. Perusahaan asuransi pun belum ada. Beberapa tahun lalu kita pernah berpameran naskah kuno di mancanegara. Ternyata petugas penilai berasal dari Singapura dan Australia. Masalahnya, apakah nilai pertanggungan koleksi-koleksi itu sudah sesuai? Â Â
Asuransi koleksi museum atau cagar budaya jelas sangat penting. Â Bukankah beberapa museum pernah mengalami kehilangan koleksi? Meskipun seandainya memperoleh ganti rugi uang, arti dan makna benda-benda yang hilang itu tidak akan tergantikan.
Pemerintah harus memberikan perhatian khusus dalam rangka penyelamatan benda cagar budaya yang tersimpan di museum. Â Mengingat begitu banyak koleksi museum, tentu harus dipilih prioritas berdasarkan kemampuan keuangan masing-masing museum. Koleksi-koleksi yang diasuransikan harus yang bernilai tinggi atau masterpiece.
Kalau kita membuka internet dan membuka mesin pencari dengan kata kunci 'asuransi koleksi museum', maka akan muncul beberapa perusahaan asuransi di Eropa. Asuransi mencakup kerusakan koleksi karena bencana (seperti banjir dan  kebakaran), kerusakan koleksi dalam perjalanan (misalnya untuk pameran museum), dan kehilangan koleksi.
Sudah seharusnya seluruh museum di Indonesia dilindungi asuransi. Asuransi diperlukan untuk meringankan kerugian ketika museum tertimpa musibah. Nilai koleksi dan bangunan museum sangat berharga, apalagi yang sudah termasuk kategori cagar budaya.
Masalah asuransi pernah ramai diperbincangkan ketika Museum Bahari kena bencana kebakaran pada awal 2018 lalu. Semakin menguat ketika Museum Nasional kena musibah serupa pada akhir September 2023. Namun menurut Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid sewaktu diwawancarai media, koleksi benda bersejarah yang terdampak kebakaran tidak ditanggung asuransi. Sebab pada umumnya benda-benda bersejarah di seluruh dunia sifatnya tidak ternilai harganya.
Jelas, menentukan premi benda bersejarah amat sangat sulit. Betapa pun harus ada antisipasi dini terhadap bencana pada koleksi museum.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H