Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Presiden Soeharto: Mendengar Cerita Habibie 1 Jam Itu Sama dengan Membaca 1 Buku

19 September 2019   21:05 Diperbarui: 20 September 2019   16:53 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya ketika itu akan dibuat istilah Soehartonomics. Namun, kata Pak Soebijakto, Pak Harto menolak karena beralasan ia melaksanakan GBHN. Pak Soebijakto selanjutnya menceritakan tentang gelar Bapak Pembangunan yang lebih tinggi daripada Pahlawan karena yang menetapkan MPR dan tentang ucapan Pak Harto yang tidak akan mengadili Bung Karno.

Diskusi buku karya Pak Mahpudi (Dokpri)
Diskusi buku karya Pak Mahpudi (Dokpri)
Prangko
Cerita .lain diungkapkan Letjen (Pur) Soejono. Menurutnya, Pak Harto senang mendengar cerita Pak Habibie. Beliau betah menjadi pendengar yang baik selama tiga jam. "Kalau mendengar Habibie satu jam, berarti membaca satu buku," kata Pak Soejono menirukan Pak Harto.

Pak Soejono pernah menjadi Ketua Umum Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI). Menurut beliau, selama masa pemerintahan Pak Harto, 445 kejadian terabadikan dalam prangko. Bahkan tiap tahun pernah diterbitkan prangko seri Pelita (Pembangunan Lima Tahun).

Prof. Susanto Zuhdi ikut berkomentar tentang buku karya Pak Mahpudi. "Kelebihan Pak Mahpudi mengemas tulisan, mengambil hikmah, dan menampilkan sisi terang," kata Pak Santo. Tambahnya, semakin banyak tulisan, semakin baik kita melihat sejarah.

Sejarah, kata Pak Santo, harus melihat keseimbangan. "Sejarah terbuka untuk siapa saja yang ingin memasukinya," katanya. "Ada yang ingin melupakan. Pada saat mengingat, sedang melupakan yang lain," begitu kira-kira ilmu sejarah.

Pembukaan pameran dan diskusi buku dihadiri beberapa tokoh era Pak Harto, Asosiasi Museum DKI Jakarta "Paramita Jaya", komunitas, pelajar, dan pemerhati sejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun