Satu lagi prasasti kuno diketahui terlantar. Miris dan memrihatinkan melihat prasasti berbahan batu itu. Bagi sebagian orang, memang prasasti tidak berarti. Tapi bagi sebagian orang lain, prasasti bermakna tinggi. Prasasti merupakan sumber sejarah kuno. Bukan saja untuk daerah atau wilayah di sekitar prasasti itu berada, tapi untuk skala nasional.
Prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia umumnya berasal dari abad ke-5 hingga ke-15. Yang terbanyak berasal dari abad ke-9 hingga ke-12. Sebagian besar menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.
Prasasti yang terabaikan itu bernama Jenangan, terdapat di Ponorogo (Jawa Timur). Komunitas Tapak Jejak Kerajaan, Selasa, 5 September 2017 malam, melaporkan sekaligus mengirim foto tentang Prasasti Jenangan kepada saya.
Melihat salah satu foto memang muncul kesedihan yang mendalam. Prasasti dalam posisi tergeletak, mungkin telah lama jatuh. Sebagian badan prasasti masuk ke dalam tanah.
Entah apakah prasasti itu sudah dibaca atau belum. Menurut laporan dokter Sudi Harjanto, aktivis Komunitas Tapak Jejak Kerajaan yang tinggal di Sidoarjo, bagian atas prasasti dalam kondisi aus. Sisi satu lagi belum diketahui karena prasasti belum dibalik.
Sudi Harjanto mengetahui keberadaan prasasti berdasarkan laporan Komunitas Mahija Wengker di Ponorogo. Komunitas itu juga senang blusukan atau mengunjungi kepurbakalaan di Ponorogo dan sekitarnya.
Aus dan terpapar
Menurut peneliti prasasti dari Museum Nasional, Trigangga, untuk menyelamatkan prasasti tersebut yang penting diberdirikan terlebih dulu. Ia takut kalau tergeletak malah dibuat keset kaki sehingga lama-kelamaan aksaranya akan aus. Juga terpapar panas matahari dan hujan. Ini juga membahayakan prasasti.
"Tinggal butuh belt atau tambang tebal, terus ditarik sambil didorong. Kalau di bagian dasar prasasti ada tonjolan atau pasak, perlu digali lubang," demikian Trigangga memberi masukan.
Rencana gotong royong diutarakan Novi Bmw, seorang penggiat budaya. "Biar jadi tontonan dan ada kepedulian," katanya.
Di banyak daerah memang masih banyak tinggalan budaya masa lalu yang terlantar atau terabaikan. Tak terkecuali prasasti tentunya. Ada prasasti yang terletak dekat kandang kambing, ada yang terjepit pohon, ada yang sebagian terpendam dalam tanah, ada yang dekat tempat sampah, bahkan ada yang dijadikan nisan.
Entah mengapa banyak pemda mengacuhkan warisan nenek moyang mereka. Meskipun demikian ada juga pemda yang agak peduli dengan memberi cungkup agar prasasti tersebut tidak tertimpa cuaca ekstrem.
Pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini komunitas, jelas penting. Komunitas yang waras pasti berpijak pada Undang-undang Cagar Budaya 2010. Karena peduli tentu tindakan mereka tidak serampangan. Ayo selamatkan Prasasti Jenangan secepat mungkin.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H