Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karena Lama Tergeletak, Aksara Prasasti Kuno Jenangan di Ponorogo Menjadi Aus

6 September 2017   08:25 Diperbarui: 6 September 2017   08:34 1528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian pasak Prasasti Jenangan masih tampak (Dok. Komunitas Tapak Jejak Kerajaan)

Satu lagi prasasti kuno diketahui terlantar. Miris dan memrihatinkan melihat prasasti berbahan batu itu. Bagi sebagian orang, memang prasasti tidak berarti. Tapi bagi sebagian orang lain, prasasti bermakna tinggi. Prasasti merupakan sumber sejarah kuno. Bukan saja untuk daerah atau wilayah di sekitar prasasti itu berada, tapi untuk skala nasional.

Prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia umumnya berasal dari abad ke-5 hingga ke-15. Yang terbanyak berasal dari abad ke-9 hingga ke-12. Sebagian besar menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.

Prasasti yang terabaikan itu bernama Jenangan, terdapat di Ponorogo (Jawa Timur). Komunitas Tapak Jejak Kerajaan, Selasa, 5 September 2017 malam, melaporkan sekaligus mengirim foto tentang Prasasti Jenangan kepada saya.

Melihat salah satu foto memang muncul kesedihan yang mendalam. Prasasti dalam posisi tergeletak, mungkin telah lama jatuh. Sebagian badan prasasti masuk ke dalam tanah.

Prasasti Jenangan setelah diangkat ke tempat yang lebih aman (Dok. Komunitas Tapak Jejak Kerajaan)
Prasasti Jenangan setelah diangkat ke tempat yang lebih aman (Dok. Komunitas Tapak Jejak Kerajaan)
Prasasti tersebut berada di antara barang-barang milik warga. Dikabarkan, di tempat itu akan dibangun gedung TK. Sebenarnya keberadaan prasasti tersebut sudah lama diketahui. Pada 2014 Pemda setempat pernah berjanji akan memberdirikan prasasti tersebut. Namun sampai sekarang, janji itu belum terlaksana.

Entah apakah prasasti itu sudah dibaca atau belum. Menurut laporan dokter Sudi Harjanto, aktivis Komunitas Tapak Jejak Kerajaan yang tinggal di Sidoarjo, bagian atas prasasti dalam kondisi aus. Sisi satu lagi belum diketahui karena prasasti belum dibalik.

Sudi Harjanto mengetahui keberadaan prasasti berdasarkan laporan Komunitas Mahija Wengker di Ponorogo. Komunitas itu juga senang blusukan atau mengunjungi kepurbakalaan di Ponorogo dan sekitarnya.

Aus dan terpapar

Menurut peneliti prasasti dari Museum Nasional, Trigangga, untuk menyelamatkan prasasti tersebut yang penting diberdirikan terlebih dulu. Ia takut kalau tergeletak malah dibuat keset kaki sehingga lama-kelamaan aksaranya akan aus. Juga terpapar panas matahari dan hujan. Ini juga membahayakan prasasti.

"Tinggal butuh belt atau tambang tebal, terus ditarik sambil didorong. Kalau di bagian dasar prasasti ada tonjolan atau pasak, perlu digali lubang," demikian Trigangga memberi masukan.

Bagian pasak Prasasti Jenangan masih tampak (Dok. Komunitas Tapak Jejak Kerajaan)
Bagian pasak Prasasti Jenangan masih tampak (Dok. Komunitas Tapak Jejak Kerajaan)
Dinas terkait memang perlu dihubungi lagi agar janji lama menjadi kenyataan. Sejak adanya Undang-undang Cagar Budaya 2010, tanggung jawab berada di pundak pemerintah daerah/kota. Beberapa komunitas sepakat akan bekerja gotong royong. Supaya tidak serampangan, mereka akan meminta izin dari instansi terkait.

Rencana gotong royong diutarakan Novi Bmw, seorang penggiat budaya. "Biar jadi tontonan dan ada kepedulian," katanya.

Di banyak daerah memang masih banyak tinggalan budaya masa lalu yang terlantar atau terabaikan. Tak terkecuali prasasti tentunya. Ada prasasti yang terletak dekat kandang kambing, ada yang terjepit pohon, ada yang sebagian terpendam dalam tanah, ada yang dekat tempat sampah, bahkan ada yang dijadikan nisan.

Entah mengapa banyak pemda mengacuhkan warisan nenek moyang mereka. Meskipun demikian ada juga pemda yang agak peduli dengan memberi cungkup agar prasasti tersebut tidak tertimpa cuaca ekstrem.

Pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini komunitas, jelas penting. Komunitas yang waras pasti berpijak pada Undang-undang Cagar Budaya 2010. Karena peduli tentu tindakan mereka tidak serampangan. Ayo selamatkan Prasasti Jenangan secepat mungkin.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun