Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Toilet, Salah Satu Nyawa Museum

19 Juli 2017   05:54 Diperbarui: 19 Juli 2017   11:56 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toilet peninggalan pemerintah kolonial yang masih terpelihara di Museum Konferensi Asia Afrika, Bandung (Dokpri)

"Bandara internasional merupakan pintu masuk pertama ke Indonesia, sehingga peran toilet umum di sana sangat krusial sekali," ujar Triesna Wacik, isteri Jero Wacik yang pernah menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Toilet pria di Museum Konferensi Asia Afrika (Dokpri)
Toilet pria di Museum Konferensi Asia Afrika (Dokpri)
Setelah bandara, survei selanjutnya dilakukan terhadap museum. Alasannya adalah museum menjadi salah satu tujuan wisata yang paling diandalkan. Ironisnya, tentu saja karena kurang persiapan, ketika itu sekitar sepuluh museum milik pemerintah pusat dan daerah menolak toiletnya dinilai oleh Tim Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Sementara itu 37 museum lainnya tidak merespon dan tidak mau diperiksa kondisi toiletnya.

Padahal, menurut panitia penilai April 2010 lalu, penilaian toilet bersih di museum memiliki nilai strategis agar wisatawan yang berwisata ke museum tidak kecewa dengan kondisi toiletnya.  Selain itu toilet bersih akan memenuhi syarat kesehatan, sehingga mendukung perilaku hidup bersih dan sehat.

Tahun 2010 lalu 76 museum mendapat kesempatan pertama untuk dinilai kebersihan toiletnya oleh Kemenbudpar, mengingat 76 museum itu paling banyak dikunjungi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

"Ternyata respon museum tidak ada. Mereka mengaku belum siap dinilai karena nampaknya kondisi toilet di museum itu tidak layak dinilai. Ini kan menyedihkan. Jadi bagaimana wisatawan bisa betah dan mau datang ke museum jika kondisi toiletnya saja kayak begitu," demikian tim penilai berkomentar.  Semoga tujuh tahun berselang, kondisi toilet museum sudah memenuhi syarat minimal sebagaimana yang disebutkan Naning dan Trisna.

Naning Adiwoso mengakui toilet museum kurang mendapat perhatian. Padahal, dengan toilet yang bersih akan menjadi titik perhatian bagi wisatawan yang mengunjungi objek wisata tersebut.

Selama ini alasan klasik pengelola museum, terutama museum milik Pemerintah pusat dan daerah, adalah karena tidak ada dana mencukupi untuk menjaga kebersihan toilet. Karenanya, jangan heran jika toilet di museum selalu jorok, berbau, tidak sehat, dan menjijikkan.

Serem

Sebenarnya berbagai keluhan terhadap toilet museum sudah diungkapkan sejak lama. Di antaranya dari seorang bloger berikut ini, "...contohnya di Monas. Tiket masuknya Rp 7.500 untuk umum,  tapi coba liat deh toiletnya...hiii sereeem!! bau!!!! remang-remang!! kotor!!! dan ada tarikan Rp 1.000 buat pengguna toilet, katanya sih udah kebijakan dari pengurus Monas...". Ini kondisi 2010. Tentu lain dengan kondisi 2017.

Toilet kotor bukan hanya terdapat di Monas. Kondisi museum-museum lain pun tak jauh berbeda.   "Pengalaman yang menjijikan adalah pada saat saya ingin menggunakan toilet untuk buang air. Bagi saya masuk ke toilet merupakan suatu penderitaan tersendiri karena tidak satu pun toilet yang benar-benar bersih apalagi higienis. Air pun sering macet," tulis seorang bloger lain. Keluhan ini pun diungkapkan tahun 2010.

Perilaku masyarakat kita dalam menjaga kebersihan, juga sering menambah keburukan fasilitas toilet. Misalnya saja buang air tanpa disiram, meninggalkan bekas sepatu di lantai, mencoret-coret tembok dengan alat tulis, atau torehan uang logam yang banyak berisikan kata-kata tak layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun