Sekadar gambaran, banyak URI termasuk URIDA terbuat dari kertas singkong, kertas stensil, atau kertas roti. Belum lagi menggunakan tinta seadanya dan dicetak dengan perangkat kecil. Namun demikian peran URIDA untuk membela dan mengisi kemerdekaan RI sangat besar.
Ternyata upaya pihak penjajah untuk menyetop peredaran URI diantisipasi dengan peredaran URIDA. Namun, seperti halnya mengeluarkan URI palsu sebagai perang urat syaraf kepada pemerintahan republik, pihak penjajah pun banyak mengedarkan URIDA palsu. Tak dimungkiri, tujuannya adalah agar masyarakat marah kepada penguasa yang sah sehingga akan terjadi kegoncangan politik.
Kini, kalangan numismatis banyak menemukan URIDA palsu. Mereka memberi istilah old-fake (palsu lama) karena dipalsukan pada masa lalu untuk kepentingan politik antara dua penguasa, yakni Indonesia dan Belanda. Ada pula new-fake (palsu baru), pemalsuan pada masa sekarang untuk kepentingan ekonomi. Â Meskipun palsu, koleksi-koleksi itu tetap berguna. Uang ini bisa menjadi bahan perbandingan, terlebih dengan adanya produk-produk yang benar-benar dinyatakan asli.
Disayangkan banyak generasi sekarang di berbagai daerah kurang mengetahui adanya URIDA. Seharusnya uang lokal ini dikoleksi oleh museum-museum daerah. Kalau sulit memperoleh koleksi, bisa bekerja sama dengan numismatis. Seandainya koleksi asli, dalam kondisi apa pun sulit diperoleh, museum bisa menggunakan teknologi masa kini, antara lain scanner. Scansaja URIDA yang langka, toh warna dan bentuknya masih sesuai dengan asli. Yang penting masyarakat memperoleh informasi dari uang-uang tersebut. *** Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H