Tahun 2000 terbentuk Direktorat Peninggalan Bawah Air, untuk melakukan perlindungan, eksplorasi, konservasi, dan pengendalian pemanfaatan WBBA. Direktorat ini berada di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Kedua instrumen tetap memperhatikan aspek hukum yang terkait, yakni sebagai benda berharga aset bangsa dan sebagai benda cagar budaya (BCB).
Pemerintah pun membedakan BMKT menjadi dua jenis, yakni BMKT Koleksi Negara dan BMKT non Koleksi Negara. BMKT Koleksi Negara tidak boleh dijual dengan alasan apapun, hanya boleh dimanfaatkan dalam kerangka kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Sementara BMKT non Koleksi Negara boleh diperjualbelikan.
Konvensi UNESCO
The Cirebon Wreck atau BMKT Cirebon telah menjadi perhatian UNESCO. Organisasi PBB itu menuntut Indonesia agar segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air (The Convention On the Protection of the Underwater Cultural Heritage). Konvensi tersebut disusun pada 2001, dimaksudkan untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya bawah air untuk kepentingan kemanusiaan.
Konvensi UNESCO itu mengamanatkan dua prinsip utama, yaitu preservasi in-situ (pada tempatnya) sebagai pilihan pertama dan pelarangan terhadap eksploitasi/pengangkatan untuk tujuan komersial. Secara umum konvensi mengatur ketentuan dan tata cara pengelolaan serta kerja sama antarnegara dalam kerangka pelestarian peninggalan bawah air. Konvensi tersebut mulai berlaku efektif sejak Januari 2009, setelah diratifikasi oleh 20 negara.
Museum
Hasil BMKT Cirebon terdiri atas lebih dari 500.000 benda. Â Namun sekitar 262.000 keramik dikembalikan lagi ke laut karena pecah. Â Jumlah keramik mencapai 90-an persen dari keseluruhan benda.
Kebanyakan keramik-keramik tersebut terdiri atas jenis yang sama dari periode yang sama. Padahal, banyak museum sudah memiliki koleksi serupa. Dengan demikian kecil kemungkinan museum akan mengoleksi benda-benda seperti itu lagi.
Apalagi jumlah museum yang ada di Indonesia belum mencapai 500. Itu pun berupa museum khusus, sehingga hanya sekitar separuhnya yang memiliki koleksi keramik. Kendala lain adalah kondisi museum masih mengkhawatirkan. Setidaknya kita ingat kasus pencurian dari Museum Radya Pustaka dan Museum Sono Budoyo beberapa tahun lalu.
Sebenarnya tempat konservasi yang paling aman dan paling murah dari pengaruh oksidasi adalah di dalam laut itu sendiri. Namun tempat tersebut menjadi tidak aman justru karena ulah manusia. Perairan kita yang begitu luas, sangat menyulitkan pengawasan intensif.