Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gambar Cadas Dibuat dengan Cara Disembur Sendiri dan Oleh Orang Lain

13 November 2016   11:27 Diperbarui: 13 November 2016   11:47 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar cadas (Sumber: Brosur pameran, 2015)

Istilah gambar cadas mengacu pada gambar yang dibuat oleh manusia prasejarah pada permukaan batu yang keras. Wujudnya dalam bentuk lukisan, goresan, dan cukilan. Gambar cadas yang ditemukan di Indonesia umumnya berbentuk cap-cap tangan, figur manusia, binatang, perahu, dan garis-garis geometris.

Situs-situs gambar cadas tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Hingga saat ini tercatat 400-an situs yang berada di gua-gua pedalaman, gua-gua pesisir, tebing pantai, pulau karst, dan bongkahan batu besar. Istilah gambar cadas menjadi lebih luas daripada lukisan gua yang sebelumnya banyak dipakai para peneliti.

Pemilihan lokasi pembuatan gambar cadas tentu saja amat diperlukan. Ada berbagai lokasi yang dipilih manusia prasejarah untuk menggambar, yakni memiliki permukaan datar, berdinding bersih, kering, mendapat sinar matahari yang baik, dan dapat melihat panorama yang baik.

Koreksi umur gambar cadas

Manusia pembuat gambar cadas dikenal sebagai bangsa Austronesia atau manusia ras Mongoloid. Pada awal kedatangannya mereka tinggal di gua-gua. Pada perkembangannya mereka juga hidup di luar gua. Bahkan melakukan aktivitas pertanian dan memelihara binatang. Karena itu mereka mengembangkan pemikiran yang diekspresikan menjadi gambar-gambar cap tangan, figur manusia, binatang, perahu, dan garis geometris.

Gambar cadas paling tua diperkirakan dibuat sekitar 4.000 tahun yang lalu. Ketika itu ras Mongoloid masuk pertama kali ke wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Di wilayah timur, yakni Kepulauan Maluku dan Papua, motif gambar cadas terlihat lebih kaya. Diperkirakan gambar-gambar itu berusia lebih muda dibandingkan gambar-gambar dari wilayah lain. Ditaksir umurnya 1.000 hingga 2.000 tahun. Sedangkan di Sumatera, tepatnya di Gua Harimau, ditemukan rangka manusia yang didominasi ras Mongoloid. Di situs tersebut umur gambar cadas diperkirakan 3.500 tahun.

Menurut Adhi Agus Oktaviana, umur pertanggalan gambar cadas di kawasan Leang-leang Sulawesi dikoreksi menjadi 40.000-17.000 tahun yang lalu. Ini dari hasil pembaruan berdasarkan metode uranium series sebagaimana dikemukakan Aubert et al 2014. Yang jelas, kata peneliti muda dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, ini pra-Austronesia dan sezaman dengan objek sejenis di Eropa. "Budayanya berlanjut sampai penutur Austronesia hadir," jelas Adhi.

Teknik pembuatan gambar cadas

Teknik pembuatan gambar cadas belum dapat dipastikan. Namun para peneliti menafsirkan terdapat empat cara pembuatan gambar cadas.

Cap-sembur negatif, yaitu cara untuk membuat gambar telapak tangan, ikan, atau daun dengan menyemburkan cairan berwarna dari mulut atau menggunakan tulang binatang ke objek. Melalui teknik ini dihasilkan gambar negatif yang nampak dari adanya warna di sekitar objek.

Oles, yaitu cara membuat gambar dengan mengoleskan pewarna menggunakan jari atau alat seperti kuas yang terbuat dari bambu, rotan, ranting kayu, kulit kayu, atau rambut binatang.

Cap-positif, yaitu cara mencetak bentuk secara positif, contohnya telapak tangan dicelup pada pewarna, kemudian dicap pada permukaan batu.

Cukil, yaitu cara membuat gambar dengan menggores permukaan batu menggunakan benda runcing dari logam, batu, atau kayu.

Gambar cadas yang ditemukan umumnya berwarna merah dan hitam, menggunakan oker yang mengandung oksida besi. Oker terbukti merupakan pewarna yang tahan terhadap cuaca dan pelapukan dibandingkan dengan warna lain, sehingga masih bertahan hingga kini. Untuk warna hitam, biasanya manusia prasejarah menggunakan arang.

Sembur sendiri dan oleh orang lain

Bagaimana gambar cadas dibuat? Saya sempat berbincang-bincang dengan Dr. Pindi Setiawan, ahli gambar cadas dari ITB. Menurutnya, secara umum, media gambarnya (dinding) dipersiapkan dan dibesihkan. Nah, bila diperhatikan terdapat goresan-goresan tak beraturan pada media gambar cadas (garca). “Jadi tidak langsung lukis/sembur,” katanya. Ia meyakini, medianya dibersihkan dulu. Baik bersih-bersih teknis, maupun bersih-bersih spritual.

Untuk cara buat hand stencil, teknik yang umum adalah disembur dari mulut. Ini akan menghasilkan titik-titik sembur yang tidak sama ukurannya. Bisa juga disemprot dengan suatu alat tulang atau bambu. Maka menghasilkan titik-titik sembur yang relatif sama ukurannya.

Yang sulit dijawab adalah disemburkan sendiri atau oleh orang lain? Pada kasus suku Kirawari dan Aborigin, diperlihatkan cara swasembur (disembur sendiri). Namun pada beberapa kasus, misalnya di Gua Jeriji Saleh Sangkulirang, rasanya sulit bila harus cara swasembur. Idealnya disemburkan oleh orang lain.

Yang juga belum bisa dijawab adalah bagaimana posisi telapak ketika disembur, tertelungkup atau terléntang. Posisi tertelungkup secara alamiah lebih nyaman menyentuh dinding. Suku Kirawari dan Aborijin juga membuat hand stencil dengan menelungkupkan telapaknya. Ini berarti punggung tangan menghadap penyembur. Namun sekali lagi, terdapat hand stencil yang tampaknya harus dibuat dengan posisi telapak yang terlentang bila harus swasembur.

Posisi telapak terhadap dinding dan arah sembur terhadap telapak sangat mempengaruhi bentuk akhir di dinding. Makin jauh tangan dari dinding, biasanya ujung telapak menuju lengan, maka imaji yang terjadi akan mengecil lebarnya.

Makin miring arah sembur terhadap telapak terutama terhadap jemari, maka akan makin membuat tajam sudut-sudut pertemuannya, misal ujung jari menjadi seperti berkuku yang runcing. Jempol dan kelingking biasanya menjadi jemari paling jauh dari arah sembur, sehingga bentuknya kadang tidak anatomis seperti aslinya.

Yang juga menarik adalah méngapa mereka membuat hand stencil. Banyak pendekatannya, tapi yang jelas setiap telapak tangan manusia adalah unik, seperti sidik jari. Penelitian saya pada hand stencil vs fotokopi telapak mahasiswa menunjukkan kemiripan di atas 90%. Setiap mahasiswa mempunyai komposisi dan bentuk jemari dan telapak yang unik.

Atas dasar itulah, hand stencil dinarasikan selalu terkait dengan unjuk diri individu. Apakah unjuk kelahiran, akil baliq, atau tanda kepemilikan. Pada hand stencil yang dipergayakan, kemungkinan menunjukkan hubungan khas antar individu atau suatu tanda keguyuban tertentu.

Terdapat beberapa jenis dipergayakan. Saya menyebutnya 'plural in once' :
 1. Dwi-Tri-Sat tunggal
 2. Berjejer (tiga sub jenis)
 3. Bercorak (bergaris dan bersosok).

Kurang lebihnya begitu untuk hand stencil. Kalau hand print umumnya mirip dengan tera jemari ketika buat SIM. Sulit melihat bentuk aslinya, karena tergantung pada apa pigmennya, seberapa banyak, dan bagaimana menekannya pada dinding. Hand print tidàk sebanyak hand stencil. Mungkin karena tidak mencirikan sesuatu kepemilikan telapak yang unik.

Untuk bahan warna (pigmen), sampai saat ini saya baru menemukan di Indonesia bahan oker hematit yang dipakai untuk cap tangan merah dan citiosan dari cangkang kerang untuk cap tangan putih. Pigmen buat semburan harus lebih encer dibandingkan dengan pigmen untuk kuasan.

Satu lagi, yang menarik adalah apakah imajinya penting, atau proses membuat imajinya yang penting. Akibat dari perbedaan ‘kepentingan’ itu, maka yang tampak pada dinding menjadi berbeda:

  • Bila hand stencil itu penting maka, pada dindingnya terlihat hanya 1x digambarinya.
  • Bila proses membuat hand sténcil itu yang lebih penting, maka pada dinding terlihat beberapa kali digàmbar atau istilahnya superimpose (tumpang tindih).

Dinding yang berimaji tumpang tindih menunjukkan proses menyemburkan cat pada telapak jauh lebih penting dari pada imaji hand stencil-nya sendiri. Dinding yang berimaji tumpang tindih, juga menunjukkan imaji-imaji sebelumnya yang telah digambar pada dinding, dianggap tidak penting bagi 'penggambar' baru, yang bisa jadi beda zaman atau beda guyub. Jadi ditimpa saja, dengan imaji baru.

Semoga wawasan dan pengetahuan Kompasianer dan masyarakat pembaca bertambah. Pindi Setiawan adalah teman saya di Facebook sejak beberapa tahun lalu. Saya belum pernah bertatap muka dengannya. Tapi untungnya bisa dimudahkan oleh teknologi.

Oh ya, siapakah Dr. Pindi Setiawan? Dia bukanlah arkeolog, meskipun sering meneliti gambar cadas purba di sejumlah tempat. Arkeologi memang merupakan disiplin yang ‘serakah’ karena banyak bersinggungan dengan disiplin-disiplin lain. Saya kutipkan saja yah dari beberapa laman di internet.

Dr. Pindi Setiawanadalah seorang ahli gambar cadas yang memiliki banyak pengalaman di gua-gua karst di Indonesia, khususnya Karst Sangkulirang di Kalimantan Timur. Saat ini beliau bergabung di Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Ia merupakan Doktor lulusan program sandwich antara ITB, Centro Comuno di Studi Preistorici, Italia dan Art et Histoire, Universitas Toulouse de Mirail, Perancis.

Kiprahnya memberi kontribusi besar untuk kawasan karst Indonesia. Beberapa gua menjadi temuan fenomenal yang memberi gambaran baru terhadap sejarah bangsa Indonesia. Bahkan ada yang diberi nama Gua Pindi karena ia merupakan penemunya. Beberapa penghargaan diperoleh untuk pengabdiannya selama 12 tahun penelitian Rock Art di Kutai Timur pada 2008. Kerja sama penelitian baik nasional maupun internasional banyak dilakukan untuk mengungkap gambar cadas di Indonesia.***

Daftar Pustaka:

Katalog Pameran Gambar Cadas Prasejarah di Indonesia. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun