Atas dasar itulah, hand stencil dinarasikan selalu terkait dengan unjuk diri individu. Apakah unjuk kelahiran, akil baliq, atau tanda kepemilikan. Pada hand stencil yang dipergayakan, kemungkinan menunjukkan hubungan khas antar individu atau suatu tanda keguyuban tertentu.
Terdapat beberapa jenis dipergayakan. Saya menyebutnya 'plural in once' :
 1. Dwi-Tri-Sat tunggal
 2. Berjejer (tiga sub jenis)
 3. Bercorak (bergaris dan bersosok).
Kurang lebihnya begitu untuk hand stencil. Kalau hand print umumnya mirip dengan tera jemari ketika buat SIM. Sulit melihat bentuk aslinya, karena tergantung pada apa pigmennya, seberapa banyak, dan bagaimana menekannya pada dinding. Hand print tidà k sebanyak hand stencil. Mungkin karena tidak mencirikan sesuatu kepemilikan telapak yang unik.
Untuk bahan warna (pigmen), sampai saat ini saya baru menemukan di Indonesia bahan oker hematit yang dipakai untuk cap tangan merah dan citiosan dari cangkang kerang untuk cap tangan putih. Pigmen buat semburan harus lebih encer dibandingkan dengan pigmen untuk kuasan.
Satu lagi, yang menarik adalah apakah imajinya penting, atau proses membuat imajinya yang penting. Akibat dari perbedaan ‘kepentingan’ itu, maka yang tampak pada dinding menjadi berbeda:
- Bila hand stencil itu penting maka, pada dindingnya terlihat hanya 1x digambarinya.
- Bila proses membuat hand sténcil itu yang lebih penting, maka pada dinding terlihat beberapa kali digà mbar atau istilahnya superimpose (tumpang tindih).
Dinding yang berimaji tumpang tindih menunjukkan proses menyemburkan cat pada telapak jauh lebih penting dari pada imaji hand stencil-nya sendiri. Dinding yang berimaji tumpang tindih, juga menunjukkan imaji-imaji sebelumnya yang telah digambar pada dinding, dianggap tidak penting bagi 'penggambar' baru, yang bisa jadi beda zaman atau beda guyub. Jadi ditimpa saja, dengan imaji baru.
Semoga wawasan dan pengetahuan Kompasianer dan masyarakat pembaca bertambah. Pindi Setiawan adalah teman saya di Facebook sejak beberapa tahun lalu. Saya belum pernah bertatap muka dengannya. Tapi untungnya bisa dimudahkan oleh teknologi.
Oh ya, siapakah Dr. Pindi Setiawan? Dia bukanlah arkeolog, meskipun sering meneliti gambar cadas purba di sejumlah tempat. Arkeologi memang merupakan disiplin yang ‘serakah’ karena banyak bersinggungan dengan disiplin-disiplin lain. Saya kutipkan saja yah dari beberapa laman di internet.
Dr. Pindi Setiawanadalah seorang ahli gambar cadas yang memiliki banyak pengalaman di gua-gua karst di Indonesia, khususnya Karst Sangkulirang di Kalimantan Timur. Saat ini beliau bergabung di Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Ia merupakan Doktor lulusan program sandwich antara ITB, Centro Comuno di Studi Preistorici, Italia dan Art et Histoire, Universitas Toulouse de Mirail, Perancis.
Kiprahnya memberi kontribusi besar untuk kawasan karst Indonesia. Beberapa gua menjadi temuan fenomenal yang memberi gambaran baru terhadap sejarah bangsa Indonesia. Bahkan ada yang diberi nama Gua Pindi karena ia merupakan penemunya. Beberapa penghargaan diperoleh untuk pengabdiannya selama 12 tahun penelitian Rock Art di Kutai Timur pada 2008. Kerja sama penelitian baik nasional maupun internasional banyak dilakukan untuk mengungkap gambar cadas di Indonesia.***
Daftar Pustaka: